Harapan Keluarga Vs Isi Hati

4 2 0
                                    

Kurang lebih pukul 2.30 dini hari, kubaru saja sampai rumah.
Jalanan basah sepi, derik jangkrik, dan kabut dingin menemani perjalananku pulang dari rumah kawanku.

Seperti biasa, bukannya bersih-bersih dan membentangkan diri di atas busa empuk itu, aku malah membereskan barang-barang bawaanku, lalu lanjut mencerna pembicaraan yang lagi-lagi berisi kepahitan, kenyataan, dan "mau gimana lagi." Dari teman-teman ku. Dini hari ini akan kubahas pembicaraan dengan Si Ambis Binjas Pejantan Sadboy Sejati pengejar kedinasan, Alra.

Ku mengenal dirinya saat duduk di bangku SMP. Kala itu dia merupakan murid pindahan dari sekolah lain dan baru masuk sekolah ku saat kelas 7 di minggu pertama semester 2.

Waktu berjalan seperti biasa dan kita menjadi teman sebangku saat mendudukki kelas 9. Kita semakin akrab dan hingga kini, hanya dirinya yang masih berhubungan baik denganku, karena kebanyakkan teman SMP ku sudah lost contact sejak lulus.

****

3 tahun masa SMA di kala pandemi beberapa waktu lalu seperti tidak ada bekasnya dan lewat begitu saja. Aku dan Alra bersekolah di SMA yang berbeda, bahkan rival sejati di kota kami.

Saat pemilihan keberlanjutan jenjang pendidikan setelah kelulusan SMA, Alra memilih untuk melanjutkan ke salah satu instansi kedinasan.

Setelah melakukan beberapa tes seleksi, sayang sekali keberuntungan belum berpihak padanya, Alra tidak lolos seleksi.

"Gimana Al, lolos kah?"
Tanyaku melalui telepon.

"Ngga Tar. Belum rezeki gua." Jawabnya lesuh.

"Nilai tes tahap fisik 5 ternyata ga langsung keluar abis gua jalanin tes nya." Lanjut Alra.

"Loh, Bukannya transparansi nilai hasil tes selalu keluar ya setelah lu jalanin tes nya?" Aku terpaku bingung.

"Iya, disini kayaknya deh celah kedinasan buat main kotor. Bekingan terkuat, uang terbanyak, dia yang lolos. Kurang ajar emang." Jawab Alra dengan penuh emosi.

Aku miris bercampur kesal mendengar kenyataan pahit nan mengecewakan dengan sistem bercelah busuk.

"Terus gimana jadinya lu? Kuliah aja?"
Tanyaku.

"Ga deh, kayaknya gua masih mau mencoba tahun depan. Gua fokus dulu binjas sama try out SKD (tes tulis) biar semoga aja tahun depan mungkin gw lebih layak buat lolos seleksi."

Wow, mendengar kesungguhan seorang Alra si periang yang sekarang menjadi sadboy sejati bertujuan.

Sedih rasanya melihat karibku sejak SMP ini berjuang mati-matian mengejar mimpi. Di balik itu, aku salut juga dengan dirinya yang selalu menyembunyikan rasa sakit di setiap perilakunya.

Alra dan miris sudah seperti sinonim. Bayangkan, hampir di semua genre kesedihan yang ada di dunia ini diborong habis olehnya.

Percintaan, memergoki sang kekasih hati berselingkuh secara langsung di depan kedua matanya. Hubungan 4 tahun 3 bulan bersama perempuan dambaannya itu kandas tak ada sisa.

**ehm. Sepertinya kisah percintaan Alra menarik juga kuceritakan di satu chapter terpisah.**

Keluarga, ayahnya yang suka menuntut berlebih terhadap dirinya, membuat tekanan yang sangat absolute di benak Alra.

Pertemanan, hey hoo salah satu temannya dulu lah yang dia pergoki sedang bersama perempuan dambaannya itu.

Pahit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang