Chapter 11 : same way

9 6 1
                                    

Sudah pukul 13.01 perjalanan cukup panjang dan sangat melelahkan tapi tidak juga ada tanda-tanda bahwa bukit hijau tampak, sedalam apakah letaknya dari hutan ini? Sepanjang apakah jarak yang harus mereka tempuh untuk sampai di bukit hijau, paling tidak mereka harusnya sudah menemukan titik cerah/celah jalan menuju pendakian.

Via sudah menarik nafas cepat, ia lelah dan harus segera beristirahat. Ia juga harus minum obat lagi, ia mencoba untuk kuat tapi Tiego tidak mau memaksakan sehingga meminta teman-teman nya untuk berhenti sejenak.

" Guys, berhenti sebentar. Gue harus buat bubur buat via, ini udah tengah hari dia harus minum obat" tie meminta pengertian lagi. Karena sejak tadi via memang kerap berhenti.

" Yak elah, berenti Mulu kapan nyampe nya.  Lemot pake mau ndaki" kesal Bimo memang suka asal kalau bicara.

" Mulut lo bim!" Bentak Gevan tak enak hati. Bagaimana pun via berbeda dengan mereka semua. Setidaknya kita sedikit pengertian.

Meskipun Oca kesal karena sepanjang perjalanan melihat Tiego begitu menjaga Via, mendengar ucapan Bimo barusan ia sedikit kesal. Mengapa begitu kasar.

" Bim, lo ngerti situasi nggak sih? Kasar banget mulut lo?" Oca kini mendekat ke arah Via untuk mencoba memberi pengertian.

" Vi, jangan di masukin ke hati. Bimo kalo capek memang kasar mulutnya" ujar Oca membuat Via sedikit tenang. Mereka akhirnya memutuskan untuk beristirahat dahulu sambil menunggu Tiego yang tergesa membuat api untuk memanaskan bubur yang akan di makan oleh via.

Via yang kini bersandar di pohon masih cukup lelah tidak berbicar apa-apa, Oca inisiatif mengajak bicara via agar mengalihkan dirinya dari sakit yang mendera " tie beneran berubah karena suka sama lo Vi, beruntung banget Lo jadi cewek" Oca tersenyum kecut, hatinya merasa ciut.

" Iya, cuman tie yang nggak beruntung. Andai aja dia sukanya sama lo mungkin hidup dia bakalan baik-baik aja dan nggak kerepotan" ucapan via membuat Oca tertegun.

Namun Tiego sudah datang segera memberikan semangkuk bubur yang sedang ia dinginkan untuk di berikan pada via. Oca sadar satu hal, meski hatinya sakit ketika mendapati orang yang ia sukai begitu peduli pada wanita lain, pertemanan dan perjalanan ini jauh lebih berharga. Oca tidak ingin merusak rencana ini hanya karena mood nya.

,

Setelah via meminum obat, Tiego memutuskan untuk menggendong via saja. Hitung-hitung menghemat energi gadis itu untuk beberapa jam kedepan. Dan agar teman-teman nya tidak terbawa emosi karena kerap berhenti.

Sudah 4 jam berlalu tapi tidak ada kemajuan sama sekali, mereka tetap tidak menemukan tanda-tanda bahwa jalan menuju bukit hijau sudah dekat.

" Stop guys!" Intruksi Zefanya membuat semuanya berhenti.

" Kita jalan di tempat yang sama dari pagi, gue sengaja kasih tanda ini" menunjuk tangkai dahan yang ia ikat dengan ikat rambutnya. " Udah 3 kali gue lihat ini sejak tadi, tapi untuk memastikan gue sengaja coba satu kali lagi. Kita udah berputar 4 kali di tempat ini dalam waktu seharian" jelasnya.

Pantas saja mereka merasa tak asing dan sangat melelahkan. Ternyata mereka terus berputar di tempat yang sama. Untung lah mereka membawa Zefanya, sangat berguna karena gadis ini sangat teliti dan mudah curiga pada sesuatu yang menurutnya janggal.

" Jadi gimana?" Daffa mulai panik.

" Bangsat, pasti ini ada yang kencing* buang air kecil sembarangan. Ngaku kalian!" Tukas lira tidak bisa menjaga ucapan.

Bimo malah asik menggigit rumput tidak perduli. Lira yang sudah muak sejak awal dengan sikap Bimo langsung maju dan memukul wajah cowok itu keras.

Bugh!

" Anjing Lo! maen mukul!" teriak Bimo balik mendorong Lira yang untung nya Daffa tahan, jika tidak mungkin Lira sudah terpental jauh kebelakang.

" Bim, sabar dulu dong. Kok lo kasar banget dari tadi" Daffa mencoba menenangkan.

" Nggak lucu tahu nggak! keadaan lagi kayak gini kalian malah ribut!" tengah Zefanya mencoba meng-kondusif kan suasana yang mulai riuh.

Semuanya diam, menahan kekesalan sekaligus ketakutan masing-masing. Panik. Jelas karena mereka tidak di beri kemudahan dalam perjalanan kali ini. Padahal Gevan sudah katakan sejak awal tolong jangan ada yang berbuat atau mengatakan kata-kata aneh, tapi ah sudahlah, menyatukan 10 kepala jelas sulit.

" Tunggu " Sita mengamati langit yang tadinya terang mendadak gelap, angin bertiup mulai kencang. Dedaunan pohon bergoyang kesana kemari, suasana kali ini sangat mencekam.

Tidak pernah terpikirkan bahwa kejadian-kejadian di film horor harus mereka rasakan saat ini, mobil mogok, lokasi yang tidak tampak, berputar di satu tempat dan kini angin terus bertiup dengan iringan langit yang ikut menggelap seperti akan turun hujan.

Oca memekik ketakutan memeluk Silfa dan sita, sedang Zefanya berusaha berpegang pada batang pohon yang kokoh. Semuanya panik dan histeris. Mereka bingung harus bagaimana, benarkah kejadian yang biasa mereka lihat di drama terjadi di depan mata.

Tidak lama hujan sungguh turun dengan derasnya, ditambah suara gemuruh yang menggelegar menambah suasana mencekam yang menjadi-jadi. Sedang panik dan berdoa dari dalam hati, Gevan meminta mereka berkumpul membentuk lingkaran agar tidak terpisah.

Namun belum cukup, suara teriakan Bimo membuat mereka mendongak dan berusaha menolong karena Bimo berteriak meminta pertolongan, jalanan menjadi gelap dan tidak tampak, tertutupi kabut dan derasnya hujan yang mengguyur tiba-tiba. Gevan yang berusaha mengejar Bimo namun kini ia di tahan oleh Oca.

" Van, jangan pergi! Kita cari sama-sama kalau hujan nya redaa!" teriak Oca di tengah riuhnya suara hujan yang serentak turun membasahi hutan lebat ini.

Mereka berdoa agar hujan segera reda dan bisa mencari Bimo yang entah kemana dan kenapa. Beberapa jam kemudian hujan berhenti, Gevan segera membuka tas ranselnya mengambil jaket tebal nya untuk dipakaikan pada Oca yang kedinginan.

" Pokonya kalian disini dulu, gua sama Daffa mau cari Bimo. Dan lo tie, tolong jagain mereka!" titah Gevan yang masih memikirkan bagaimana keadaan Bimo.

Tapi, bukanya mengiyakan saja Oca kini ikut berdiri  " gue ikut, gue mau cari Bimo juga" pintanya entah kenapa takut sekali.

" Kita cari sama-sama aja kalau gitu, ayok! Pakai jaket tebal kalian semua!" Zefanya menambahi intruksi untuk menengahi, ia juga khawatir pada Gevan yang berusaha menghendle semuanya.

Mereka memutuskan untuk mencari Bimo, berteriak, dan mencoba memangil-mangil nama Bimo sekuatnya namun nihil, Bimo belum juga memberikan petunjuk berupa sahutan.

Sedang kalut dengan pikiran masing-masing lira tidak sengaja menginjak tanah rapuh yang membuatnya terperosok.

"LIRAAAA" teriak Oca histeris

Bimo belum di temukan dan lira ikut terjatuh ke jurang dan ikut menghilang.

HIKING (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang