Chapter 14 : lots of clues

19 6 0
                                    

" SADAR"

Kata itu membuat semuanya merenung untuk memikirkan apa makna dibaliknya. Mereka semua bingung karena baru satu petunjuk yang didapatkan.

" Kalian mau istirahat dulu?" Gevan meminta pendapat teman-temannya.

Semuanya menggeleng " semakin cepat dapat banyak clue kita akan semakin cepet pulang, selagi kita masih punya energi dan bahan makanan kita harus maksimalin usaha" saran Tiego.

" Bener, kita harus manfaatkan waktu sebaik mungkin. Paling enggak malem ini kita harus Nemu 2-3 petunjuk minimal apapun caranya" Zefanya menambahi.

Gevan mengangguk saat mendapat wajah teman-teman nya yang murung. Sudah 3 hari terjebak disini, karena ide gilanya ia bahkan menyiksa teman-teman nya.

Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali berkeliling hutan, mencari petunjuk lainnya dan kalau bisa menemukan teman-teman nya yang menghilang dan belum ditemukan. Tiba-tiba saja tiego terlilit kakinya karena jalan yang sangat licin dan ia kurang hati-hati.

Via mencoba bertanya tentang apa yang sakit pada Tiego tapi hanya dijawab tidak apa saja sebagai kata pemenang. Oca segera berlari mendekat ke Tiego membuka tas nya, mengeluarkan minyak urut dan mencoba memijat sedikit kaki tiego yang terkilir " gue pijit boleh nggak? Sebentar gue coba, siapa tahu agak mendingan" Oca menawarkan bantuan.

Tiego mengangguk " emangnya bisa ca?"

" Dicoba, semoga beneran bisa dan lo bisa jalan enakan lagi" jawab Oca dengan senyum di wajahnya. Gevan yang melihat itu jelas sangat kesal.

Tapi lagi-lagi ia bertanya pada dirinya sendiri, pantaskah ia untuk marah? Lagi pula situasi nya sedang tidak memungkinkan untuk dirinya kesal pada perasaan nya yang tidak satu orang pun tahu. Namun Silfa yang ada disampingnya berbisik pelan.

" Lo cemburu kan sebenarnya?" Serkas silfa " salah kalau lo ngira perasaan lo nggak ada yang tahu" tambahnya lagi dengan wajah datarnya seperti tidak berdosa mengucapkan itu tadi.

" Nggak usah sok tau!" Gevan masih saja mengeles.

" Kalau boleh saran cepet ungkapin aja. Keburu dia makin cinta sama orang yang udah bucin sama orang lain. Lo kenal Oca jauh lebih lama di banding gue, jelas Lo tau gimana Oca kalo suka gimana" tambah Silfa lagi.

Gevan tidak menjawab, dilihatnya Zefanya yang sepertinya sejak tadi mengamati dirinya sedang Daffa yang paling sering melamun semenjak 3 temannya menghilang. 

Setelah menunggu sekitar 10 menit akhirnya kaki tiego cukup membaik, jam juga sudah menunjukkan pukul 23.50 sehingga mereka memutuskan untuk istirahat saja, untuk mencari petunjuk gunakan waktu pagi sampai sore saat penerangan cahaya matahari bersinar dan menerangi hutan ini sampai ke sela-sela nya.

Baru saja ingin melangkah ke tempat rata, mereka dikejutkan kembali dengan suara tolong seorang tak jauh dari sana. Mereka tidak menunggu waktu lama, segera mendekat untuk mencari sumber suara. Dan benar disana ada Lira yang sudah berantakan sekali penampilannya, jaket denim ya robek sana-sini, wajahnya penuh guratan luka dan darah yang mengering.

Badannya sangatlah lunglai sangkin lemahnya. Tapi Gevan mencoba menahan teman-teman nya untuk lebih waspada. Zefanya juga memberi peringatan berhati-hati takut jika yang di hadapannya adalah semu dan bagian dari jebakan.

" Tolong guys, tolongin gue" lira menu selangkah dua langkah lalu ambruk.

Oca refelek maju untuk membantu lira yang nampak kesakitan, tapi lagi-lagi ia ditahan Gevan " jangan, siapa yang tahu kalau itu bukan lira yang asli" tatapan Gevan kali inu sungguh memohon, ia berharap kali ini saja Oca mau mendengarkan nya.

" Itu lira guys, gue percaya kalau dia memang Lira dan bukan jebakan!" Keluh Oca pada teman-temannya.

" Lo bisa dibilangin nggak sih! Bocah banget, harus semua tentang Lo!" Zefanya yang sejak lama muak melihat perhatian Gevan pada Oca kini terwakilkan untuk meluapkannya.

Semuanya cukup terkejut karena Zefanya nampak begitu marah pada Oca yang tidak pernah memiliki masalah dengannya. Oca mengepal tangan erat, apakah dirinya saat ini nampak seperti bocah yang merengek, dia hanya mengikuti kata hatinya untuk menolong lira yang sudah sangat membutuhkan pertolongan.

" Bagus kalau memang gitu, kalian nggak akan kenapa-napa kalau bocah kayak gue yang jadi tumbal jebakan kedepannya" Oca menepis tangan Gevan yang masih kuat menahannya dan mendekat kearah lira.

Daffa yang sejak tadi terlihat diam saja ikut pada Oca, dirinya berani mengambil keputusan yang penting bagi hatinya berkat Oca yang begitu percaya pada Lira.

Melihat Oca yang maju untuk menolong lira dan Daffa yang ikut membantu tak mungkin Gevan diam saja, akhirnya semuanya ikut mendekat kearah lira yang kini sedang diberi air minum oleh Oca.

" Kalau gue yang ada di posisi Oca apa Lo bakal nurut dan ngerti Van?" Pertanyaan Zefanya dengan wajah kesalnya membuat semuanya cukup tertegun dengan pertanyaan yang sedikit ambigu.

" Maksud lo?" Gevan berusaha tidak mendengar dan acuh saja pada pertanyaan yang Zefanya ajuka padanya.

" Gue suka Lo Gevan! Semuanya bisa gue raih, juara kelas, penulis terbaik, dan segala hal predikat baik yang gue punya. Tapi kenapa lo nggak pernah liat itu, mata Lo, dan isi otak Lo hanya tertuju pada Oca terus" terlihat bahwa Zefanya benar-benar serius.

Oca yang sedang membersihkan luka di dahi Lira berhenti ketika namanya selalu disebut, " sebentar Ra" Oca bangkit dan ingin meluruskan semuanya, sepertinya Zefanya sudah lama tidak menyukai diri nya dan baru kali ini ia ucapkan.

Belum sempat Oca menjelaskan, Gevan sudah memotong " sorry, tapi gua memang suka Oca bukan Lo" jawab Gevan terus terang.

Oca diam di tempat. Bisa-bisanya Gevan mengucapkan itu dengan mudahnya, didepan Tiego. Oca kesal, tidak menjawab sepatah katapun dan melanjutkan kegiatannya membersihkan luka-luka pada lira. Ia tidak ingin berbicara apapun pada Gevan.

Masalahnya kini makin rumit, jebakan yang kian mengintai, petunjuk yang masih harus dicari, namun mereka terlibat masalah satu sama lain karena hati.

Gevan mendekat ke Oca berusaha meminta maaf atas ucapannya " ca, g-" ucapan nya terpotong denga tatapan tak suka Oca yang memiliki arti bahwa ia tidak mau berbicara dengan Gevan.

Gevan mengerti pasti Ica terkejut dan kesal pada dirinya tapi paling tidak jangan sampai tidak mau berbicara dengannya. Silfa menggeleng saat tak sengaja Gevan melihatnya " biarin dia tenangin hati nya dulu"

Gevan mengangguk, berharap Oca tidak marah lagi padanya.

HIKING (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang