04

178 25 0
                                    

Zee merasa gelisah dan khawatir karena sudah tiga hari tidak mendengar kabar tentang Arsa. Rasa penasarannya semakin memuncak, dan kekhawatirannya terhadap cowok itu semakin menjadi-jadi. Dia takut bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi pada Arsa, dan ketidakhadirannya membuat Zee merasa tidak tenang.

Belakangan ini, Zee sering terlihat melamun di kelas, teralihkan oleh kekhawatiran dan rasa penasaran tentang keadaan Arsa. Saat Karina, temannya, datang menghampirinya dengan penuh semangat, dia hendak mengajak Zee untuk makan di cafe setelah pulang sekolah nanti.

"Zee, pulang sekolah ikut kita ke cafe yuk."

"Gue lagi mager." Zee menolak tawaran tersebut, menunjukkan sikap yang tidak biasa bagi Karina. Biasanya gadis itu paling semangat kalau diajak kemanapun.

"Kenapa sih, Zee? Gue perhatiin akhir-akhir ini sering banget galau. Putus dari pacar? Eh, emang Zee punya pacar?"

Karina bingung dengan reaksi Zee yang tak biasa. Dia merasa ada yang tidak beres dengan Zee.

"Sialan lo." Zee mendelik tajam kearah Karina yang kini sedang terkikik menertawainya. "Ini bukan soal pacar, lo nggak bakal ngerti."

Karina mengangkat bahu seraya menghela nafas panjang. "Terserah deh, yang jelas hari ini lo ikut kita ke cafe. Lumayan ditraktir si Diva."

"Gas lah, kalau gratisan."

Meskipun Zee awalnya enggan, Karina berhasil meyakinkannya untuk tetap ikut ke cafe setelah sekolah. Zee memutuskan untuk memberi kesempatan pada Karina dan berharap bahwa makan dan bersenang-senang bersama temannya itu dapat mengalihkan pikirannya dari kekhawatiran tentang Arsa.

"Nah, gitu dong."

"Denger gratisan aja semangat lagi lo."

"Hehe, maklum lagi mau hemat."

❃❃❃

Setelah pulang sekolah, Zee dan empat gadis lainnya memutuskan untuk singgah ke sebuah cafe yang terletak tidak jauh dari sekolah. Meskipun suasana ceria terpancar dari teman-temannya, Zee terlihat lebih banyak diam dan hening sepanjang perjalanan. Keadaan Zee tidak terlalu dihiraukan oleh teman-temannya, yang mungkin menyadari bahwa Zee sedang melalui masa sedih.

Sesampainya di cafe, kelima gadis tersebut segera memanggil pelayan untuk mencatat pesanan mereka. Saat seorang pria muda datang untuk melayani mereka, dia dengan cermat mencatat pesanan yang diberikan oleh anak-anak SMA tersebut. Tidak ada yang terlalu mencurigai perubahan sikap Zee, mungkin menganggapnya sebagai bagian dari suasana hati yang sedang berubah.

"Ada yang lain, Kak?" tanya sang pelayan cafe dengan ramah.

"Lo pesen apaan, Zee?" tanya Aretha yang duduk disebelah Zee.

Ketika giliran Zee untuk memesan, dia tiba-tiba terkejut dan segera berdiri dari tempat duduknya ketika matanya bertemu pandang dengan seorang pelayan cafe tersebut.

"Arsa?"

Di depannya berdiri Arsa, seseorang yang menjadi alasan di balik keheningan dan lamunannya selama ini. Arsa, dengan sikap santai dan senyuman yang ramah, tiba-tiba muncul di hadapan Zee, menciptakan momen yang penuh kejutan.

"Zee?" Arsa awalnya juga tidak sadar, diantara lima orang gadis ini, ada seseorang yang pernah membantunya saat itu.

Zee, yang sebelumnya terdiam dan hening, merasa campur antara terkejut, senang, dan sedikit canggung. Dia tidak menyangka bahwa Arsa akan muncul di cafe yang sama saat itu. Dalam keadaan yang mengejutkan ini, Zee mencoba untuk menyembunyikan perasaannya yang campur aduk itu di hadapan Arsa.

Arsa, dengan tatapan hangat dan penuh kebaikan, menyambut Zee dengan ramah. "Apa kabar? Senang akhirnya bisa ketemu kamu lagi," ucap Arsa dengan suara lembut.

"Kenapa selama ini nggak pernah dateng ke rumah?" Alih-alih menjawab pertanyaan Arsa, Zee sedikit emosi saat bertanya pada cowok itu.

"Maaf, Zee. Saya sibuk kerja, jadi belum sempet ngabarin." Arsa masih tetap tersenyum tenang. "Kamu baik-baik aja kan?"

"Menurut lo?" Terlihat Zee seakan menahan tangis. Ucapan Zee benar-benar membuat Arsa bingung.

"Ini semua juga gara-gara lo, gue kepikiran tau nggak."

Arsa sejenak terdiam, tersenyum miris juga sangat merasa bersalah telah membuat Zee khawatir akan dirinya. Meski mereka bukan siapa-siapa, namun, Arsa merasa bahwa Zee benar-benar orang yang tulus.

"Maafin saya, Zee."

"Tangan lo udah nggak papa?" Zee kini mulai melunak. Pandangannya jatuh pada sebelah tangan Arsa yang sudah tidak di gips lagi.

"Udah nggak papa kok. Kamu tenang aja."

Zee, yang masih terkejut dengan kehadiran Arsa, mencoba untuk menjaga ketenangan dan tersenyum tipis. Meskipun ada kebingungan dan kekhawatiran di dalam hatinya, Zee merasa lega dan bahagia bisa bertemu dengan Arsa di cafe tersebut.

"Arsa, kerja woi!" Tiba-tiba partner Arsa di cafe tersebut langsung menegur Arsa untuk tidak terlalu lama mengobrol dengan pelanggan.

"BENTAR!" bentak Zee pada salah satu karyawan yang sedang menegur Arsa barusan.

"Buset!" Karyawan tersebut berhasil terkejut dan terdiam saat melihat tatapan memangsa milik Zee.

"Maaf, Zee lain kali kita ngobrol lagi ya. Saya harus kerja." Arsa mulai tidak enak, dia bergegas menyelesaikan pekerjaannya disana, kemudian pamit pergi.

"Gue bakal tungguin lo sampai selesai."

Ucapan Zee kali ini berhasil menghentikan langkah Arsa.

"Zee..."

"Lo berhutang sesuatu sama gue."

Arsa tercekat, tatapan mengintimidasi milik Zee benar-benar tidak bisa dihindari.

"O-oke." Setelah membalas ucapan Zee, Arsa kini benar-benar pergi dari hadapan Zee tanpa mencatat pesanan milik gadis itu.

"Lo kenal dia Zee?" Zee mengangguk atas pertanyaan Karina.

"Ah, gue paham. Jangan-jangan lo galau gara-gara dia?" Karina mulai sadar sesuatu tentang Zee. Saat melihat cowok tadi, perubahan sikap Zee yang tadinya murung kini mulai berkurang.

"Lo suka sama pelayan itu ya, Zee?" timpal Diva.

"Jangan sebut dia pelayan atau gue tabok kepala lo!" Zee menatap tajam kearah cewek berpipi chubby itu, dia kesal mendengar temannya itu menjelekkan-jelekkan Arsa.

"Rendah banget selera lo sekarang. Bukannya lo suka sama Tama, ya?" Nadia ikut-ikutan, tidak peduli saat ini Zee sedang kesal.

"Sejak kapan gue sama dia? Gue sama Tama cuma temen biasa kok."

"Berarti bener lo suka sama orang itu kan?" tanya Aretha.

"Emang kenapa kalau gue suka sama dia? Ada yang salah? Toh, dia juga manusia kok. Kecuali kalau gue sama hewan, itu baru salah." Zee kembali emosi mendengar pertanyaan tidak bermutu teman-temannya. Dia kembali berdiri dan segera meninggalkan cafe dengan perasaan dongkol.

"Zee? Lo mau kemana?" teriak Karina.

"Nyari angin!"

"Sensian banget sekarang, heran."







"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Unexpected LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang