[6] Tanda Alam

12 8 0
                                    

Pukul empat subuh, Lino terbangun bersama Lukman dan beberapa warga lain nya lantaran bising suara hewan yang tiba-tiba terdengar dari arah air terjun. Burung-burung berkicau tak tentu arah, anjing menggonggong bersamaan dengan sahutan sahutan ramai entah apa yang terjadi. Lukman dan beberapa kucing lain seolah kelimpungan sendiri.

"Ada apa ya, Pak?"

"Gatau juga, No. Sebelumnya belum pernah kayak gini. Semoga bukan hal buruk"

"Aneh banget subuh-subuh gini pada ribut"

"Sudah!! Bapak-bapak Ibu-ibu bagaimana kalau kita sholat malam berjamaah saja, berdoa semoga tidak terjadi apa-apa"

Semua nya setuju, surau kini sudah terang dengan obor yang dibawa para warga. Rian mengusap wajah nya yang dilihat Lino masih sangat mengantuk. Lino sebenarnya sedikit merasakan firasat tidak enak tepat setelah mendengar keributan yang terjadi. Sampai sekarang pun, masih bersahutan. Hingga akhirnya adzan subuh dan matahari terbit. Suara-suara dari hutan masih sesekali bersahutan. Air juga mulai keruh dan sedikit masuk ke pemukiman.

"Lukman!!"

Bunyi berisik di atap menandakan kucing gembul itu tengah bersiap untuk turun. Lino meletakkan makanan dan minuman untuk Lukman sebelum akhirnya pergi bekerja.

★★★

"Hari ini ga jalan-jalan dulu gapapa, Lia?"

"Kenapa?"

"Aku mau beres-beres nanti"

"Oh yaudah, gapapa. Besok besok juga bisa. Tapi, jangan lupa makan dulu nanti kalau abis pulang kerja baru beres beres. Ajak juga anak pungut kamu itu, jangan diem terus obesitas kan jadi nya"

"Lukman kan gatau apa-apa"

"Manjain banget sih kamu"

"Kamu juga manja"

"Bisaan aja jawab nya"

"Yaudah, aku kerja dulu. Kamu pulang sana. Nanti dicariin Mama mu"

"Ga ah, aku disini dulu. Ada Brian dirumah"

Lino diam terpaku menatap Lia yang merapikan tempat makan nya. Ia bukan nya tidak tau menau perihal Brian yang gencar mendekati Lia belakangan ini. Ingin marah pun ia seolah tidak berdaya, Ibu nya Lia yang menyuruh Brian lalu ia bisa apa.

Pun, Brian seiman dengan Lia. Punya pekerjaan tetap yang mapan melebihi dirinya sangat jauh. Diukur dari sisi manapun ia laksana Lukman yang disandingkan dengan Sahrul. Tidak tertandingi.

"Lino kenapa?"

"Hm? Gapapa"

"Lino marah?"

"Engga, Lia. Marah kenapa?"

"Tapi Lino muka nya kaya orang marah"

"Engga ah, ganteng kok"

"Aku sama Brian ga ada apa-apa kok"

"Iya, sayang. Gausah bahas itu deh"

"Cemburu ya?"

"Mana ada"

"Gausah malu-malu ah"

"Siapa yang malu-malu? Biasa aja kok"

"Utututu Lino bisa cemburu juga"

"Udah ihh"

★★★

Lino bingung sendiri, bagian mana yang akan ia beres kan lebih dulu. Ia sendiri tidak tau alasan ingin membereskan rumah untuk apa. Tanpa ia duga, Rian sedari tadi duduk di kursi menatap Lino yang seolah bingung sendiri.

"Oi"

"Astaghfirullah!! Ngangetin aja!!"

"Dari tadi aku disini, nih roti. Kenapa kamu?"

"Ibu sama Bapak mu beres-beres ga?"

"Oh iya, beresin baju-baju aja sama surat-surat penting disimpan agak tinggian dikit. Air udah mulai naik kata nya, tapi barusan banget dapet kabar udah surut kok. Cuman ga ada salahnya jaga-jaga dulu, soalnya hujan masih sering turun"

"Tumben anak Yanto bawel"

"Males aku, numpang tidur ya"

"Tidur mulu"

"Ngantuk!"

Lino menurut soal membereskan baju dan beberapa peralatan penting. Perasaan aneh terus saja menyusup entah dari mana. Seolah ada perasaan takut, gugup, dan sedih secara bersamaan tapi Lino sendiri sukar menjamah. Lukman berlari ke arah nya, mengelus kepala nya pada betis Lino. Tanpa berkata-kata Lino membawa Lukman dalam dekapan nya.

"Napa?? Laper?? Barusan udah makan, nih perut makin bulet aja. Olahraga, Man. Kucing juga mandang fisik, lo emang ganteng karena keturunan gue tapi kalau gendut mana ada cewek mau. Berantem juga susah kan kalau gembrot gini, mau kabur susah, kemarin inget kan sampe kecebur gara-gara berantem"

Rian memasang telinga nya mendengar percakapan Lino pada Lukman. Baru ia tau cara bicara Lino teramat santai pada Lukman. Pantas saja Lukman seolah mengerti bahasa manusia, sering deep talk rupanya.

"Hari ini si Brian ke rumah Lia, lo ngerti kan rasa nya? Kaya lo nemuin Mei selingkuh nah ya kayak gitu, tapi ya Man dipikir-pikir ga ada salah nya juga. Toh mereka seiman, Brian orang baik, mapan, ganteng meskipun gantengan gue"

"Kerjaan gue harini berantakan. Lo tau ga? gue mau nge cat tembok malah ngambil cangkul, gila nya gue celupin itu cangkul ke cat. Dimarahin gue, parah banget. Beberapa hari ini juga perasaan gue kaya ga enak gitu, lo ngerasa ga Man? Apa jangan-jangan.."

Bukan hanya Lukman, Rian yang menguping sambil memejamkan mata pun ikut penasaran dengan kalimat menggantung dari Lino. Telinga nya ia pasang baik-baik kala mendengar Lino menghembuskan nafas.

"Jangan-jangan lo mau mati ya Man?"

"Miaw"
"Sialan"

"Gamungkin sih, lo kan sehat gini mana makmur banget lagi. Apa jangan-jangan gue yang mau mati?"

Buk!!

"Ahh sakit kenapa sih kamu?"

Lino mengaduh kala sebuah bantal menghantam kepala belakangnya. Rian pelaku nya, kini Rian beranjak sembari menoyor kepala Lino sekali lagi seolah kurang puas.

"Makan yuk keluar"

"Nanti uang ku ga cukup buat beberapa minggu"

"Dibayarin Yanto"

"Durhaka kamu lama-lama"

"Ayo"

"Lukman bawa ya?"

"Iyaaa"

"Ayo, Man. Kita poroti anak tukang roti itu"

❤️

Bandang [Lee Know] • 1998 ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang