Linimasa

5 2 0
                                    

"Haduh, udah Tahrim aja."

Tara mengeluh menyadari waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 dini hari, dan kepalanya belum menyentuh bantal sama sekali.

Pola tidur yang cukup aneh dimilikinya. Maksimal tidur hanya 4-5 jam, dan sedekat apapun jarak waktu menuju jam 04.00 dini hari, dia akan tetap terbangun pada jam itu dan tidak bisa tidur lagi sampai matahari terbit. Jika di pagi hari nya ada kegiatan, ya tidak tidur sama sekali.

Unik terkadang teman-temannya melihat mata panda dan gestur lusuh dari Tara yang mungkin hampir tiap hari mengemasnya.

Aku selalu menyadari jika Tara tidur atau tidak di hari itu. Orang gila itu terlalu keras kepala.

Aku Samudra. Aku mengenal Tara semenjak balita. Cukup aneh bisa dibilang, silsilah keluarga kami berdua semuanya berhubungan.

Nenek ku dan dirinya teman masa kecil, ibu ku dan ibu Tara teman sedari sekolah dasar, kakak ku dan kakak Tara satu klub bermain futsal sejak SMP.

*****

"Tara, Tara... Ckckck."
Aku mendengar dengkuran keras dirinya yang tertidur di atas tribun badminton ketika menunggu gilirannya bermain double denganku.

Dia gila, aku baru saja menjemputnya pulang dari terminal. Berkegiatan 5 hari berturut-turut di kota orang, Yogyakarta, mengurus pameran seni organisasinya, bukanlah hal yang tidak melelahkan.

"Itu anak-anak jadi bulu tangkis Dra?"
Kalimat pertama yang dilontarkan Tara saat baru saja menginjakkan langkah pertama di ruang tengah rumahnya.

"Jadi, anak-anak udah pada kumpul, ini gua juga abis maghrib berangkat, Kenapa?"

"Oke bentar, gua beresin barang-barang dulu."
Jawabnya.

"Hah, Lu mau ikutan? Tipes asli lu lama-lama." Heranku sambil membuka bungkus oleh-oleh darinya untuk kumakan.

"Gua udah tidur tadi di bus, santai."
Jawabnya dengan nada tengil.

Dia yang gila, aku yang miris dan khawatir. Anak ini selalu "terlalu" Dalam menjalani semuanya.

Bagus sih, total. Tapi dia seperti tak pernah memikirkan dirinya sendiri. Terlalu memorsir dan kadang tidak sadar akan kesehatannya jelas sangat tidak baik untuk kehidupannya jangka panjang nanti.

*****

Kira-kira 11 tahun yang lalu, aku masih sangat ingat nada suara dan ekspresi wajah anak yang sekarang sok dingin ini.

"Haiii, ayo kita main bola."

"Assalamualaikum, aku mau ikutan petak umpet juga dong."

"Aku sekarang udah ada beyblade, aku boleh ikutan main?"

Ahaha, periang sekali, manis sekali.

Entah berapa kali aku melihat dirinya berusaha mengambil tasnya yang disangkutkan di atas pohon oleh teman-temannya untuk bisa segera pulang.

Tara tak bisa memanjat pohon dengan postur masa kecilnya yang bantet.

"Tara, kok kamu belum pulang?" Tanyaku.

Saat itu waktu menunjukkan pukul 4 sore, sedangkan bubar sekolah dasar kami saat itu jam 1 siang. 3 jam, menangis dan pasrah tas nya tersangkut di atas pohon.

"Itu, tas ku di atas." Jawabnya sambil menunjuk polo classic hitam miliknya tersangkut di pohon yang cukup tinggi.

"Wah? Ahahaha, sukurin." Responku meledek.

"Samudra kalau ga mau bantu pergi aja! Nanti juga aku bisa sendiri." Tegas Tara dengan matanya berkaca-kaca dan napasnya yang berat kelelahan.

"Udah diem, jangan sok tau." Aku mulai memanjat pohon dan membantu mengambil tas miliknya.

Pahit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang