11. kata 'pedekate'

1.2K 245 53
                                    

meni lieur ya mas dew, beli lm, tanah apa mobil, klo kata tante sih mending beliin tante rumah....

rumah2an lego, pelissss, tante udah 2th puasa jajan lego mas dew 🙈🤭

Dewi POV

Bingung dah, pengen cerita ke Emi gak mungkin.
Kalau cerita, nanti malah ngebongkar sesuatu yang sudah aku tutup-tutupi.
Aku masih belum siap menceritakan ke Emi kalau aku dan Dewa sudah saling mengenal sejak lama.

Kalau Emi tahu hal ini aku takut dia malah heboh, kan malu-maluin punya kenalan yang pelitnya setengah mati macam Dewa itu.

Yang ada nanti malah aku jadi bisa di sangkut-sangkutkan dalam bahan obrolan Emi dan mbak Nining kalau sedang membicarakan kepelitan Dewa.

Semisal mbak Nining ngomong begini, "Mbak Emi, tau gak, kemarin saya di suruh pak Dewa ngambil tisu 1 pak untuk di bawa pulang"

Terus Emi jawab, "Dih itu orang hemat sih hemat, gajinya kurang gede apa ya sampe beli tisu aja gak mampu, temennya siapa sih? Temennya Dewi sih, malu-maluin bener punya temen kaya gitu. Namanya aja sama, pasti sifatnya sama, sama-sama pelit, sama-sama hemat, sama-sama...."

Aduh, aduh, jangan deh, jangan cerita ke Emi, membayangkannya saja syudah terlalu syulit.

Pengen cerita ke kak Ira, ya sama aja kaya apa ya?
Kan yang mau aku ceritain itu Dewa, orang yang sedang di dekati kak Ira, kalau aku cerita ke kak Ira, nanti kakakku itu malah menganggap aku gimana-gimana lagi.

Dan lagi sangat terlihat kalau Dewa juga sedang melakukan PDKT dengan kak Ira. Berkali-kali atasanku itu mengajaku minum kopi bersama kak Ira, ngapain coba?

*Pendekatan

Kalau mau PDKT masa iya ngajak-ngajak adik orang yang dia suka. Kocak bener kaya zaman aku sekolah dulu aja.
Yang ada nanti aku kaya nyamuk lagi seperti pertemuan kami sebelumnya.

Tatapan kami tadi nyaris bertemu untuk kesekian kalinya kalau aku tidak membuang pandangan ke arah lain.

Aku memang sengaja mengamatinya dari tempatku berada. Bingung juga dan memikirkan ajakan Dewa, itu orang kok sekarang sering ngajakin aku dan kak Ira keluar.

Bukan sekedar keluar untuk mengobrol tetapi sambil minum-minum kopi dan makan cemilan, hal itu kan sudah barang tentu mengeluarkan uang yang tidak sedikit.
Melihat riwayat hidupnya si manusia pelit itu masa iya dia rela untuk tidak berhemat karena membayar tagihan kafe yang akan kami kunjungi.

Umm... tapi kalau untuk PDKT sepertinya Dewa harus merelakan sebagian uangnya demi melancarkan hubungan mereka yang tertunda setelah sekian lama, benar gak?

Suara ketukan di kubikel membuatku tersentak kaget.

Aku tersenyum begitu melihat siapa yang berdiri di samping kubikel sambil menyelipkan rambutku ke belakang telinga.

"Oh" Pria itu terkejut setelah menunduk melihat ke arah kedua telingaku.

"Kenapa?" Tanyaku bingung dan memeriksa telingaku, apakah ada sesuatu yang menyangkut atau apa.

"Di panggilin dari tadi gak nyaut-nyaut, kirain lagi pake earphone bluetooth buat dengerin musik" Jawab pria itu lalu menegakkan punggungnya sehingga menyebabkan aku mendongak mengikuti gerakannya.

"Oh maaf, nggak kok, lagi gak dengerin musik, ada apa ya Zal?" Tanyaku sambil memperlihatkan senyuman manis kepada pria bernama Rizal itu.
Rizal adalah salah satu marketing termuda yang bekerja di perusahaan ini.

Walaupun muda dua tahun di bawahku, tetapi perawakannya tinggi.

Wajahnya lumayan ganteng dan gak malu-maluin untuk di ajak nemenin ke kondangan nikahan, hehehe.

Tubuhnya tegap, Rizal cocok menjadi model catwalk atau paling tidak menjadi atlet voli atau basket atau renang atau...

"Dew" Suara Rizal menarikku kembali ke alam nyata setelah berkelana memikirkan pekerjaan yang cocok untuknya.

"Hehehe... maaf, maaf, iya kenapa Zal?" Aku terkekeh pelan.

"Ini mau ngasih tau ada DP masuk" Jawabnya lalu menarik kursi kosong.

"Eh, ini gue boleh duduk di sini kan?" Tanyanya, padahal sudah duduk minta ijinnya belakangan.

"Udah duduk gitu masa saya bilang gak boleh" Aku kembali terkekeh sembari menutup mulut, takut kekehanku terlalu lebar sampai memperlihatkan gusi kepada pria lumayan ganteng ini.

"Ya kali aja gak boleh, gampang gue tinggal berdiri lagi" Rizal ikutan terkekeh lalu berdeham.

"Ini gue mau jelasin sesuatu, tadi gue dapat wa dari customer, dia transfer ke kita tapi pake nama pribadi"

"Dari pada nanti elu bingung ada uang masuk tapi bukan nama perusahaan jadi sekarang gue kasih tau elu deh" Lanjut Rizal sambil bergerak mendekat ke arah kursiku.

Dukkk, suara lengan kursi kami terbentur karena Rizal terlalu rapat mendekat.

"Eh kedekatan, ini kursi ada magnetnya kali ya" Kata Rizal tetapi tidak bergerak memundurkan kursi yang dia duduki.

"Magnet?" Tanyaku.

"Ya kalau bukan magnet, gimana bisa kursinya ketarik cepat gini, apa mungkin ketarik sama pesona perempuan yang duduk di kursi sebelahnya ya"

Keningku mendadak mengernyit mencoba mencerna perkataannya.

"Eaaaa... gombalannya jayus bener om Rizal ini" Suara Emi terdengar.

*lelucon atau bercanda tetapi tidak lucu

"Hahaha..." Rizal terbahak, ruangan kami yang biasanya hening jadi ramai di isi suara tawanya.

"Eh maaf pak Dewa, keberisikan ya?" Tawa Rizal berhenti.

Aku mendongak lalu menoleh ke arah meja Dewa yang ternyata si manusia pelit itu sedang melihat ke arah kami dengan pandangan tidak suka.

"Gak di mana-mana si om Rizal emang bikin heboh mulu, udah om, kalau cuma mau ngasih tau ada transferan masuk lewat telepon aja, atau email"

"Ngapain pake ke sini-sini, sampe di bela-belain naik satu lantai, bilang aja kalau pengen ngeliat Dewi" Lanjut Emi.

"Apaan sih Em" Aku menoleh ke arah Emi.

"Gak boleh ya gue ke sini? Lagian juga udah lama gue gak liat Dewi, kangen"

Kepalaku langsung bergerak ke arah kanan setelah mendengar perkataan yang keluar dari mulut Rizal.

Rizal tersenyum sumringah.

Suara dehaman terdengar dari arah meja Dewa.

"Udah balik ke ruangan elu sana, di pelototin pak Dewa tuh" Kata Emi dengan kepala melongok dari balik lenganku ke arah Rizal.

"Jadi orang gak bisa banget deh lu Em liat temen lagi pedekate" Sungut Rizal sambil berdiri.

Kepalaku mendongak dengan pandangan bingung ke arahnya.

""Pedekate, pedekate, langkahin gue dulu kalau mau pedekate, udah balik lu sana" Emi benar-benar mengusir Rizal dengan menarik lengan dan mendorong tubuh Rizal ke arah pintu ruangan kami.

"Gak asik lu Em" Rizal mendelik ke arah Emi tetapi ekspresi wajahnya langsung berubah ketika melihat ke arahku.

Tangannya melambai dan sebelah matanya mengedip sebelum pintu tertutup.

"Awas lu ya Dew kalau kemakan gombalan pedekatenya Rizal" Kata Emi begitu melewati belakang kursiku.

"Yang pedekate bukannya Dewa ke kak Ira ya?" Gumamku pelan.

"Ha? Siapa?" Tanya Emi.

"Nggak, nggak" Jawabku cepat lalu pura-pura sibuk mengetik.

Dalam pikiranku sebelum kedatangan Rizal, kak Ira dan Dewa lah yang sedang melakukan pedekate.

Otakku tiba-tiba tidak bisa berpikir jernih, terlalu banyak kata 'pedekate' yang muncul baik di dalam pikiran maupun di luar pikiranku.

tbc

hmmm... 🤔

25/2/23

our nameTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang