🍁IX : Mundul Dulu (b)🍁

94 27 10
                                    

Aku mendadak lupa cara menyampaikan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Aku mendadak lupa cara menyampaikan. Keraguan, kegelisahan dan ketakutan membuat aku terus menyusun dan mengoreksi kata-kata di pikiran, tak sanggup mengutarakannya.

Siren bergerak setelah diam menungguku. Dia membuka komputer koper, membukanya sampai rata, kemudian menekan tombol di sisi kepala komputer. Dari tombol itu, muncul sinar scan seperti milik Maza yang terdapat di matanya, membentuk wadah datar yang mengambang stabil. Pembimbingku menaruh kepala perangkat tadi ke wadah itu, proses scanning pun dimulai.

"Badan Maza ada di kamar?" tanyanya.

Pertanyaan ini pun tak yakin kujawab.

"Kalau kamu diam terus, Maza bisa mendapatkan hukuman berat, loh."

K-kenapa bisa seperti itu?

"Maza tidak salah! Aku yakin saat itu bukan Maza yang melakukannya! Dia mana mungkin melanggar peraturan dengan sengaja—"

"Uta," potong Siren cukup lantang. "Tak perlu emosian begitu."

"E-emosian?" Bingungku.

"Suaramu meninggi, ekspresimu terwujud dengan jelas dan bahkan kamu sedang membela sesuatu." Siren melakukan sesuatu pada bagian dalam leher Maza. "Aku senang dengan kemajuan ini, tapi kamu tidak perlu sampai segitunya."

"Aku ... aku tidak tau kenapa aku bisa begini ...."

Anehnya, wanita itu tersenyum. Bukan senyum dingin, tapi senyum kecil yang sering Maza pakai dan terkesan netral. "Kamu manusia. Emosi manusia memang kompleks. Apa yang membuatmu begini belum tentu terjadi di orang lain. Ekspresi seperti marah, sedih dan senang memang seragam, tapi pemicu dan penyampaiannya bermacam-macam."

Siren mengeluarkan chip sebesar ruas awal tulang jari telunjuk dari bagian dalam leher Maza. Suara 'pit, pit, pit' kecil mendadak berbunyi, disusul kedipan sinar scan. Proses pemindaian selesai. Laporan pemindaian muncul di layar satunya yang biasa dipakai menjadi keyboard hologram.

" ... ini ... sungguhan?" ungkap pembimbingku.

Aku membacanya. 'Jenis perangkat : asing. Pencipta : asing. Isi perangkat' baru aku hendak membaca lanjutannya, tiba-tiba tulisan berwarna merah muncul memenuhi layar.

'ANOMALI TERDETEKSI : 13'

Kemudian angkanya segera bertambah. 'ANOMALI TERDETEKSI : 44'

"Keparat—" Siren langsung mencabut kepala perangkat dari koper komputer dan melakukan pengecekan mandiri di komputer. Dia tergesa-gesa.

"Apa maksudnya 'Anomali'?" tanyaku.

"Perangkat tadi mengirim serangan digital yang kita panggil 'Anomali'. Dilihat dari kecepatan serangannya, perangkat itu masih aktif dan terhubung ke si pembuat." Mata Siren membelalak. "Amara bilang Maza tidak merespons. Berarti saat itu dia dikendalikan? Mana mungkin ...."

Forestesia | Pribumi dan Penjajah [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang