Ramah Tamah

17 4 2
                                    

Tik...tik...tik....

Suara hujan jatuh ke genting membuatku teringat akan lagu masa kecil. Ah, sudah hampir tiga hari ini hujan selalu menyambangi. Bersama geluduk serta angin yang menggoyangkan pepohonan sekitar rumah.


Sekarang hari Minggu pagi yang suntuk. Semuanya terasa sangat biasa dan membosankan! Sial, kenapa hujan tak mau berhenti? Bukankah ini bulan Febuary?. Sinyal pun dibuat sulit olehnya, padahal aku tengah berbalas pesan dengan seorang teman.

"Kamu sudah punya ide?"

Satu pesan itu masuk. Aku memutar posisi duduk saking bingung bagaimana cara akan menjawabnya. Ide? Ah, mungkin maksdunya ilham. Benar juga, siang ini aku berjanji akan mengirim sebuah cerita padanya. Ini kesialan nomer dua pagi ini.

"Teh, mau sarapan enggak?"

"Mau, Mah."

Biarlah pesan itu tak lekas kubalas, mengisi perut tentunya lebih penting dari hal apapun di pagi hari, sama seperti membuangnya. Kalian tentu paham, bukan?.

Masakan Mamahku menang selalu juara, meski akhir-akhir ini ia memilih menyerahkan tugas itu padaku. Tentu saja aku menurut, karena jika bukan membantunya tidak ada lagi hal yang bisa aku lakukan.

"Hari ini Mama ke Madrasah, kamu mau ke mana?" tanya Mamah ketika aku hendak melangkah ke dapur membawa serta piring kotor.

"Belum tau, nanti kalau pergi tak kirimi WA."

Setelah beres dengan segala persiapannya, Mamah pun pergi. Kini tinggal aku seorang berbaring di kamar sambil menatap layar ponsel. Ajaibnya hujan pun reda tepat ketika Mama keluar rumah. Mungkinkah ini karomah seorang Ibu? Ah, lupakan.

"Hey, hari ini ada jadwal apa? Aku dan yang lain akan pergi ke rumah Teh Sdiah."

Pesan dari Raida membuatku sangat bersemangat! Akhirnya aku bisa main juga, tapi ... rumah Teh Sdiah setauku membutuhkan tiga sampai empat jam perjalanan dari sini? Tidak mungkin kan kami akan hanya bermain?

"Nginep?"

"Tentu saja! Dua hari. Kamu ikut?"

"Aku izin dulu."

Segera aku mengirimi pesan WhatsApp kepada Mamah, tak lupa menyertakan foto screenshot pesan dari Raida. Dan kalian tau jawabannya? Diizinkan! Yuhu, anggap saja ini liburan setelah tiga harian berdiam diri dalam kamar. Dengan bersemangat aku mengabari Raida, kemudian mematikan sambungan data.

Aku segera menyiapkan baju untuk bermalam dua hari, sikat gigi, deodorant, carger dan hal-hal merepotkan seorang gadis lainnya. Selain itu akupun bergegas mengganti baju dengan pakaian yang lebih layak, karena tidak mungkin kan kalian bertamu menggunakan baju tidur pendek?

Selesai. Semuanya sudah rapi dalam tas gendong keluaran brand SM. Tinggal menunggu Raida dan yang lain datang saja. Mungkin berbaring sambil bermain ponsel adalah satu-satunya cara terbaik dalam menunggu.

"Aku tunggu ceritamu. Ayo, segeralah menulis!."

Sial sekali, aku salah mengaktifkan data seluler. Makhluq menyebalkan itu langsung saja memerintah seenaknya. Tak tau apa, kalau aku tengah kehabisan ide.

"Kamu tipe orang bertanggung jawabkan?"

Lihat! Dia seolah mengejekku, ah, jika sudah begini mau tak mau aku harus mulai menulis satu cerita. Baiklah, ini tidak akan lama. Tapi, apa judulnya?

Ah, aku baru ingat. Semalam aku menonton sebuah film tentang Santa Clause, sangat menarik. Mungkin aku akan mengambil ide penting dari tokoh tersebut.

Baiklah, sudah aku putuskan! Aku akan memberi identitas cerita kali ini "Mencari Santa".

Bismillah....

***

Tes, tes, satu, dua, tiga....

Hai, aku menyapa kalian para pembaca yang sudah meluangkan waktu. Terima kasih banyak, serta aku berikan tepuk tangan meriah atas rasa penasaran kalian pada cerita ini.

Aku, anggap saja sebagai narator kisah kali ini. Akan membawakan tokoh dengan karakter yang menyebalkan. Mengapa demikian? Mungkin karena tokoh ini sangat sulit untuk diberi tahu perihal jalan yang mudah.

Aku menulis dengan rasa kesal serta geram. Tapi bodohnya jari-jariku terus mengetik tanpa mau berhenti.

Jika kalian berfikir kalau "Mencari Santa" adalah judul. Maka kalian salah. Keseluruhan cerita ini tak berjudul. Hanya memiliki beberapa kata identitas diantara babnya.

Kalian menganggapku penipu, bukan? Haha. Hal ini aku pelajari dari dia. Karena aku menganggapnya hal penting, jadilah aku memakainya.

Sepertinya cukup sampai di sini ramah tamahnya. Karena dia pasti akan mencecarku dengan segala tanya serta saran yang membuatku—kadang—ingin menghancurkan kepalanya.

Baiklah, mari kita mulai kisah ini. Kisah paling membosankan yang pernah aku tulis. Mungkin kalian juga akan merasakan hal yang serupa.

Kisah kesengajaanku mencari Santa. Sosok yang katanya penuh keajaiban bersama kereta serta rusa-rusanya. Selamat menikmati! Ah, satu lagi...

Kalian harus memaki sambil membaca, karena dia sangat menantikannya.

Mencari SantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang