Menginjak di usia produktif dan usia menuju matang, ditambah semakin mudahnya informasi didapat dari segala platform, membuatku terkadang banyak memikirkan hal yang semestinya mungkin belum waktunya untuk dipikirkan. Terlebih lagi orang-orang sekitarku yang cenderung berumur lebih tua daripada ku membuat cara pandang dan pikiran berlebihan semakin merajai kepala ini.
Aku yang awalnya mengeluh tentang hal-hal sepele seperti uang jajan, waktu pulang, jam tidur, percintaan, tugas, dan hal-hal anak muda lainnya sudah mulai terganti dengan bagaimana cara mengembalikan fungsional suprastruktur politik, menyeimbangkan fluktuasi rupiah, menggapai financial freedom sebelum berkepala tiga, investasi obligasi untuk dana pensiun, dan sebagainya.
Jomplang kan, part ini akan berisi kisah tentang teman-teman ku yang cukup membuat kepalaku berasap tentang hal-hal yang mereka keluhkan, yang justru membuatku berpikir "dapatkah aku melewatinya nanti?"
*****
Amris, dia salah satu senior ku di kampus. sebelumnya kami memang teman satu tongkrongan dengan pertemuan yang sungguh tidak sengaja dan tiba-tiba menjadi dekat tanpa terasa waktu dan terlihat peluang nya. Dia saat ini sedang menduduki semester 8 dan sedang pusing-pusingnya memikirkan, menyusun, bahkan memulai tugas akhirnya.
Kuceritakan dulu bagaimana awalnya kami bisa bertemu.
Siang itu di hari Jumat saat ku masih kelas 3 SMA, aku dan Samudra sedang mencari tempat "ngopi" untuk menghabiskan waktu sebelum berangkat ke rental ps langganan kami sedari dulu. Saat itu kami sengaja tidak melaksanakan kewajiban solat jumat karena sedang malas. *dasar anak muda
Luntang-lantung mencari dan terus mencari tempat ternyaman, dan terhenti lah kita di salah satu warung tak jauh dari sekolah aku dan Samudra. Disitu hanya ada satu laki-laki dengan rambut gondrong sepunggung yang sedang membaca buku dan diam seolah tak peduli dengan kedatangan kami. Karena tempatnya tak sebesar itu, aku merasa sangat awkward apabila hanya berdiam diri tanpa basa-basi, mulailah kubuka dengan kalimat terampuh untuk membuka pembicaraan.
"Sendirian aja bang?" wkwk, template.
"eh, iya nih masih nunggu bocah. Biasanya rame, lagi pada di jalan juga kali kesini."
Jawabnya dengan dibarengi oleh bisingnya kendaraan-kendaraan motor beriringan.
"Assalamualaikum!"
"Oi Ris, dah lama lu?"
Teman-temannya berdatangan dan melakukan salam sapa normal pemuda laki-laki.
Astaga, awalnya aku hanya basa-basi, dan ternyata "bocah" nya seramai ini. Aku dan Samudra sekarang terpojok diantara orang-orang yang tak kukenal. Mereka mengobrol asik dan tak menghiraukan kami berdua, ingin beranjak pun merasa tak enak karena harus melewati mereka yang sedang seru-serunya berbincang-bincang. Aku dan Samudra saling menatap, saling peka dan paham tentang apa arti dari tatapan mata kami masing-masing.
"WOI INI GIMANAAA?!" Aku dan Samudra menjadi hening yang sangat bising.
Dalam hening yang sangat bising itu ada satu pemecah suasana membuka topik pembicaraan kepada ku.
"Nama lu siapa bro?" Seorang yang sedari awal cukup mendominasi perbincangan para pemuda ini membuka kalimat tanya.
"Eh, Tara bang." Jawabku sembari menyambut sodoran tangannya mengajak bersalaman.
"Ohh, gw Aldi. lu?"
"Samudra bang." Jawab si anak introvert ini, kuyakin dia sedikit gemetar dengan sifat bawaannya yang sangat sulit untuk bertemu dengan orang baru, apalagi ini sekaligus banyak, ditambah lagi umur mereka sudah jauh lebih tua, membuat kami cukup kikuk dan takut salah dalam berperilaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Pahit.
RandomBanyak kisah ku disini. Sepahit itu mungkin dirasa, mungkin selebay itu dibaca. derita-derita, bajingan derita. Semua tentang "mau gimana lagi?"