• 07

365 75 2
                                    

"Ini hari terburuk..." gumam Kishibe di tengah acara minumnya. [name] memperhatikan bagaimana Kishibe hanya memperhatikan gelasnya sedari tadi. Dia juga tak tega melihat luka di pipi laki laki itu.

"Jangan bilang dia menamparmu juga." Terka [name].

"Bingo!..." Yup, sepertinya tak ada hari tanpa tamparan doi bagi Kishibe. [name] dapat merasakan bagaimana rasa sakit di pipinya sekarang.

"Kau seharusnya tak datang kemari dengan kondisi seperti ini, bukankah seharusnya kau beristirahat?"

"Aku sedang beristirahat sekarang."

"Beristirahat agar lukamu cepat sembuh."

"Aku tak membutuhkannya, besok pun aku akan kembali memburu iblis seperti biasa."

[name] menghela nafas panjang, mungkin menjadi seorang devil hunter berarti mereka harus mengorbankan waktu istirahat mereka. Mungkin itu juga yang terjadi pada kakaknya?

"Hei, uhh... Menurutmu..." [name] ragu untuk melanjutkan kata katanya sementara Kishibe masih setia menunggu.

"Apa? Kau ingin menyatakan perasaanmu padaku?" [name] dapat melihat seyuman tipis di wajah Kishibe bahkan dengan luka di pipinya. Jangan sampai dia melakukan hal yang sama dengan Quanxi pada laki laki ini.

"Yang benar saja. Menurutmu apa kakakku juga mengalami hal yang sama disana? Seperti bekerja terus menerus?" [name] sama sekali tak ingin prasangka buruk itu menghantuinya. Dia tak ingin menerima bahwa mungkin saja kakaknya sudah tak ada lagi di dunia ini.

"Mungkin. Anggota yang lebih kuat biasa dikirim ke misi yang lebih sulit jadi mereka biasa kembali dalam berbulan bulan." Jawab Kishibe. Ada perasaan lega di hati [name] saat mendengarnya.

"Kau masih mengkhawatirkannya?"

"Dia tak kembali selama 3 bulan jadi tentu aku khawatir dengannya."

"Kau mengkhawatirkan kakakmu sementara aku disini jelas jelas terluka."

"Aku khawatir denganmu juga, bodoh. Tapi sepertinya Quanxi melakukan hal yang benar juga."

Hujan kembali turun di luar yang berarti tak akan banyak pelanggan yang berdatangan setelah ini. [name] berpikir bagaimana dia pulang sekarang saat motornya mogok tadi pagi.

Mungkin dia akan berlari menuju halte terdekat, hanya itu satu satunya harapan baginya sekarang.

"Kemasi barangmu, aku akan menutup bar." Ucap [name] mulai membereskan posnya.

"Kau sudah tutup? Kukira aku datang lebih awal dari biasanya."

"Tak akan banyak orang yang datang kemari saat hujan." Tunggu, masalah utamanya baru saja datang sekarang. Bagaimana caranya dia pergi ke halte dengan aman tanpa membasahi seragamnya?

Kishibe juga berpikir demikian, tak mungkin dia akan membiarkan perban di wajahnya terpapar oleh air hujan.

Kishibe mengecek kotak payung di dekat pintu masuk, masih ada harapan baginya dengan menggunakan satu payung yang ada disana. Siapapun yang meninggalkannya disini adalah pahlawan yang sebenarnya.

"Kita bisa menggunakan ini untuk sekarang." Kishibe membuka payung tersebut dan masalah lain kembali saat mereka melihat ukuran payung tersebut.

"Kau yakin kita bisa muat di bawah payung itu?"

**********

'payung ini...'

'terlalu kecil!...'

Dan disinilah keduanya, berjalan di bawah payung yang sama. [name] merasa sepertinya dia terkena serangan jantung sekarang mengingat jarak di antara mereka yang sangat dekat. Dia bahkan bisa merasakan lengan Kishibe di sampingnya sekarang.

Kishibe memasang wajah datarnya walau di dalam hati dia sudah girang sekarang. Bagaimana tidak, dia berada di bawah payung yang sama dengan seorang wanita.

Orang orang menatap mereka bingung, entah harus merasa kasihan atau mereka memang sepasang suami-istri yang menggunakan payung anak mereka. Terlihat jelas dari peluit yang tergantung di pegangannya.

Tangan Kishibe harus menarik [name] mendekat agar dia tak keluar dari naungan payung. Walau sudah ditolak beberapa kali oleh [name], dia tetap melakukannya karena pada akhirnya [name] akan dihujani oleh air hujan.

Mereka berdiri di lampu merah, menunggu lampu pejalan kaki berubah hijau. Seorang anak menatap mereka sedari tadi dan menarik tangan ibunya.

"Mah, boleh kita bertukar payung dengan Tuan dan Nyonya ini?" Sang ibu menatap Kishibe dan [name] yang kini melirik ke arah dirinya.

"Jangan nak, itu mungkin payung milik anak mereka. Kita bisa membeli payung yang sama nanti."

A-anak... mereka?...

[name] segera memalingkan wajahnya yang sudah memerah sempurna. Apa mereka terlihat seperti pasutri sekarang? Kishibe? Sama sama tak percaya dengan apa yang dikatakan ibu anak itu.

Kishibe menatap [name] di sampingnya, telinga perempuan itu terlihat memerah dari biasanya. Dia terserang demam karena udara dingin malam yang bercampur hujan?

"Hey-..."

"Jangan katakan apapun. Setidaknya kita masih bisa pulang dengan aman."

Dewi Fortuna rasanya sedang tak berpihak pada mereka hari ini. Angin kencang menerpa mereka diiringi dengan rintikan hujan yang semakin menjadi jadi.

Payung yang mereka kenakan tak bisa menahan semua serangan itu hingga akhirnya Kishibe melindungi [name] dari paparan hujan dengan jasnya.

Perempuan itu kini berada di dalam jas Kishibe sementara salah satu tangan laki laki itu menariknya untuk mendekat. Jarak ini terlalu dekat untuknya.

"Tadi itu hampir saja..." Ya, hampir saja membuat jantung [name] melompat keluar. Kishibe tak kuasa menahan senyumannya saat melihat [name] dengan wajah memerah berada di dalam jasnya.

"[name]~ Kau tak akan keluar? Tapi aku tak keberatan jika kau ingin berada di posisi ini untuk selamanya." Mendengarnya segera membuat otak [name] bekerja kembali. Dia melangkah keluar dari jas Kishibe, masih tak ingin menatap laki laki itu sekarang.

Dia berusaha untuk membantah perasaan aneh di dalam hatinya setiap kali bersama bersama dengan Kishibe tapi hatinya selalu berhasil mengalahkan pikirannya.

Dia bisa mendengar Kishibe tertawa melihatnya yang tengah berdebat dengan dirinya sendiri.

"Apa yang lucu?"

"Kau."

Oke, lebih baik dia kabur sekarang juga.

******

One Date [Young!Kishibe x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang