Elgio Sakit

623 44 3
                                    

Maaf larut baru update 🙏🏻

***
Pagi ini Diara yang mengantar Elgio ke sekolah. Cukup mepet dengan waktu masuk, padahal ini hari Senin dan Elgio ada upacara bendera. Semua orang di rumah keluarga Lawalata tadi memang bangun kesiangan.

Namun kendati kesiangan, tadi Elgio benar-benar menjalankan nasihat Diara semalam. Elgio meminta maaf kepada Mbak Sari. Bocah itu bahkan memeluk Mbak Sari seraya berjanji tidak akan mengulangi perbuatan tidak sopannya. Mbak Sari sampai berkaca-kaca karena terharu.

"El, ini bekalnya nanti dimakan setelah upacara aja. Tadi El kan cuma sarapan sedikit." Diara menyerahkan sandwich yang ia siapkan secara kilat tadi.

"Makasih, Tante." Elgio menjawab lirih.

"Ya udah, El buruan masuk. Ini pasti sebentar lagi gerbangnya ditutup."

Bukannya segera keluar dari mobil, Elgio malah menatap Diara penuh keraguan.

"Kenapa, Nak?" Diara mengelus puncak kepala Elgio.

Elgio mengulurkan tangannya. Tatapan bocah itu masih tertuju kepada Diara. "Salim," ucap Elgio jauh lebih lirih. Akan tetapi, Diara masih mampu mendengar ucapan tersebut.

Hati Diara menghangat. Kedua bola matanya diselimuti kabut. Namun, tangan kanannya segera terangkat untuk menyambut uluran Elgio. Air mata Diara jatuh ketika pucuk hidung dan bibir bocah itu bersentuhan dengan punggung tangannya. Elgio mencium tangan Diara dengan takzim. Satu lagi rasa haru yang tidak bisa Diara jabarkan dengan kata.

Diara masih belum menjalankan mobil, meski Elgio sudah masuk ke sekolah. Bocah itu langsung keluar mobil setelah mencium tangan Diara. Dan Diara masih meresapi keharuan di hatinya. Sungguh ia tidak menyangka Elgio akan bersikap sesantun dan semanis itu walau tidak ada Gian atau Mala yang mengingatkan. Walaupun Elgio dalam mode tidak suka kepadanya, nyatanya bocah itu masih mau menghormatinya.

Getar ponsel di dashboard yang akhirnya menyadarkan pemilik Anomali Resto tersebut. Ternyata pegawai restorannya yang menghubungi. Tadi memang Diara meminta koki yang standby di restoran untuk membuatkan makanan. Makanan tersebut rencananya akan dibawakan untuk Gian dan Mala. Gegas Diara menuju ke restorannya untuk mengambil makanan dan setelah itu dia akan langsung ke rumah sakit.

Kaki Diara baru menjejak kamar rawat sang kekasih saat Mala ditelepon oleh guru Elgio. Raut ibu Gian itu dari yang semula semringah berubah panik seketika. Diara sampai menghentikan gerakan menurunkan kotak makan.

"Ma, kenapa? Siapa yang telepon?" tanya Gian beruntun setelah melihat ibunya mengakhiri panggilan telepon.

"Wali kelasnya El. Katanya El sakit. Langsung dibawa ke UKS setelah upacara. Gian, gimana ini?"

Rasa khawatir dan bersalah menyusupi hati Diara. Perempuan itu merutuki dirinya sendiri di dalam hati.

"Ma, tenang dulu. Gurunya El bilang nggak sakitnya apa?" Kendati terbaring sakit, Gian tetap tidak kehilangan kendali diri. Duda satu anak itu tetap tenang.

"Demam sama lemes katanya," jawab Mala.

"Mungkin itu efek kecapekan, Ma. Kemarin El lomba dari pagi. Habis itu syok lihat kondisi Gian." Gian mencoba memberi penjelasan.

"Semalam sepulang dari sini memang El nggak langsung tidur. El baru tidur saat udah lewat tengah malam. Tadi pagi juga cuma sarapan sereal. Maaf, Tante, Mas. Sepertinya ini salah Diara. Diara yang lalai menjag—"

"Dee, hei, itu bukan salah kamu. Jangan menyalahkan diri sendiri." Gian berusaha menggapai tangan Diara dari posisinya.

"Gian benar, Diara. Kayaknya memang El sakit karena kecapekan dan masih syok. Ditambah kurang istirahat. Semua terlalu tiba-tiba dan El belum mampu menerima semua itu dengan baik." Mala ikut menenangkan Diara. "Tapi ini gimana? Siapa yang jemput El?"

Cinta KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang