Meet

302 41 5
                                    

Setelah kembali dari mengantar Nael ke rumahnya, Zee bergegas membuka toko karena hari ini dia membuka kelas merangkai bunga untuk beberapa pelajar. Dia memang selalu melakukan ini satu bulan sekali. Bukan untuk mencari keuntungan, uangnya sudah lebih dari cukup untuk menghidupinya sampai mati, dia hanya butuh bersosialiasi dengan banyak orang. Temannya hanya satu, Ran, itupun jika bisa disebut teman karena setiap mereka bertemu, Ran hanya akan merecoki Zee dengan petuah-petuah membosankan tentang kehidupan Zee yang menurutnya tidak menyenangkan itu.

Ada delapan peserta yang mendaftar, semuanya wanita muda yang sudah jelas terbaca apa maksud dan tujuan mereka mengikuti kegiatan hari ini. Tapi jujur saja dari semua wanita yang pernah hadir di kelas bunganya, tidak ada satupun yang bisa menggetarkan hati, "Aku yang salah, aku yang nggak buka hati dan kayaknya nggak akan pernah juga sih..." batinnya sambil melambai selamat jalan pada delapan wanita yang baru saja menyelesaikan kelas bunga mereka, "Capek..." Zee menutup kedua matanya lalu berjalan ke meja kasir dan memutar salah satu kompilasi instrumen kesukaan yang hingga hari ini tidak pernah dia tau apa judulnya. Tidak ada pesanan bunga hari ini, dia bisa sejenak beristirahat karena jarang sekali ada yang datang dan membeli bunga secara langsung.

Di tengah kesunyian harinya, Zee tiba-tiba dikejutkan dengan iklan yang memotong musiknya, "JEZZ!! Lupa perpanjang premium kan!" rutuknya pada diri sendiri sambil berusaha meraih satu barang yang jatuh karena tersenggol sikunya tadi. Kartu akses.

"Oh..." gumamnya, "Ternyata anak Perdpiriyawong group...Nggak heran sih dari atasan sampe bawahan Guccing semua kemarin, mana katanya mau ke sini?" Zee tersadar dari pikiran anehnya, "Ih apaan Zee? Emangnya kamu mau suara berisik itu ngerusak gendang telinga kamu? Kan enak gini, tenang, damai, ya nggak?" tanyanya sambil menatap bunga-bunga yang tentu saja tidak akan memberi jawaban, "Bocah..." batin Zee kemudian.

Sesiangan itu, hanya ada satu pesanan bunga yang masuk karena memang tidak ada hari istimewa di minggu-minggu ini. Setelah selesai merangkai bunga, Zee memutuskan untuk menghubungi Ran, rasanya sudah lama sekali tidak bertemu dengan manusia menyebalkan itu.

"Makan siang?" tanya Zee.

"Memangnya kamu di mana?"

"Di toko. Beliin sate kesukaan aku trus makan di toko aja. Ada banyak yang mau aku korek dari kamu."

"Bilang aja kangen, susah banget?"

"Aku nggak kangen sama sekali. cepet ke sini sebelum aku nggak mau liat muka kamu lagi."

"Emang semua anak berduit itu gitu ye, sesukanya."

"Siapa bilang aku anak orang kaya? Aku sendiri kaya, tau!"

"Iye bawel! Tunggu 40 menit, aku mesti selesaiin beberapa kerjaan dulu."

"Iya cepet!"

Zee mengakhiri sambungan mereka dengan kekehan kecil. Berbicara dengan Ran sama saja dengan melepas emosinya. Ran memang manusia yang bisa diajak berbicara tapi tentu saja di urutan ke tiga setelah Dean dan Nael. Zee melirik sekilas kartu akses itu sebelum akhirnya memutuskan untuk tidur siang sejenak.

                                  ***

"Kenapa ada kartu akses Chawarin di meja kamu?"

"Kenal?"

"Sejawat. Tapi dia nganggep aku rival sih kayaknya."

"Oh iya, sebelahan ya kantornya. Lupa," sahutnya sambil menyiapkan makan siang mereka berdua.

"Jawab donk anak manis, kenapa ada kartu dia di meja kamu?"

"Dih jijik. Nggak penting lah, intinya dia beli bunga trus lupa bawa uang jadinya aku minta dia ninggalin kartunya di sini."

BEFORE THE LAST LILY BLOOMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang