Chapter 030

46 1 0
                                    

Pagi-pagi sekali Noah sudah berdiri di depan pintu unitnya dengan setelan rapi. Noah menunggu Kiana keluar karena pintunya tak bisa Noah buka.

Satu jam menunggu akhirnya Kiana keluar, gadis itu nampak terkejut melihat kehadiran Noah. Tapi, langsung melewatinya saat Noah hendak bicara.

"Kian, tunggu!"

Noah menarik tangan Kiana dan membuat langkahnya terhenti. "Kian, let me explain this. Kamu jangan marah, please."

"It's over, Mas. Kalaupun ada yang mau kamu jelasin, it's too late."

"No, I love you Kian. You can't do this ... please," lirih Noah.

Genggamannya ia eratkan pada tangan Kiana, Noah tidak mau kehilangan Kiana. Apalagi hanya karena hal sepele, Noah sungguh tak ingin melepaskan Kiana begitu saja.

"Kamu boleh marah sama aku karena kejadian semalam, tapi tolong ... seenggaknya kamu dengerin alasan aku kenapa bisa sekasar itu sama Mama," pinta Noah dengan sangat, sudut matanya bahkan berair.

Kiana menatap kesungguhan dalam mata Noah, tapi dia bingung, haruskah mendengar cerita Noah dan memaklumi sikapnya semalam atau lebih baik pergi dan jalani hidup masing-masing.

Namun, dalam lubuk hatinya Kiana pun enggan berpisah dengan Noah. She love him so much. Kiana sudah nyaman dengan Noah.

"Selama ini ada sesuatu yang kamu sembunyiin kan, Mas? Kamu tahu semua tentang aku even my past. Sedangkan aku? Aku gak tahu apa pun tentang kamu, Mas. Mana mungkin kita bisa menikah kalau gak saling mengenal satu sama lain?" ujar Kiana.

Noah menggeleng. "Gak, Kian. I promise I'll tell you everything about me, jadi aku mohon ... jangan pergi."

"Tapi, kenapa baru sekarang? Kenapa gak dari dulu aja kamu cerita sama aku? Apa harus nunggu mama kamu dateng baru mau cerita?" papar Kiana.

"Kupikir kita emang sedekat itu, makanya mutusin buat nikah ... tapi ternyata aku belum tahu apa-apa tentang kamu. Kamu pun gak jujur sama aku, kenapa? Gak percaya sama aku, Mas?"

Noah diam, dia mengaku salah. Noah pikir dia bisa mengurus semuanya tapi ternyata tidak.

"Maaf, Kian," lirih Noah.

"Aku cuma gak mau kamu terlibat sama masalah aku. Masalahku terlalu rumit, Kian. Bahkan, ini bukan cuma tentang aku, tapi juga Queen. Selama ini mungkin kamu bertanya-tanya kemana orang tua aku, kenapa aku cuma tinggal sama Queen dan gak pernah cerita soal latar belakang aku. Itu karena ... I even don't know where they are, Kian. Tiga belas tahun belakangan ini aku gak pernah ketemu mereka dan sekarang mereka hadir untuk minta maaf. Kamu mengharapkan aku berbuat apa, Kian?"

Kiana terdiam, tiga belas tahun bukanlah waktu yang sebentar. Kini, Kiana merasa tak enak hati sudah memaksa Noah menceritakan kembali masa lalunya.

Kemudian tanpa banyak kata, Kiana memeluk Noah dan mengusap-usap punggungnya.

***

"Setelah tahu ini kamu gak akan pergi kan, Kian?" Noah bertanya.

Kiana menoleh dengan senyum khasnya. "Aku mungkin kecewa banget sama perlakuan kamu, Mas. Tapi, sekarang aku bisa ngerti kok. Ini pasti berat kan buat kamu sama Mbak Quincy."

Noah mengangguk. "Sebenernya udah dari lama Queen minta aku untuk jujur sama kamu, tapi aku belum siap. Maaf ya, Kian."

"Aku juga ... minta maaf ya," ucap Kiana.

Noah menatap Kiana dengan mata coklatnya. "Gapapa Kian, asal jangan minta aku untuk batalin pernikahan ini. I can't lose you."

Kiana tersenyum lantas menghambur ke pelukan Noah. Rasanya bodoh sekali kemarin saat ia meminta pernikahannya dibatalkan. Lain kali Kiana tidak mau asal bicara lagi.

Noah lalu melepaskan pelukannya dan menarik tangan kanan Kiana seraya mengeluarkan sebuah cincin.

"Lain kali aku gak mau lihat kamu lepas cincin ini lagi ... promise me," ujar Noah sembari menyematkan cincin itu di jari manis Kiana.

"Promise!" balas Kiana sambil tersenyum manis.

***

Quincy menatap bingung pada pria yang kini sedang berdiri di hadapannya sambil membawa sekotak donat aneka rasa.

"Siapa ya? Ada perlu apa ke sini?" tanya Quincy.

"Eh, lo gak inget gue?" balas pria di depannya.

Quincy sontak menggeleng.

"Gue Ben, yang waktu itu nyewa jasa foto di sini," ujarnya.

Quincy mengerjapkan matanya karena ingat nama itu, dia adalah pria yang waktu itu mengganggu ketenangan Quincy.

"Ada perlu apa?" tanya Quincy setelahnya.

"Gue mau minta maaf atas kejadian beberapa waktu yang lalu dan sebagai permintaan maaf, gue mau lo nerima ini. Kata mbak-mbaknya ini donat paling enak se-Indonesia, jadi lo harus coba," tutur Ben panjang lebar.

"Dia ini bicara apa sih?" batin Quincy.

"Gapapa, gue udah lupa kok dan lo gak perlu bawa beginian segala. Udah ya, gue lagi sibuk nih. Lagipula orang luar gak boleh masuk," papar Quincy.

Quincy hendak menyuruh Ben keluar, tapi pria itu malah menahannya.

"Terima dulu donatnya, kalau enggak gue bisa diomelin Bunda. Ambil ya, please."

Quincy kembali mengerjapkan matanya kala mendengar Ben mengucapkan bunda.

"Bunda?" ulang Quincy.

"Iya, Bunda gue ada di depan noh. Kalau gue bawa pulang lagi donatnya ntar dia marah, jadi please ... terima ya. Mumpung gratis nih," ucap Ben.

Karena Quincy tidak mau ribet akhirnya dia ambil donat itu dari Ben, tak lupa mengucapkan terimakasih.

"Ya Allah akhirnya, gue dimaafin kan ya? Kalau gitu gue permisi deh, thanks lho!"

Ben benar-benar pergi dan sosoknya langsung tak terlihat dari balik pintu. Lantas Quincy menatap ke luar jendela yang berhubungan langsung dengan jalan besar, ternyata benar, pria itu diantar sang bunda.

"Dokter Asa?"

***

Taka baru selesai kontrol kesehatan saat tak sengaja bertemu dengan Anna. Mantan istrinya itu terlihat menunduk dengan tatapan yang kosong.

"Anna," panggil Taka.

Anna mendongak dan terkejut saat melihat Taka ada di hadapannya.

"Mas Taka, ngapain di sini?" tanya Anna.

"Habis kontrol, kamu sendiri ngapain di sini?"

"Sama," jawab Anna.

Taka lalu duduk di samping Anna yang kebetulan kosong, mereka saling diam untuk beberapa menit sebelum akhirnya Taka memulai pembicaraan.

"Beberapa waktu lalu aku ketemu sama Noah," ujarnya, "Dia sekarang udah jadi orang sukses, aku bangga sama dia."

Anna menoleh lantas menyahut, "Sepertinya mereka baik-baik aja tanpa kita, Queen juga tumbuh jadi gadis yang cantik."

Tapi, kemudian Anna teringat tentang putrinya. Apakah Taka mengetahui soal Quincy?

"Mas Taka," panggil Anna.

Taka menoleh. "Ada apa?"

"Kamu ... kamu tahu soal Queen?" tanyanya.

"Tahu," jawab Taka.

Sudut mata Anna langsung berair, dia merasa malu pada mantan suaminya itu.

"Maaf ya Mas, karena aku gak bisa jaga Queen. Ini salahku yang terlalu percaya sama dia," kata Anna sangat menyesal.

Taka menggeleng. "Ini bukan salah kamu, ini salahku Anna. Kalau seandainya aku bisa mempertahankan pernikahan ini, anak-anak kita gak akan menderita seperti ini."

"Kita berdua salah karena mementingkan ego masing-masing, walaupun aku tahu dampak yang akan terjadi pada anak-anak kalau kita berpisah. Bodohnya aku tetap pilih jalan ini," ungkap Taka.

"Aku ingin mereka kembali Mas, sebelum Tuhan ambil nyawa aku."

Complicated Love | END | Unedited Version Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang