a Better (21+++)

888 39 4
                                    

Desahan nafas halus mulai terdengar dari bibir mungil itu, lidah yang sejak tadi saling mencari seakan tidak cukup memuaskan sang empunya. Setelah cukup lama memanjakan, bibir Zee perlahan turun pada ceruk leher milik Nunew dan mulai menuntut di sana.

"Hiaa~" desahan itu membuat Zee seakan tersengat listrik bertegangan rendah. Panggilan itu kembali. Panggilan Hia-nya kembali...Zee tidak hanya tertimpa emas di siang hari, namun juga tertampar berlian seratus karat. Dari tempatnya duduk, dengan kaca yang terpasang di kepala tempat tidur sekaligus di meja kerja yang saling bersebrangan, Zee dengan jelas bisa melihat bagaimana Nunew menikmati sapuan lidah di lehernya.

"You like it? Hmm?"

"Do me a favor, wet me, Hia..." bisik Nunew pelan membuat Zee sontak menggigit bibirnya sendiri berusaha keras menahan gairah yang sudah terasa di ujung kaki. Tangannya yang pada menit lalu masih mengusap pelan di perut Nunew, kini perlahan naik berusaha mencari di mana letak benda kecil yang Zee yakin sanggup menghancurkan pertahan pria di hadapannya sekarang.

"Nghh..." nafas Nunew tersengal berbarengan dengan sebuah desahan panjang saat jari telunjuk Zee menemukan titik lemahnya. Puting kemerahan itu. Diputarnya jari beberapa kali di sana tanpa menyentuh, di permainkan benda itu dengan ujung jari yang hanya mengusap di sekitarnya.

"Hia, please..." suaranya lirih bercampur gairah.

"Hmm?"

"Pinch me..."

"Pinch your what Nu? Tell Hia..."

"My nipple, please..." mohonnya tanpa malu sambil menghadiahkan sebuah ciuman basah pada tengkuk Zee yang terbuka.

"Nu..." Zee terkejut karena tidak menyadari reaksi tubuhnya sendiri akan seperti itu. Dia tahu leher adalah titik sensitifnya, namun disentuh dengan bibir oleh Nunew? Surga datang lebih cepat.

"Hia likes it?"

Zee mengangguk pelan membuat Nunew semakin bersemangat membasahi kulit leher itu.

"Oh, GOD!" seakan lupa dengan puting yang menggoda, Zee menutup kedua matanya menikmati apa yang Nunew tawarkan. Ada yang bergerak di bawah sana, dan Zee tahu jelas apa itu.

"Hia..."

"Ya?" masih dengan matanya yang terpejam, Zee mendengarkan.

"Buka baju..." dengan sigap Zee mengangkat kedua tangannya saat Nunew menarik atasan yang dipakainya naik melewati kepala, "Oh FUCK!" makinya pelan, "Are you sure you are a patient? I don't think you are tho..." ditatapnya enam otot menonjol yang menggiurkan itu.

Zee terkekeh pelan tapi tidak terlena dengan pujian. Tanpa pikir panjang, dilepaskanlah satu persatu kancing kemeja kerja Nunew lalu dibuangnya sepotong kain itu jauh-jauh, "I don't need you for a while..." ucap Zee sambil kemudian mencekal tengkuk kepala Nunew lalu memutar pria itu hingga berbaring di atas tempat tidurnya, "Aku nggak pernah ngebayangin kamu secantik ini, Nu..." matanya bergerilya dari kepala hingga ke pinggang Nunew.

"I am pretty, and only for you to see..."

"Thank God!" pekik Zee sebelum pada detik berikutnya merendahkan kepala lalu mulai menyesap setiap inci kulit yang memang dijajarkan untuknya.

"Owh ssssttt~" hanya desahan demi desahan indah yang terdengar setelah itu. Nunew menggeliat, menggelinjang, membusungkan dada setiap kali bibir Zee menyentuh kulit tubuhnya, "Hiaa~"

"Yes??"

"I feel good, kiss me more, mark me, make me yours..."

"My honor...Do me a favor, Nu?"

BEFORE THE LAST LILY BLOOMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang