"Apa yang sebenarnya terjadi?"
Yoo Jonghyuk akhirnya angkat bicara setelah diam dalam waktu yang lama. Awalnya dia hanya akan bertanya dan memastikan langsung pada Kim Dokja sendiri. Namun wajah yang terlelap ini lebih pucat dari biasanya, keresahan yang tak terkatakan lebih mendominasi sampai-sampai Jonghyuk tidak tahan lagi untuk tidak bertanya pada Han Sooyoung.
"Bukankah kau bilang dia demam dan lukanya berdarah lagi? Apa kau tidak memastikannya?" Han Sooyoung mengalihkan pandangan dari jendela dan menjawab pertanyaan sendiri, "Kau pasti tidak benar-benar melihat lukanya. Jahitan kulit dibagian perut terbuka, untungnya tidak lebar dan aku hanya menambahkan sedikit jahitan. Yoo Jonghyuk, kuberitahu, luka yang dijahit dengan kedua tanganku sendiri tidak semudah itu untuk terbuka, dia pasti terjatuh dengan keras kemarin."
Yoo Jonghyuk melirik Kim Dokja sebentar sebelum kembali menatap tepat ke arah mata Han Sooyoung. "Jika bukan karena melihat ada perban berdarah di kamarnya, aku tidak akan diberitahu. Dokja melarang ku melihat lukanya dengan alasan dia sudah mengobati sendiri dan itu bukan hal yang serius." Ada guratan halus yang terbentuk di dahi Jonghyuk ketika dia melanjutkan, "Ketika datang malam tadi, demamnya sudah cukup tinggi. Jadi kuputuskan untuk percaya dan mencoba merawat demamnya tanpa memikirkan apapun lagi."
Siapa sangka ternyata dia akan ditipu. Yoo Jonghyuk merasa bahwa perlu untuk mengajari sesuatu pada Kim Dokja yang seperti ini.
Han Sooyoung mengendus pemikiran Yoo Jonghyuk dan mengangguk mantap sambil tertawa kecil, dia memutar kursinya dalam satu kali dorongan dan berkata, "Dokja terlalu sering berbohong tentang keadaannya, kali ini kita tidak bisa melepaskan masalah dengan mudah."
"Ya." Pria itu mengangguk dengan yakin, namun hanya sedetik, setelah itu dia mulai berekspresi bingung. "Tapi bagaimana caranya?"
Sooyoung bangkit dari kursi dan tertawa, "Kau sama idiotnya, haha, otakmu selalu encer, ketika menghadapi semua hal tentang Dokja, otak itu berubah jadi ikan trenggiling yang renyah, hahahaha,"
Yoo Jonghyuk yang tidak tahu dimana letak lucunya: "...."
"Marahi saja dia." Menghampiri Jonghyuk untuk kemudian menepuk pundak rekan terdekatnya, Sooyoung tersenyum lebar. "Jika dia masih tak acuh, kita akan menjadikannya badut telanjang ditengah camp."
Jonghyuk menghela napas, "Apa yang kau bicarakan."
"Lupakan." Sooyoung mengedikkan bahu dan kembali berjalan langkah berat menuju mejanya dengan tangan kiri masuk ke dalam saku jasnya, dia tiba-tiba menatap map putih yang sebelumnya dia baca berulang-ulang dengan teliti.
Yoo Jonghyuk sudah terlanjur berpindah afeksi, menatap wajah damai Kim Dokja sehingga ia tidak melihat ekspresi Han Sooyoung yang terlihat kacau dan linglung pada saat ini.
Ada pergulatan batin yang membentur relung Han Sooyoung, seumur hidup, jika diperbolehkan, dia tidak akan membacakan hasil pemeriksaan medis yang dilakukan Kim Dokja ketika dia terlelap pada siapapun.
Senyum yang sebelumnya tampak cabul saat berinisiatif menanggalkan pakaian Kim Dokja di tengah camp seolah hanya delusi. Dia tidak bisa lagi menyembunyikan matanya yang berair, firasat negatif yang sedari awal muncul tatkala melihat luka Kim Dokja tidak lagi terbendung.
Dengan sedih, dia berkata pelan. "Yoo Jonghyuk, ada yang harus kau ketahui."
•••
"Jangan dekati lagi Shin Yoosung." Yoo Jonghyuk memiliki mata gelap yang dalam, penuh kasih ketika bicara dengan sungguh-sungguh. "Dekati saja aku, hanya aku."
Nyaris menembak mati burung pipit di salah satu dahan pohon apel, sniper Remington 700 tergelincir dari tangan Kim Dokja tatkala dia kehilangan fokus sedetik setelah ucapan Yoo Jonghyuk terdengar ke telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
M16 || Jongdok
Fanfiction"Rubah bahkan kalah licik, senyum manis macam apa itu, yang kau berikan padaku?" "Hanya sebuah senyum pemikat untuk menggodamu." Kim Dokja menatap dengan kesembronoan yang tampak penuh hasrat, jenis tatapan ekspresif mendalam dimana telah terukir is...