Obsessed (1)

280 33 9
                                    

•••

    Hari, jauh sebelum aku memangkas usiaku. Hari, dimana aku pertama kali melihat Lalisaku. Hari itu, aku sedang bersama Min Yoongi—kami sedang merokok dibelakang sekolah. Lantas Lalisaku tiba-tiba ada dihadapan kami. Lucunya ada sekotak cokelat ditanganya, yang ia pegang erat-erat. Lantas kebetulan hari itu adalah white day—kau tahu tentang hari dimana para wanita memberikan cokelat pada para pria?

"Kudengar kau menyukaiku," ujar Lalisa. Tiba-tiba—tanpa jeda—maupun aba-aba.

Seketika aku terkesiap. Dia benar, aku memang langsung menyukainya hari itu juga. Kudengar dia ada dikelas yang sama denganku. Lantas, mengapa aku baru menyadarinya sekarang? Tepatnya hari ini, saat Min Yoongi menyela, "Kau teman sekelas Kim Taehyung bukan?"

Lalisa mengangguk, sambil melirik singkat kearahku. Lalisa adalah visualisasi terbaik yang membuat sepasang mataku betah lama-lama memandanginya. Ia punya sepasang mata bulat yang besar, hidung dan bibir yang juga tampak terlalu besar diwajahnya yang terlampau kecil. Satu dari sepuluh orang mungkin tidak setuju kalau aku menjulukinya definisi dari kata cantik, namun ia benar-benar lebih dari itu.

Definisi yang lebih dari kata cantik.

Lantas, seketika aku kehilangan akal. Mendadak menjelma seperti orang mesum yang sedang memandangi—menilik, tepatnya menelaah tubuh orang. Aku yakin Lalisa menyadarinya, namun ia seolah tak terganggu dengan hal itu, ia  terus menatap Min Yoongi. Entahlah, kepalaku tiba-tiba pening. Aku yakin itu adalah awal dari gejala ketidawarasanku. Aku sangat paham, perihal aku yang tiba-tiba menyukainya, tapi tidak begitu paham, perihal sebegitunyakah aku menyukainya sampai-sampai kepalaku melulu pening?

"Lantas? Itu untukku?" tanya Min Yoongi. Benar, sialnya Lalisaku bicara dengan Min Yoongi, bukan aku. Sedang aku hanya menatap—sesekali memalingkan pandanganku untuk menangkal rasa pusing.

"Kujual dengan harga murah," ujar Lalisa.

Aku tersentak barang sejenak, sedang Min Yoongi terkekeh tak karuan, "Yang benar saja, kau menjualnya? Alih-alih memberikanya cuma-cuma? Bukankah ini bentuk balasan pernyataan cinta? Bukankan kau menyukaiku?"

"Kau yang menyukaiku, benar bukan?" tanya Lalisa. Min Yoongi mengangguk setuju. Ia tak mengelak perihal pernah mengatakan kalimat itu tempo lalu—pada Lalisaku, saat Lalisaku sedang bermain basket.

"Kau sungguhan menjualnya? Padaku? Kenapa harus aku?" tanya Min Yoongi. Ia benar-benar tak habis pikir dengan jalan pikiran Lalisa.

"Karena kau menyukaiku," ujar Lalisa singkat.

"Sedang kau tidak?" ujar Min Yoongi, menuntut sebuah kejelasan. Membuat Lalisaku tampak tertekan. Lantas ia menunduk barang sejenak, "Aku susah payah membuatnya tampak cantik," ujar Lalisa memandangi kotak cokelat yang ia bawa.

"Kau mau membelinya bukan? Bukankah kau menyukaiku?" tanya Lalisa. Sekalilagi, tanpa sedikitpun rasa malu.

"Ya aku menyukaimu, dan kau tidak, benar?" tanya Min Yoongi.

Lalisa terdiam sejenak, lantas ia kembali menunduk—tidak lama, hanya beberapa detik sebelum ia menyunggingkan senyumnya—seketika kepalaku langsung pening.

Aku menyukai Lalisa. Aku menyukai senyumnya.

"Aku masih punya dua kotak lagi untuk dijual," ujar Lalisa—artinya ada dua pria lagi yang menyukainya dan akan ia tawari cokelat.

"Biar aku yang membelinya," ujarku tiba-tiba. Merogoh saku celana, lantas memberikan beberapa lembar uang kearahnya.

"Ini terlalu banyak—"

Her ! [ONE SHOOT LISA AND HER BITCHES]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang