03

188 27 0
                                    

Setelah bermalam di rumah Zee, Arsa terbangun dengan perasaan yang segar. Dia merasa berbahagia dan penuh rasa syukur atas penerimaan hangat yang dia terima dari keluarga Keyzee. Saat melangkah turun ke ruang makan, Arsa disambut dengan senyuman hangat dari Lana yang telah dengan penuh kebaikan menyiapkan sarapan yang lezat.

"Selamat pagi Om, Tante," sapa Arsa dengan senyum tulus.

"Pagi Arsa, ayo duduk. Kita sarapan bareng," balas Lana memperlakukan Arsa bagaikan anaknya sendiri.

Dengan sedikit rasa canggung, Arsa ikut bergabung di meja makan bersama kedua orang tua Zee. Sedangkan gadis itu belum terlihat sama sekali oleh Arsa saat ini.

"Gimana Arsa? Nyenyak tidurnya?" tanya Ryan berbasa-basi dengan Arsa yang duduk dihadapannya.

"Alhamdulillah, Om. Terimakasih banyak atas tumpangannya."

"Sekalian nanti saya juga mau pamit pulang, Om, Tante."

"Loh? Kenapa? Tangan kamu belum sembuh total, disini dulu aja," kata Lana perhatian.

"Saya nggak enak ngerepotin Om sama Tante terus. Lagipula tangan saya juga nggak terlalu parah."

"Nanti kalau kamu kenapa-napa gimana? Kalau disini kan ada kita yang bisa jagain kamu."

"Inshaallah, saya bisa jaga diri Tante. Soalnya saya juga harus kerja," lagi-lagi Arsa menolak kebaikan keluarga Dikson ini.

"Saya bangga sama kamu. Mungkin kita memang baru kenal, tapi melihat kepribadian kamu yang mandiri membuat saya teringat masa lalu saya," ucap Ryan tersenyum pada Arsa.

"Saya yakin suatu saat nanti kamu akan menjadi orang sukses, Arsa."

"Amin, terimakasih, Om."

Saat Arsa dan kedua orang tua Zee sedang menikmati hidangan yang disajikan, tiba-tiba Zee muncul dengan seragam sekolahnya yang rapi. Arsa merasa terkejut melihat Zee dan terlihat canggung karena Zee tampak memperhatikannya dengan intensitas yang luar biasa. Tanpa rasa malu sedikit pun, Zee duduk disamping Arsa lalu tersenyum manis. Tidak peduli jika kedua orangtuanya sedang memperhatikan kegilaannya.

"Pagi," sapa Zee dengan ramah.

Arsa balas tersenyum kikuk. "Pagi, Zee."

Zee dengan setia masih memperhatikan wajah Arsa dari samping. "Kalau diliat-liat lo ganteng juga ya."

"Uhuk!"

Zee tertawa kecil, melihat wajah Arsa langsung salah tingkah setelah dia memuji. Tapi Zee berkata jujur, pahat wajah yang dimiliki Arsa terbilang cukup sempurna, hidungnya mancung, rahang tegas, bulu mata lentik disertai alis yang tidak terlalu tebal. Membuatnya terlihat begitu manis. Meski wajahnya kurang bersih, wajar, karena Arsa tidak memiliki cukup uang untuk perawatan dan dia selalu bekerja setiap saat.

Sedangkan Lana dan Ryan yang sibuk memperhatikan, hanya mampu geleng-geleng kepala. Mereka sudah memaklumi jika anak mereka memang tidak tahu malu pada siapapun. Bahkan dia berani terang-terangan dalam berbicara.

Kemudian, Zee memperhatikan Arsa yang sedang berjuang untuk makan dengan tangan kirinya karena tangan kanannya yang masih belum bisa digunakan. Dengan inisiatif yang luar biasa, Zee semakin menggeser kursinya dekat dengan Arsa dan dengan lembut menawarkan diri untuk menyuapkan makanan ke mulutnya.

"Biar gue suapin ya."

Arsa lantas terkejut, sedang enak-enaknya makan tiba-tiba Zee merebut piring miliknya. Lalu menyodorkan sendok berisi nasi kehadapan Arsa.

"Eh, nggak usah, Zee. Saya bisa sendiri kok." Arsa meringis, dirinya semakin dilanda rasa canggung dan berusaha menahan malu sebab Lana dan Ryan sedang memperhatikan interaksi keduanya.

Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang