••••
Jillian membuka matanya setelah dokter tadi keluar sudah dari kamar, kemudian mengangkat tangannya dan terlihatlah darah mengalir di sana.
Jillian menyadari jika orang tadi adalah dokter palsu karena sore tadi dokter yang asli telah memberinya vitamin. Dia juga sadar bahwa melawan bukanlah pilihan yang tepat dengan melihat kondisinya yang masih lemah.
Ketika orang itu sibuk dengan suntikannya diam-diam Jillian mencabut jarum infus yang terpasang ditangannya dengan cepat takut sesuatu yang terlihat membahayakan itu masuk kedalam tubuhnya. Untungnya tangannya dia tutup dengan selimut sebelum orang itu masuk.
Meskipun Jillian harap-harap cemas dibuatnya.
Melihat darah yang tidak berhenti mengalir membuat Jillian bingung bagaimana dia menghentikannya. Dengan susah payah dia bangkit dari tidurnya lalu duduk kemudian membalut tangan kanannya dengan sarung bantal yang sengaja dia lepaskan.
Saat sibuk dengan tangannya Jillian tidak menyadari pintu kamar kembali terbuka.
Kay yang baru datang berjalan cepat menghampiri Jillian ketika melihat ada noda darah di selimut berwarna putih yang gadis itu kenakan, Kay menarik tangannya yang terbalut kain lalu menatap gadis itu tajam.
Kay menatap Jillian dengan tajam, “Apa yang kau lakukan?” dia mengira Jillian melukai dirinya sendiri mengingat jika gadis itu bodoh dan bisa saja berbuat aneh-aneh.
“Itu,” Jillian bingung menjelaskannya.
“Dasar bodoh, kau mencoba untuk bunuh diri hah!” Kay berkata dengan keras membuat Jillian memejamkan matanya sesaat. Untung saja hembusan nafasnya harum, oh tidak Jillian, apa yang kau pikirkan.
“Tidak.” jawab Jillian seraya menggelengkan kepalanya. Bukannya bunuh diri tapi yang ada dia hampir dibunuh, meskipun dia belum yakin. Tadinya dia ingin Kay memeriksanya sedangkan pria itu malah menuduhnya yang tidak-tidak.
“Lalu kenapa dengan tanganmu,” Kay masih menggenggam tangan Jillian yang terluka membuat gadis itu meringis karena merasa sakit.
“Tadi aku mencabut infusnya-”
“Bodoh! Untuk apa kau mencabutnya!”
“Kay, berhenti memanggilku bodoh.” Jillian menatap Kay dengan memohon. Hatinya sedikit sakit mendengar Kay menyebutnya bodoh. Dia tidak seperti itu.
“Kau memang bodoh.”
Baiklah, tidak ada gunanya lagi untuk Jillian melawan jika memang Kay inginnya seperti itu.
Jillian menjelaskan apa yang terjadi padanya tadi tanpa terlewat sedikitpun dengan perasaan kesal. Setelah mendengar penjelasannya rahang Kay berubah menjadi keras, urat di lehernya menonjol. Pria itu dengan cepat menghubungi seseorang.
KAMU SEDANG MEMBACA
LABYRINTHINE [Editing]
RomanceBertahan atau menyerah? Hanya dua kemungkinan itu yang bisa Jillian pilih. ❗ D A R K R O M A N C E 21+ Kedatangannya ke Indonesia membuat seorang Kay Cyrano Agesislou, pemilik perusahaan pelayaran terbesar di Yunani terobsesi terhadap seorang g...