Apakabar?

9 3 1
                                    

Aku mencari kontak watshap kamu sudah ku scroll dari A sampai Z tapi tidak kunjung kutemukan. Ternyata aku lupa, aku lupa kalau nomor kamu sudah tereliminasi dari ponselku. Sedangkan kalau aku sudah lama tereliminasi dari hatimu. Aku terdiam , tiba-tiba dari kepalaku muncul banyak sekali pertanyaan -pertanyaan yang selama ini tak pernah aku temui jawabannya. Apakah melupakanku semudah itu? Atau memang kau yang sangat lihai perihal mencari yang baru? Atau karna seseorang yang kau temui itu lebih pandai membuatkan kopi kesukaanmu? Atau atau dan atau, aaarrggg aku hanya bisa berprasangka. Aku capek dibuat seperti ini, capek dibuat terus-terusan penasaran dengan alasan kamu yang tiba-tiba menghilang. Kita adalah dua orang yang saling ingin untuk hidup masing-masing. Kau yang tak cukup denganku dan aku yang tak mau jadi salah satu.

Aku sedikit heran, aku yang hanya meminta sedikit waktumu untuk mengabariku tapi kalah dengan perempuan itu yang punya banyak mau. Aku cuma ingin di kabari, sedangkan dia ingin jalan-jalan tiap hari, dan selalu ingin cek out shopee. Dan kau turuti semua maunya, kau turuti semua manjanya kau kabulkan semua rengekannya, sedikit tidak adil memang. Bagaimana aku betah, bagaimana aku mampu terus-menerus bertahan sedangkan kamu sering kabur-kaburan.

Lebih baik kita putus, perjuangkan saja selingkuhanmu itu. Ucapku lirih dalam percakapan kita di ponsel pada malam itu.
Kau diam, aku ikut diam.
Dan malam terasa semakin dingin.
Nggak usah ngomong aneh-aneh, ucapmu mejawab perkataanku.

Rasanya aku ingin menelan dunia saat itu juga, atau meruntuhkan gedung-gedung pencakar langit. Terdengar miris sekali, seakan-akan kamu takut kehilanganku sedangkan dia yang menjadi prioritasmu. Aku menarik nafas dan berusaha menenangkan diri.

Kalau aku bukan satu-satunya bisakah kau mencoret yang lainnya dan menjadikanku satu-satunya?

Tapi nyatanya kamu nggak bisa, kamu nggak bisa cuma sama aku. Kamu nggak pernah cukup memiliki aku. Tapi kenapa kamu bersikap seolah-olah kamu tidak mau kehilanganku. Jangan membuat aku terlalu percaya diri dengan perasaan ini.

Lamunanku pecah saat sebuah panggilan mendarat di ponselku. Aku tak kunjung mengangkatnya, aku hanya mematung melihat layar ponsel yang terus-terusan berdering. Setengah tidak percaya profil yang muncul di layar itu muka kamu. Jatungku berdebar lebih kencang dari biasanya, bukan perasaan senang namun rasa sakit itu tiba-tiba kembali terngiang.

Hallo,

Ucapku dengan suara terbata-bata

Hai, apa kabar?

Ucapmu dengan nada sook asyik.

Aku baik-baik saja, apalagi setelah kau tinggalkan.

Kau diam, aku ikut diam.

Entah kenapa semenjak kejadian itu, obrolan denganmu lebih banyak diamnya. Aku tidak pernah menemukan kata-kata yang tepat untuk mengungkapkan betapa hancurnya perasaanku. Aku sakit, bukan hanya sekali tapi berkali-kali. Dan sampai kapanpun kamu tak akan pernah tau bagaimana rasanya jadi aku.

Aku ingin sembuh,Tuan. Aku ingin merasakan dicintai seperti kamu mencintai perempuan lain. Atau mungkin aku terlalu buruk untuk bisa diperlakukan baik olehmu? Aku memang tidak sempurna, kau pun sama. Tapi bedanya aku terima seluruhmu sedangkan kamu tidak. Bahkan sampai saat ini, sampai tulisan ini kau baca aku masih belum tau sudut mana dari diriku yang tidak bisa kamu terima. Aku masih belum tau penyebab kamu berpaling. Aku masih kerap bertanya-tanya kenapa kita berakhir. Jawaban yang kutemui selalu karna dia, karena ada dia. Karna kau bersamanya, kau bahagia dengannya. Tapi bisakah kau kasih tau aku penyebab yang lainnya? Biar aku bisa bercermin dan tidak terulang di episode selanjutnya.

Aku sedikit ragu-ragu saat menulis ini, aku sedikit khawatir kau mengira aku masih mencintaimu. Tidak, sudah tak ada sedikitpun perasaan ingin mengulang kisah denganmu. Aku sudah tidak lagi mencintaimu. Aku tidak mau terus-terusan membodohi diri. Dan kalau tulisan ini sampai dikamu dan kamu berkenan untuk membacanya, tolong jangan berprasangka buruk tentang maksud dan tujuanku. Tadinya, aku menulis ini supaya kamu tahu kalau kamu sejahat itu. Tapi percuma, kamu nggak akan menyadari itu.

Aku menulis ini untuk menyelamatkan banyak hati, untuk menguatkan mereka, atau bahkan untuk memberi tahu ke mereka bahwa mereka tidak sendirian, mereka tidak tersakiti sendiri. Ada kisah yang bahkan jauh lebih buruk dari kisah mereka. Tapi selebihnya terserah, kamu bebas berfikir apapun tentang tulisanku ini. Karena aku tidak berhak mengatur perasaanmu.

Nanti kalau kau temui rasa sakit saat kau membacanya, itulah rasaku. Tapi kalau kau temui perasaan gembira di dalamnya itulah kebodohanku tatkala mencintaimu. Dan kalau selepas membaca ini kebencianlah yang kau temukan, itu hanya prasangkamu. Aku tak ingin menjadi pembenci, apalagi membencimu.

Kisah kita tidak seluruhnya luka. Ada bahagianya juga. Aku pernah menjadi manusia paling beruntung saat dimiliki kamu. Aku pernah membuat orang-orang iri melihat kamu begitu bangga memilikiku. Dan aku pernah merasakan betapa nyamannya aku dalam dekapanmu. Membayangkan indahnya hidup bersamamu adalah rutinitas yang kerap aku lakukan sebelum aku tertidur. Tawamu, candamu, semuanya aku suka. Kita pernah sama-sama terjaga di larut malam hanya untuk bertukar sapa. Kau pernah jauh-jauh mengunjungiku hanya untuk melepas rindu. Semoga kau mengingatnya. Meskipun saat ini kita hanyalah dua orang asing yang sedang menjalani takdir hidup masing-masing. Kini kau sudah bahagia dengan perempuan pengganti ku itu. Sudah ada yang membuatkan sop yang lebih enak dari buatanku. Sudah ada yang memasakan hidangan-hidangan yang jauh lebih sedap dari racikan tanganku. Sudah ada yang menyeduhkan kopi di pagi hari. Semuanya sudah. Akupun sudah, sudah terbiasa tanpamu, sudah merelakan jemarimu menggenggam jemari lain, sudah mengikhlaskan tubuh tegapmu melindungi sosok lain. Dan semuanya tentangmu sudah tak ada lagi artinya. Aku sudah berhasil melewati masa-masa sulit itu. Masa-masa yang membuat ku ingin berhenti hidup. Masa-masa yang kalau saat ini dikenang sudah lagi tak ingin diulang.

Terimakasih ya, terimakasih sudah pernah membuat hari-hari berwarna. Terimakasih sudah pernah hadir. Meskipun sangat sakit, bertemu denganmu adalah takdir Tuhan yang membuat aku kuat berjalan sampai sini. Berkat luka-luka itu aku menjadi  sosok tangguh meski seringkali rapuh.
Berbahagialah sebagaimana mestinya orang-orang ingin hidup bahagia.

Dan sekali lagi, mohon maaf kalau kamu tak suka dengan apa yang aku tulis, tapi semoga kamu paham perihal kamu tidak bisa mengatur dan mengendalikan apa yang orang lain rasakan dan pikirkan dari apa yang kamu perlakukan.

Bertemu denganmu aku menjadi tahu bahwa dalam mencintai hanya ada dua opsi, bahagia atau terluka.

Salam hangat,

Nona

KALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang