CHAPTER 14

8 2 0
                                    

Sesampainya di rumah sakit, papa jevan segera dibawa ke UGD dengan brankar yang didorong perawat.

Kak Ify menelepon lagi dokter spesialis jantung yang sudah merawat papa jevan selama dua bulan terakhir.

Sehingga tanpa menunggu lama, papa jevan mendapatkan penanganan dari para dokter yang bertindak cepat.

"Lo sama natya ke bagian administrasi, urus semua pendaftaran." ucap kak Ify yang masih khawatir melihat kondisi papa nya.

Kak Ify menyerahkan dompetnya kepada jevan.

"Iya, kak." balas jevan yang tersenyum sekilas.

Jevan berjalan cepat keluar dari ruangan UGD dan aku mengikutinya.

Ketika mengikuti jevan menuju lobi, aku mendengar langkah kaki dari belakang, seakan ada yang mengikuti.

Aku menoleh, mengira kak Ify mungkin mengejar kami karena ada sesuatu yang lupa disampaikan.

"Anak kecil...? Ngapain ngikutin natya sama jevan?" batinku.

Jevan mulai mengurus pendaftaran papanya di bagian administrasi.

Sementara aku menunggu sambil memperhatikan anak kecil yang mengikuti kami sejak dari UGD.

"Aneh, kenapa anak kecil itu ngeliatin natya sama jevan dari tadi?" batinku yang sedang penuh dengan pertanyaan tentang anak kecil yang sama sekali tidak dikenal itu.

Aku mendekati jevan dan menyentuh lengannya.

"Kenapa?" respon jevan setelah aku menyentuh lengannya barusan.

Aku mengalihkan mataku dari jevan ke anak kecil yang kumaksud itu.

"Anak itu... ngikutin kita dari UGD, sekarang dia ngeliatin natya sama jevan kayak gitu."

"Entah kenapa, natya ngerasa ada sesuatu sama anak itu, jevan. sepertinya ada yang aneh sama dia."

Tidak diduga, anak itu menghampiri jevan yang kembali mengurus administrasi.

"Hai, ada apa?" tanyaku ramah sambil memberi senyuman hangat kepada anak kecil yang barusan menghampiri kami itu.

Aku bertanya ramah, mencegah anak itu menginterupsi jevan yang harus segera menyelesaikan urusannya.

"Kakak baru datang, ya?" tanya anak kecil itu kepadaku.

"Iya." balasku singkat.

"Kakak pasti orang kaya, ya?" tanya anak itu, lagi.

"Anak ini sebenarnya mau ngomong apa?" batinku yang sedikit terkejut setelah mendengar ucapan anak kecil itu barusan.

Jevan menyentuh lenganku dan aku menoleh ke arahnya. ternyata dia sudah selesai mengurus administrasi papanya.

"Enak ya orang kaya dan punya uang. kalau sakit langsung dilayani, cepet lagi." ucap anak kecil itu secara tiba-tiba.

Aku dan jevan tetap diam, menunggu anak itu kembali bicara.

"Ayahku di sini dari dua jam yang lalu, tapi belum ada dokter yang datang." ucap anak itu kembali.

Anak itu mulai menangis.

"Cuman diperiksa sebentar tadi. padahal ayahku terus merintih kesakitan."

Dia maju selangkah ke arah jevan dan tangisnya semakin menjadi.

"Tolong ayahku, kak. aku udah nggak punya ibu." ucap anak itu dengan tangisnya yang semakin menjadi.

Jevan tidak menjawab, dia tampak memperhatikan anak itu dengan ragu.

Still With You (END)Where stories live. Discover now