Ada seorang wanita yang sedang dipenuhi dengan lara, hari-harinya berjalan seperti tak ada arti. Seperti tak ada artinya dia ada. Bahkan ia kerap memvonis tiada keadilan di dunia ini. Mulai dari dibuang, tak didengar, diremehkan, dan berkali-kali ditampar oleh kenyataan yang tak seindah harapan. Semuanya sudah ia rasakan. Dan kesedihannya semakin bertambah ketika dia memilih membaca tulisan Ryn Setyarini.
Ia kehilangan rasa nyaman yang selama ini menjadi penenang. Kehilangan kepercayaan dari seseorang yang selalu menjadi panutan. Bahkan kehilangan dirinya sendiri karena kerap sekali berkata "aku nggak papa".
Dunia memang penuh sekali dengan sandiwara, Nona.
Kalau kau tak pandai berpura-pura maka kau akan hilang dari pelukan orang-orang. Kau akan sendiri, tiada satupun yang peduli.
Orang-orang seakan membuta dari uluran tanganmu selama ini. Menuli dari nasehat-nasehat baik yang kau ucapkan setiap kali ia kehilangan kendali. Memang sudah sangat manusia, sebanyak apapun kebaikan akan sangat mudah terlupakan. Manusia memang tempatnya khilaf, tapi kalau terus-terusan khilaf namanya bukan khilaf tapi kebangetan.
Kita tidak diciptakan menjadi pembenci, tapi rasa sakit kerap kali menjadi alasan untuk tidak lagi adanya obrolan. Salam sapa, senyuman, bahkan rangkulan tangan, semuanya hilang.
Ada hal yang harus kau tau setelah membaca tulisan ini, bahwa ternyata tidak semua orang bisa memaklumi rasa sakit. Sebagian dari mereka mengira rasa sakit adalah hal yang lumrah.
" Dih gitu aja nangis, lemah"
Mungkin dia tidak tau bahwa manusia memiliki tingkat kebaperan yang berbeda-beda. Ada yang dibentak sedikit nangis, ada juga yang sudah dihajar oleh jutaan masalah tapi dia masih mampu ketawa ketawa.
Semuanya hanya perihal lihai atau tidaknya kamu berpura-pura.
Orang-orang tidak akan tahu kamu terluka kalau kamu tidak menunjukkan nya. Tapi menahan kesedihan bukanlah hal yang mudah. Kalau tidak kuat taruhan fisik dan kesehatan mental.
Sudah banyak sekali tulisan yang menyuruh mu menangis saja kalau memang itu bisa membuatmu lega. Tapi ditulisan kali ini aku memintamu tidak hanya sekedar menangis, tapi melepaskan apapun yang membuatmu terluka. Merelakan sesuatu yang memang sepantasnya hilang. Dan pergi dadi sesuatu yang bisa meracunimu. Sebab menangis saja tidak cukup untuk menyelesaikan rasa sakit.
Mulailah dari hal-hal kecil, hal kecil yang mampu membuat perubahan besar, yaitu memaafkan.
Memaafkan orang yang menyakitimu bukanlah hal yang mudah, tapi dengan begitu kamu bisa naik kelas.
Seperti itulah gambaran saat aku mencoba melupakan mu, aku belajar untuk menerima. Menerima apapun yang menjadi keputusan mu, keputusan yang pada akhirnya bukan aku yang jadi pemenang. Bukan aku yang menjadi pilihan.
Aku kembali gagal untuk kesekian kalinya. Kembali hidup dalam kepura-puraan yang sangat melelahkan. Dan kembali memanggilmu dengan sebutan kenangan.