--12--

1.3K 229 13
                                    

"Aku pasti akan membawa kemenangan dan pulang dengan selamat."

Edmund tersenyum, dia lantas mencium Yuvio di depan pasukannya sebelum keberangkatannya ke medan perang. Si empunya sendiri langsung membeku, dia merasa malu dan kesal sekaligus. Seandainya dia tidak ingat pulang ke dunia nyata, dia pasti sudah menebas bibir sial—sexy—milik Putra Mahkota.

Ah, brengsek! Yang membuatnya ingin berteriak dan memaki dengan kencang, bukan karena dia membenci ciuman dari pria itu, tetapi karena dia menyukainya, dan dia menikmatinya.

Yuvio dapat melihat orang-orang segera membicarakannya secara terang-terangan, kepalanya langsung pusing seketika.

"Ayo kita kembali!" desisnya pada Ian, langsung berbalik pergi padahal kuda yang ditumpangi Edmund belum juga menyentuh gerbang luar.

Perutnya tiba-tiba mual kembali. Kejadian ini bukan sekali atau dua kali, tetapi sudah hampir satu bulan dia rasakan, waktunya tidak menentu, lebih seringnya di pagi hari. Yuvio pikir, mungkin karena dia tidak merokok. Si Ian—sialan—itu tidak menulis pesananya pada surat, dan dengan santai mengakui jika dia sengaja melakukan itu.

"Kenapa?!!!"

"Mulai sekarang, setiap mulut Anda masam, makan permen saja," kata Ian tanpa beban.

"Kau pikir aku anak kecil?!" Lagipula itu tidak akan mudah.

"Ini demi kebaikan Anda sendiri." Tanpa menjelaskan lebih jauh, Ian pergi dan meninggalkan Yuvio dengan sekantung peremen rasa buah-buahan.

"Aaaaaggkkk!!!" Yuvio berseru setelah akhirnya bisa meninggalkan aula depan. Selama hampir satu bulan dia bisa bertahan tanpa merokok, tetapi rasanya seperti akan mati. Akhirnya karena terlalu stress, perutnya jadi mual-mual. Ian tidak tahu akan hal itu, karena Yuvio paham sekali bukannya simpati, dia hanya akan mencibirnya dengan raut muka penuh ejekkan.

"Wajah Anda pucat lagi. Bagaimana kalau makan permen saja?" Ian menawarinya, menyerahkan satu bungkus permen rasa strawberry.

Saat ini, Lembah Damian adalah wilayah paling maju. Selain pemasok makanan terbesar, mereka juga memiliki beberapa rumah produksi, seperti membuat bumbu, rokok, bahkan pereman yang saat ini sedang dimakan Yuvio.

Pemuda itu menghela napas, menyesap permennya kuat-kuat. Setidaknya, permen asam ini dapat mengurangi mual yang dia rasakan.

.

.

.

Satu hari tidak ada Edmund, Yuvio biasa saja. Dua hari, masih biasa saja. Satu minggu, Yuvio mulai gelisah, tubuhnya gatal, tidak ada yang memeluknya. Satu bulan kemudian, surat dari pria itu datang:

Kupikir, melawan bangsa Orc akan menjadi kegiatan yang sangat berat. Tetapi ternyata, merindukanmu jauh lebih berat.

Entah kenapa, sebagai seorang pria, Yuvio malu sendiri membaca pembukaan dari surat yang dikirim oleh Edmund untuknya. Jika ada yang membaca selain dirinya, pasti orang itu akan langsung tertawa, apalagi jika orang itu adalah Ian.

Dia lantas melirik Ian yang sedang fokus dengan dokumen di tangannya. Saat ini mereka memang masih memiliki banyak pekerjaan, salah satunya yaitu mengembangkan SDM di kerajaan Aquila. Status Ian sendiri ibarat guru yang memberikan pengalaman dan pengetahuannya. Meski begitu, pekerjaannya bukan hanya dalam kata-kata saja (itu pekerjaan Yuvio). Ian membantu Swen dalam merancang insfraktruktur pembangunan, pertanian, juga perdagangan.

Memikirkan itu, Yuvio tersenyum. Dia berjanji akan menaikan gaji Ian. Setelah menatap asistennya cukup lama, Yuvio kembali melanjutkan membaca surat yang masih berada di tangannya.

[BL] Enter The World of Novels Through Dreams [Fast Wear]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang