Chapter II: The First Morning

31 3 6
                                    

Terbangun oleh suara Valencia dan ketukan pintu, Luna langsung terduduk di pinggir kasurnya dan mempersilahkannya masuk. Ia kira hanya akan ada Valencia yang membantunya, namun wanita itu masuk diikuti oleh enam pelayan lain di belakangnya. Luna hanya mengedipkan dan mengusap-usap matanya beberapa kali, terlalu malas untuk bertanya mengapa harus ditangani oleh orang sebanyak itu. Ia lebih terbiasa dengan hanya Valencia yang membantunya. Sejujurnya, ia lebih terbiasa sendiri.

"Di mana Lucille?" tanyanya pada Valencia.

Salah satu pelayan menjawab, "Nona Voronin tidak diperbolehkan untuk berada di sayap barat istana, yang mulia."

"Dan siapa yang memberikan perintah itu?" tanya Luna keheranan.

"Para dewan, yang mulia," jawab pelayan itu.

Napasnya sempat terhenti dengan jawaban sederhana itu. Luna mencoba sebisanya untuk tidak memberikan tatapan jengkel, namun ia tahu kalau itu hanya akan menambah masalah. Ia hanya menghela nafas ringan dan langsung bersiap. Sebelum ia berjalan keluar dari ruangan, ia menatap dirinya di cermin tinggi yang terpasang di salah satu ujung kamarnya. Merapikan lipatan-lipatan kain berwarna dominan merah marun dan kuning pucat yang ia pilih di malam sebelumnya, lalu mengaitkan selendang hitam diantara lengannya. Ia terdiam sebelum menutupi wajahnya dengan kain hitam transparan lain yang mengait ke hiasan kepalanya. Meski beberapa memintanya untuk tidak menggunakan apapun dengan aksen hitam namun Luna tetap melakukannya. Mereka yang menentang berpikir bahwa Putri mereka tidak seharusnya menunjukkan indikasi berkabung lagi. Mereka ingin ia berpura-pura bahwa insiden sebelumnya tidak lagi berefek padanya, tapi Luna tidak peduli, Sebuah penghormatan, pikirnya, untuk mereka yang gugur dalam penyergapan kastil Telmar. Sebuah penghormatan untuk kawannya, tuan Halvor Hamid.

Banyak orang kira, untuk hidup di sebuah kastil adalah hal yang menyenangkan, tapi tidak untuk Luna. Ia pernah tinggal di kastil kecilnya sendiri. Ukurannya jauh lebih kecil dibandingkan kastil ini. Rumah kastilnya memiliki jarak jalan yang cukup luas antara satu ruangan ke ruangan lain. Namun yang satu ini, ukurannya berkali-kali lipat dibandingkan rumahnya, dan tidak akan pernah menyenangkan untuknya lalui. Tidak dengan gaun panjang yang menyapu lantai setiap hari. Ia merindukan apartemen kecilnya, dan bahkan seragam pelayannya.

Kali ini langkahnya menuntunnya ke ruang makan untuk sarapan. Sarapan tidak harus selalu dilakukan bersama, namun karena hari ini merupakan hari pertama para Di Ilios menjadi bagian dari monarki Archenland, mereka harus melakukannya sebagai sebuah formalitas. Pelayan sudah bersiap di sudut-sudut dan lowong masuk ruang itu untuk menyajikan makanannya saat diberi perintah oleh Dewan Agung nantinya yang kini memegang kekuasaan tertinggi sementara sebelum Phil dinobatkan menjadi Raja. Namun bahkan pria itu tidak ada di sana saat Luna sampai. Di sana hanya ada Phil, berdiri di belakang salah satu kursi sebelah kanan sudut meja terdekat dengan kursi makan di mana Raja seharusnya duduk. Phil tidak menyadari bahwa ada segerombolan gadis masuk ke ruangan itu dan ia hanya termenung dengan tangan bertumpu kepada sandaran kursi. Wajahnya tidak menunjukkan raut apapun selain kerutan wajah dan mata yang menyempit. Namun matanya tidak mengarah pada siapapun kecuali pada salah satu lilin yang ada di hadapannya.

Luna mendekatinya, meninggalkan dayang-dayangnya dan Valencia berada di ujung ruangan. Ia berusaha untuk tidak mengagetkan kakaknya dengan berjalan di sisi yang bersebrangan supaya ia sadar seseorang datang. Luna bertanya, "Di mana seharusnya aku duduk?" bertanya seakan-akan ia tidak tahu di mana ia ditempatkan. Namun sungguh, ia tahu.

"Kau tamu kehormatan kedua," jawab Phil tanpa mengalihkan pandangannya dari lilin kecil itu, "tempatmu tepat di depanku."

Ia tahu kakaknya seringkali memasang mimik seperti itu saat sesuatu mengganggu pikirannya. "Ada yang ingin kau bicarakan?" tanya Luna.

Phil menghela nafas dan menggeleng. "Tidak... setidaknya tidak sekarang." Saat matanya mengarah kepada adiknya, ia tidak bisa mengalihkan pandangannya dari kain hitam yang melilit lengan Luna, ia bertanya, "Berkabung?"

Luna terkekeh, "Bagaimana denganmu? Kemeja hitam bukanlah hal yang awam," sindirnya.

Lalu suara-suara terdengar menggema dari lorong-lorong terdekat. Keduanya mengarahkan pandangan mereka ke sumber suara derapan langkah-langkah kaki terseret berat, namun sebelum siapapun masuk dari lowong-lowong sudut ruangan, Phil berbisik, "Mungkin untuk mereka, tuan Hamid bukanlah siapa-siapa, tapi tidak untuk kita."

"Pangeran, tuan putri," sapanya seorang pria tertua di antara gerombolan itu. Ia mengangguk kepada Phil memintanya untuk duduk sebelum ia sendiri duduk di tempatnya.

Baru kali ini Luna dan Phil bertemu dengan Dewan Agung Archenland. Seperti di Telmar, Dewan Agung merupakan ketua dari para Dewan yang ada di Archenland. Seperti Perdana Menteri, mereka memiliki kuasa atas pemerintahan, namun Dewan Agung tidak memiliki kedudukan lebih dari Raja dalam memerintah kerajaannya.

Luna memandang Erwin yang baru saja datang bersama sang Dewan Agung dan berdiri di sisi yang sama dengan Phil seakan-akan bertanya apakah mereka harus duduk sebelum pria tua itu. Namun Phil tidak ingin mempertanyakan itu dan langsung duduk di tempatnya, dan Erwin mengangguk kecil.

Saat mereka mulai memakan makanan yang mereka sajikan, Phil bertanya, "Di mana Damien?"

"Damien memulai harinya lebih pagi, yang mulia. Ia berada di lapangan Kastil bersama para Ksatria," jawab sang Dewan Agung.

Meja itu jauh lebih ramai dibanding seharusnya. Di sana hanya ada Phil, Erwin, dan meja didominasi para dewan. Valencia, sebagai dayang, ia hanya boleh berada di sudut ruangan bersama yang lainnya. Tidak seperti di Narnia, Valencia tidak diundang sebagai tamu. Ia hanyalah pelayan utama seorang Putri. Tidak lebih.

"Ku dengar nona Lucille tidak diperbolehkan berada di sayap Barat. Apa benar?" tanya Luna menyinggung tentang ketidakhadiran Lucille.

Dewan Agung mengangguk, "Lucille Voronin merupakan tahanan Kastil. Ia akan diberikan tempat, namun tidak diperbolehkan pergi dan berkeliaran di Kastil tanpa izin."

"Belgrave," jawab Luna. Dewan Agung menatapnya kebingungan dan Luna menjelaskan, "Nama belakangnya... ia memilih untuk dipanggil Belgrave."

"Panggillah ia sesuai dengan siapa dia sebenarnya, yang mulia."

Luna menekankan, "Dan untuk sekarang, Belgrave. Jika ia memintanya, aku akan menghormatinya."

"Ia adalah seorang krimina-"

"Nona Belgrave adalah saudariku. Juga..." tegasnya karena jengkel, "Ia sudah menikah dengan seorang Tisroc. Jika kau benar-benar bijak dalam hal ini, kau akan menginginkannya berada di pihak kita." Luna menguatkan pendapatnya.

Sang Dewan Agung terkekeh. Ia tidak seperti kebanyakan dewan lainnya. Ia lebih lihai menutupi kejengkelannya, dan kekehannya tidak terdengar seperti hinaan. "Persis seperti apa yang mereka katakan padaku. Nona Luna tidak takut untuk mengemukakan idenya dan mengatakan kebenarannya." Luna bingung apakah ia harus menganggap itu hinaan atau justru pujian, namun ia melanjutkan waktu sarapan itu terdiam mendengarkan semua informasi yang sang Dewan Agung berikan.

Lost in Time: House of the Phoenix (BOOK 3)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang