Bukan Aku

0 1 1
                                    

Hingga pada akhirnya aku mengerti, menjadi seorang perempuan memang harus mandiri. Bahkan perihal menyembuhkan luka, perempuan harus bisa merawatnya sendiri.

Mungkin selama ini orang-orang mengira lukaku adalah hal yang biasa, mereka terbiasa mendengar tangisku yang sesenggukan. Atau melihat mataku yang lebam. Orang-orang memandangku hebat karena selalu berhasil bangkit sendiri setelah jatuh. Mereka mengira aku setegar itu menghadapi kenyataan.  Padahal selama ini aku hidup dari hal-hal menyakitkan yang membuatku sangat kewalahan.

Ada banyak sekali emosi yang tidak terluapkan, marah yang terpendam dan depresi yang tidak aku perlihatkan. Serapih itu aku menyembunyikan luka. Meskipun pada kenyataannya aku serapuh itu.

" Kok nangis? Kan kemarin udah pernah ngalamin seperti ini". Ucap salah seorang kawanku yang hafal betul setiap tragedi yang terjadi di hidupku.

Sial. Lagi-lagi ia mengira lukaku adalah hal yang biasa.

Seringkali tersakiti bukan berarti aku tak lagi mampu merasakan sakit kalau kembali disakiti. Sering kali menangis bukan berarti stok air mataku habis.

Kalau bisa memilih, aku tidak ingin terlahir dengan alur kisah yang menyedihkan seperti ini. Siapa juga yang mau terus-terusan disakiti. Akupun ingin bahagia seperti orang-orang pada umumnya. Aku ingin dicintai dengan hebat. Aku ingin tahu bagaimana rasanya dianggap.

Tiba-tiba aku menjadi wayang yang dengan seenaknya kau permainkan. Dengan seenaknya kau atur. Seolah tak punya dunia sendiri, berkali-kali aku harus merelakan mimpiku hilang karena kau larang. Bukan hanya terkekang, aku juga tak lagi diberi ruang untuk berkembang. Ruang hidupku sudah sempit masih harus dipersempit dengan menuruti egomu.

Aku berusaha menuruti satu persatu keinginanmu bahkan aku selalu berusaha menjadi sosok paling sempurna hanya untuk membuatmu merasa senang. Cita-citaku sudah kupendam, hobiku sudah ku tinggalkan, kebiasaan-kebiasaanku yang tak kau sukai pun sudah aku rubah perlahan. Tapi ternyata usahaku sejauh ini tak pernah cukup dimatamu. Aku selalu kurang, dan kau selalu merasa apa yang ada dalam diriku tak pernah cukup.

Sebenarnya apa yang sedang kamu cari? Kesempurnaan? Mohon maaf, kamu salah alamat. Tidak ada kesempurnaan  disini. Mungkin apa yang kau cari ada pada sosok lain.  Tidak apa-apa, kalau ingin pergi, pergilah. Temui kesempurnaan yang kau inginkan itu. Kali ini aku menyerah, aku tidak lagi sanggup mengusahakan apa yang kamu mau. Semua itu ada diluar kendaliku.

Laki-laki mana yang mampu menerima perempuan apa adanya?

Ambisi untuk memiliki pendamping hidup yang sempurna harusnya dikesampingkan. Bagaimana bisa kamu ingin dia jadi sempurna sedangkan kamu masih banyak kurangnya?

Atau mungkin bukan aku orangnya?

Seseorang yang lebih baik dariku memang banyak, tak terhitung jumlahnya. Tapi percayalah, di belahan bumi manapun kau tidak akan menemukan seseorang sepertiku.

Aku yang rela mengalah setiap terjadi perdebatan denganmu.
Aku yang rela mengecilkan egoku hanya untuk mempertahankan hubungan denganmu.
Aku yang rela berjuang mati-matian memantaskan diri supaya sepadan denganmu.
Aku yang mampu menerima apapun yang ada dalam hidupmu.
Atau bahkan aku juga kerap kali rela tersakiti oleh perkataan-perkataanmu.

Tapi mungkin memang bukan aku orangnya.

Dengan siapapun kamu menjalin cinta, kamu tidak akan berhasil kalau dalam dirimu belum ada kesadaran untuk menerima. Cinta adalah perihal penerimaan. Perihal memaklumi kekurangan satu sama lain.

 




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KALAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang