CHAPTER 4

7 2 2
                                    

"Mana?" Tanya Joon saat melihat Vee tiba di meja makan.

"Sangar banget gila! Lu pernah liat gangster nggak? Nah, mukanya mirip banget sama gangster, dia juga punya tatto." Vee menjelaskan dengan wajah yang terkaget saat melihat wajah Jeon tadi.

"Di tanya mana, malah mukanya yang di spil," Jimin mendumal.

"Nggak mau keluar dia, gua di diemin, trus langsung masuk kamar lagi," Vee akhirnya duduk bersama dengan lima laki-laki lainnya, termasuk pak Purna.

Mereka terdiam, Joon yang mungki sudah lapar duluan menyedok nasi kebawah piringnya.

"Sekarang, orang aneh nambah lagi, disini," ujar Vee meraih sendok nasi dari Joon.

Plak

Pukulan pelan sendok Jimin membuat Vee mengerang sembari mengelus belakanv kepalanya.

"Maaf," ujar Vee kemudian melanjutkan menyendok nasi.

"Harap maklum sama dia, dia orang baru disini, jadi bapak harap kalian bisa beradaptasi bersama dengannya," timpal Pak Purna.

Setelah masing-masing dari pria itu selesai mengisi piring mereka, sebuah suara yang di yakini adalah bel rumah membuat merek berhenti, siapa?

"Siapa tuh, coba liat Vee."  Pindah Jhope.

"Gua mulu!"

"Iya kan lu anak bontot disini," celetuk Kim.

Dengan berat hati, Vee melangkah keluar dari dalam rumah. Dideoan gerbang rumah itu, terlihat seorang pria berhelem dengan motor.

Vee meneguk salivanya, siapa pria itu? Pemuda itu berjalan pelan, karena penerangan di depan sana sedang bermasalah, jadi terlihat mengerikan bagi Vee.

Pemuda itu semakin mendekat, menyipitkan matanya melihat aoa yang di bawa oleh pria bermotor itu, sialnya pria itu tidak berbicara saat melihat Vee.

"Maaf, bapak siapa yah?"

Pria itu tetap diam, dia malah sedang merogoh tas yang melingkar di pinggangnya. Pria itu mengeluarkan sebuah ponsel.

"Saya tunarungu," ujar Vee saat membaca tulisan itu.

Setelah itu Vee membuka gerbang yang hampir sama tinggi dengannya itu, pria itu menyodorkan sebuah kotak pipih yang terlihat seperti kotak pizza.

"Saya di suruh antar kesini," baca Vee lagi saat melihat ponsel yang di sodorkan oleh Pria tadi, sebut saja dia ojekfood.

"Udah di bayar?" Meski tau pria didepannya itu seorang tunarungu, Veea malah tetap bertanya. Dan bagusnya, pria itu paham dan mengangguk.

Setelah selesai, Pria tadi langsung menarik gas motornya lalu pergi, Vee menutup gerbang itu, lalu masuk kedalam.

"Siapa Vee?" Tanya Joon.

"Ojekfood, nganter ini nih," jawab Vee mengangkat kotak yang berjumlah lima tumpuk itu.

"Lah, siapa yang pesen pizza?"

Mereka saling tatap, tidak ada yang mengaku.

"Itu, saya yang pesan," suara berat dari arah belakang membuat mereka menoleh serempak.

"Jeon?" Pak Purna mengeur.

"Iya pak, itu saya yang pesan, buat penghuni rumah." Ucap Jeon dengan sangat sopan. Vee yang melihat itu pun melongo.

'busett, ni orang bisa antagonis bisa protagonis juga yah,"  Vee membatin.

"Anak-anak, ini Jeon." Pak Purna memperkenalkan Jeon kepada penghuni kostan yang sudah seperti anaknya itu.

Semua pria yang sedang duduk, menggangguk. Dengan tatapan datar, Jeon menatap satu persatu penghuni itu, ia beralih ke Pak Purna.

"Saya balik ke kamar yah pak," pamit pria kekar itu.

"Kamu tidak mau ikut makan malam?" Tawar pak Purna.

Para penghuni kost lainnya, hanya diam tidak merespon dua orang yang sedang berbincang itu.

Vee yang terlihat sudah tidak sabaran dengan pizza yang wangi itu, sontak menoleh kearah Jimin dengan mata berbinar. pria yang ia tatap pun melotot memperingati Vee agar bisa sedikit bersabar. Meski tidak mengucap sepatah kata kepada Jimin, ia tau apa maksud anak itu. Seperti tidak pernah makan pizza saja.

"Nggak pak, saya bisa makan nanti, kalia boleh makan duluan," tolak Jeon dengan lembut.

Setelah itu, pria penuh tatto itu kembali masuk kedalam kamarnya.

"Akhirnya yaTuhan!" Seru Vee meraih satu kotak pizza.

"Nih bocah kek gelandangan kelaparan dah," tegur jimin.

"Emang gue kelaparan, hehehe," balas Vee lalu memperlihatkan sumringahnya persis seorang bocah.

Jimin menggeleng pelan, untung saja dia Pria yang sabar, kalau tidak, sudah babak belur Vee sekarang di buat olehnya. Di tengah mereka sedang mempersiapkan pizza untuk di makan, Pak Purna sadar akan satu anggota yang tidak mengisi bangku di depannya.

"Suga mana?" Tanya pak Purna saat sadar akan Suga yang tidak ada.

"Biasa pak, cari angin malam," jawab Vee.

Pak Purna mengangguk paham, ia tau persis suga, dia tau kemana dia pergi jika keluar dari dalam rumah.

...

Suga yang baru saja tiba di sebuah bar, langsung saja masuk dengan rokok berada di sela jarinya. Ia berjalan masuk menghindari beberapa wanita yang sengaja menempelkan tubuh mereka pada suga.

Meski bgtu, suga tidak menghiraukan wanita-wanita itu. Ia membuang puntung rokoknya sembarangan lalu menulusuri gedung dengam lampu warna warni itu.

Ia melewati kerumunan orang orang yang sedang berjoget santai dia atas dance floor. Hingga ia duduk pada sofa dan memesan sebuah minuman.

Seperti inilah suga, ia seperti tidak punya tujuan hidup.

"Hei, suga!" Seru seorang pria yang terlihat seumuran dengannya.

Suga menoleh, lalu membuang muka. Tak peduli itu siapa, ia juga tidak berniat untuk bertemu dengan pria itu.

"Ada free enggak hari ini?" Tanya pria itu.

Sudah Suga duga, ia hanya akan di mintai sebuah diskonan. Suga muak dengan segala perilaku pura-pura pria itu.

"Kalau mau yang free, lo sapuin dulu tuh lantai. Jangan main a free free doang lu, saling menguntungkan lah," ujar suga dengan tatapan datar.

"Yaelah Suga, gitu doang minta saling menguntungkan. Ni club juga bukan punya lo kali," balas pria itu dengen tengil.

Sebelah Ujung bibir Suga tertarik, ia merasa lucu dengan ucapan pria yang dulunya adalah teman suga itu. "Kalau bukan punta gue, kenapa lo selalu minta free? Club ini kan juga bukan lo, lo seenaknya pengen gratisan," sinis suga.

Lawan bicaranya itu terdiam, sebenarnya ini sudah biasa, entah kenapa terdengar mengesalkan. Suga pun bangkit dari duduknya tadi, lalu melewati lawan bicaranya yang terdiam tak berkutik.

Suga masuk kedalam sebuag ruangan di belakang club. Sebuah kamar, dengan beberaoa lukisan abstrak tak terbentuk namun enak di pandang karena perpaduan warnanya yang cocok.

Tercoret di bawah lukisan itu, sebuah paraf dari nama suga.


   

kos-an pelarian | on goingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang