Antara Dua Jalan

4 1 0
                                    

HAPPY READING
.
.
.

Selepas hujan reda dan tubuh kami yang telah hangat, perjalan ini berlanjut. Masih dengan jalanan yang basah disertai rintik kecil yang sesekali menyapa.

Wildan bilang dia akan putar arah sebentar, kembali ke POM Bensin yang tak jauh dari warkop ini. Aku mengangguk, duduk di atas motor yang basah sambil bermain ponsel.

Sekarang sudah pukul 11.45 sebentar lagi adzan pasti berkumandang. Aku membaca ulang pesan dari nomer tak dikenal tadi. Sebetulnya ada rasa penasaran dan diri ini terdorong untuk menelpon nomer asing tersebut.

Akan tetapi, sepertinya aku harus acuh pada hal-hal begini. Bisa saja itu hanya pesan nyasar, kan? Intinya harus mewanti-wanti diri sendiri.

"Maaf membuatmu menunggu," ujar Wildan.
"Bukan masalah, ayo."
"Sekitar lima belas menit ada masjid besar, kita akan berhenti di sana."

Aku mengangguk. Manut saja pada tiap arahannya. Toh, dia yang lebih hafal rute sini daripada aku. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ini. Jalan yang harusnya aku lalui seorang diri.

***
"Alhamdulillah," ucap kami berbarengan.

Begitu sampai di pelataran masjid, adzan berkumandang dengan syahdu. Aku lekas berjalan ke arah tempat wudhu wanita dan Wildan ke bagian timur masjid, tempat pria. Setelah mengambil wudhu, lekas aku ikut berjamaah dengan yang lain.

"Apa kamu tidak sakit punggung?" tanya Wildan begitu kami bertemu lagi di parkiran.

"Gimana kalau mengobrolnya di warung bakso saja? Aku agak lapar, haha."

"Setuju. Mie ayam pun boleh sepertinya."

Kami pun sepakat melanjutkan perjalanan sembari mencari warung bakso yang buka. Setelah hampir sepuluh menit, akhirnya terlihat warung bakso yang cukup ramai. Aku terkekeh pelan melihat nama warung bakso ini, Bakso dan Mie Ayam Mas Rojim.

"Duduklah duluan. Biar aku yang memesan," ujarku.

Wildan kekeh menungguku, pemuda ini agak alot juga rupanya. Jadilah aku yang lebih dulu meninggalkannya begitu selesai memesan.

Pilihanku naik ke lantai atas memang tepat. Di sini duduknya lesehan, semakin membuatku nyaman. Wallpaper bergambar bunga Lavender juga mempercantik ruangan ini.

Duduk dekat jendela juga lagi-lagi menjadi pilihan tepat. Menikmati pemandangan selepas hujan dari tempat lumayan tinggi juga mengasyikan. Seorang Pramusaji datang, membawakan semangkuk bakso dan mie ayam bakso yang masih mengepul. Di belakangnya, Wildan membawa dua gelas es teh manis.

"Ini pesananmu, Nona," kelakarnya.

"Terima kasih, pelayan. Kau boleh pergi sekarang." Aku menirukan gaya seorang putri yang sombong.

Kami tertawa.

Aku menghirup aroma semangkuk bakso di hadapanku, aroma bawang goreng dan kuahnya sangat menggoda. Tak lupa tiga sendok sambal melengkapi kenikmatan yang disuguhkan. Segera, kenikmatan itu singgah di mulutku lalu sampai ke pencernaan.

Aku makan tanpa melihat ke arah Wildan. Pandanganku fokus pada bakso dan juga pemandangan luar jendela. Pemuda itu juga sepertinya melakukan hal serupa.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 13, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mencari SantaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang