Aku tahu ini salah. Aku tahu tak sepantasnya aku menyimpan perasaan ini padanya. Tapi apa dayaku? Semakin aku menghabiskan waktu bersamanya, semakin aku ingin untuk memilikinya utuh untuk diriku sendiri. Cinta sepihak yang aku rasakan ini membuatku lari dari kenyataan bahwa dia kakakku sendiri.
.
.
.
Soobin POV
Aku masih asik memainkan gelas yang ada dalam genggamanku walau isinya sudah tandas sejak beberapa waktu yang lalu. Kubik-kubik es yang masih tersisa bergerak kala aku menggoyang-goyangkan kaca bening itu ke berbagai arah, beberapa lelehan airnya membasahi tanganku menyebabkan rasa dingin menyergap indra perasaku. Tapi toh aku tidak peduli, ya aku tidak peduli pada apapun selama pandangan mataku masih tertuju pada orang yang sama. Orang yang sama-sama memilik iris coklat sepertiku.
Sekali lagi aku memperhatikan gerak-geriknya. Untungnya setiap aku pergi untuk melihatnya, aku selalu mendapat tempat yang sangat strategis untuk bisa selalu dengan mudah mengamatinya tanpa takut dia akan menghilang dari pandanganku walaupun hanya untuk beberapa detik. Untung? Tidak juga, sebab ini semua sudah kuatur. Akulah yang membayar mahal kepada si pemilik bar yang tamak itu dengan beberapa lembar uang bernominal sedikit (menurutku) sehingga dia dengan senang hati selalu menyisihkan tempat strategis itu untuk kusinggahi.
Lagi, aku memijat keningku yang sebenarnya sama sekali tidak pusing. Kemudian samar-samar mulai terdengar suara tawa bernada miris yang keluar dari mulutku. Duh, aku merutuki kebodohanku yang menjadi sedikit melankolis akhir-akhir ini. Ini bukan diriku yang biasanya, aku tahu itu. Tapi mau bagaimana lagi? Semenjak diriku mendengar kabar bahwa dia sudah ditemukan oleh orang-orang yang sudah kubayar tentunya. Aku sudah tidak mengenal diriku lagi. Malam-malam yang biasanya masih aku habiskan didalam ruangan kerjaku dengan bertumpuk-tumpuk kontrak kerja yang bernilai jutaan won, kini berubah menjadi malam-malam yang aku lewati dengan terduduk disudut bar yang terletak di pinggiran kota kecil dengan segelas wine yang entah sudah berapa kali kuisi ulang.
Aku menyenderkan kepalaku di sofa. Sekuat tenaga aku menjaga diriku agar tidak tergoda memanggil lagi seorang pelayan untuk mengisikan gelasku yang sudah kosong. Sekuat tenaga aku memerintah diriku sendiri agar tetap sadar dan bisa terus menjaganya dari jauh. Seulas senyum getir aku sunggingkan padanya yang sama sekali tidak sadar bahwa aku selalu mengamatinya. Malam ini aku merasa dia sangat manis, dengan rambut hitamnya yang sedikit memanjang. Sengaja diikat setengah agar memudahkan untuk bekerja. Beberapa anak rambut yang membingkai wajah kecilnya membuatnya tampak semakin menggemaskan. Rubahku selalu menggemaskan.
Serangkaian memori indah mulai bermunculan menjadi halusinasi singkat yang terulang bagai kaset rusak. Dimana aku terus mengekorinya, memohon agar dia menemaniku tidur dan sederet permintaan manja yang selalu kubarengi dengan tatapan memelas membuatnya mau tak mau harus menuruti kemauanku. Tapi tiba-tiba alisku bertaut, pikiran itu menguap hilang entah mengapa. Ayolah! Itu semua sudah berubah, semenjak kedua orang tua kami berpisah dan dengan kejam memaksaku untuk meninggalkannya. Membuatku terpaksa melepaskan genggaman hangat yang menjadi topangan hidupku.
Aku memejamkan mataku, aku tidak suka dengan kenyataan hidupnya sekarang. Bagaimana mungkin aku bahagia saat mendapati bahwa aku hidup dengan semua yang serba kecukupan dengan harta yang mungkin bisa kupakai sendiri untuk mengubur diriku hidup-hidup sedangkan dia berjuang keras untuk mencari sepeser uang sampai-sampai tidak sadar bahwa ini sudah memasuki musim dingin dan tetap memakai kemeja putih dengan celana kain tipis yang jelas-jelas membuatnya merasa beku dan kedinginan.
Jangan lupakan kenyataan bahwa dia sudah dewasa, dan dengan menjadi dewasa otomatis ukuran tubuhnya pun berubah, meski sampai sekarang pun dia tidak setinggi diriku. Aku ingat saat dia masih menjadi malaikatku yang selalu bisa merengkuhku dengan mudah, dan aku tenggelam di dadanya.
Well, dengan tubuh mungilnya saat ini dia akan dapat mudah dapat masuk dalam pelukanku, tapi mungkin rasanya akan sulit fokus karena tonjolan tulang selangkanya yang terlihat menggoda. Pemandangan yang membuat pria-pria yang dilayaninya meneguk ludah dan memandanginya dengan tatapan seakan-akan ingin menerkamnya. Jadi jangan salahkan aku ya, kalau besok saat berita pagi disiarkan kau temukan orang-orang bajingan itu sudah habis tak bersisa. Bukan aku yang salah, tapi mereka yang tidak bisa menjaga matanya untuk tidak bermain-main dengan dia yang sudah menjadi milikku.
Kugelengkan kepalaku pelan. Ck, kenapa begini? Kenapa takdir begitu kejam mempermainkan kami. Aku kira aku bisa cukup bahagia hanya dengan menemukannya, kemudian mengamatinya dari tempat yang tak terlihat dan membantunya secara diam-diam. Tapi lama-lama aku tak mampu lagi berkelit. Awalnya aku kira perasaan ini hanya sekedar rasa rindu karena sudah lama tidak bertemu dengannya. Tetapi semakin lama aku menghabiskan waktu bersamanya. Semakin aku sadar bahwa aku tak mungkin lagi membohongi diriku dan menemukan kembali fakta baru yang cukup membuatku sendiri tercengang. Bahwa aku jatuh cinta pada pria di seberang ruangan itu. Namanya Choi Yeonjun, dan dia—
Kakakku.
TBC
Hai readers, I'm comeback~
Jangan lupa VOTE + KOMEN ya biar aku semangat update :(
KAMU SEDANG MEMBACA
Enigma: Oneshots [Soobjun]
Romance[Berisi kumpulan oneshot kapal soobjun] Saat Yeonjun kecil selalu saja dilarang bermain oleh si kakak, Soobin. Yeonjun hanya bisa menangis, dan Soobin akan mendekapnya dengan berbagai alasan. Cast: Choi Soobin Choi Yeonjun Warn! BL, BoyxBoy, incest(...