Jangan lupa follow authornya ya Besti.
Happy Reading:
:
:"Ma, kenapa ramalan itu ada?" tanya Ana. Jiwa keingintahuannya amat tinggi membuat gadis kecil itu selalu memberikan pertayaan-pertayaan yang sulit menurut Devinta.
"Kenapa, Ma?" ulangnya lagi. Masih dengan posisi yang sama, menatap sang Mama dan memeluk erat boneka pisangnya.
"Ramalan gimana, Dek?" Devinta mengulang pertayaan dari Ana, dia yang tidak begitu mengerti dengan apa yang putrinya tanyakan itu.
"Iya, ramalan, Ma. Seperti ramalan seseorang akan meninggal diumur sekian, gitu," jelas Ana.
Devinta terdiam, "Besok saja tanya Papa. Mama nggak ngerti, Dek. Sekarang ayo tidur sudah jam dua, loh ini." Putusnya. Hanya itu yang bisa dia lakukan, kenapa semakin hari dia dibuat bingung oleh Ana. Lebih baik memerintahkan anaknya untuk tidur. Biarkan esok suaminya yang menjawab pertayaan itu.
Setelah memastikan Ana tidur, kedua mata Devinta belum juga bisa terpejam. Pikirannya kembali lagi berkelana kemana-mana, memikirkan putrinya yang menurutnya semakin hari semakin aneh. Meskipun suaminya selalu menenangkannya, tapi, rasa takut itu semakin hari semakin menjadi karena menurutnya pertayaan-pertayaan Ana tidak wajar untuk anak seusianya.
Melihat jarum jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga, Devinta putuskan untuk membangunkan suaminya buat salat malam berjamaah. Waktu sudah hampir pagi, tidak mungkin dia akan tidur. Selepas selesai, dia mengatakan kepada suaminya kalau besok putrinya akan mengajukan pertanyaan kepadanya. Devinta tidak memberitahu perihal apa yang akan Ana tanyakan, biarkan suaminya memikirkan sendiri jawabannya.
***
Pagi pun tiba, setelah selesai melakukan salat subuh. Ana dengan tidak sabarnya langsung bertanya kepada papanya, tanpa mau melepas mukenanya terlebih dahulu.
"Pa."
"Iya, Dek. Kenapa?"
"Adek mau tanya, Pa," jawab Ana sambil mendekat ke arah Hadi. Setelah papanya tadi mengiyakan, ia langsung melontarkan pertanyaan yang semalaman ini ada pikirkannya, "Kenapa ramalan itu ada, Pa?"
"Maksud Adek ramalan yang seperti apa? Ramalan tentang datangnya hujan?"
"Bukan, Pa. Tapi, ramalan tentang kematian seseorang," jelasnya.
"Bukannya semua yang ada di dunia ini itu sudah digariskan oleh Allah," sambung Ana.
"Kenapa tiba-tiba Adek tanya seperti itu?" tanya Hadi. Dia heran dengan pertanyaan putrinya.
"Tadi malam Ana bermimpi, dalam mimpi itu ada Kakek-kakek pakai baju putih. Kakek tersebut minta Ana panggil Akong."
"Akong?" tanya Hadi.
"Iya, Pa. Akong, kakek itu bercerita tentang suami Dewi Sawitri yang diramalkan tidak berumur panjang."
"Dewi Sawitri?" Hadi yang merasa bingung, hanya bisa mengulang apa yang anaknya ceritakan. Hatinya mulai goyah, jangan-jangan apa yang dikhawatirkan istrinya selama ini, itu benar?
"Iya, Pa. Kata Akong itu, suami Dewi Sawitri diramalkan tidak berumur panjang. Setahu Adek, semua makhluk itu tidak tahu apa yang sudah digariskan oleh Allah. Termasuk juga malaikat, iya kan, Pa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cendana
General FictionOmbak yang menghempas pantai, deru debur yang tidak pernah membawa kesunyian. Selalu begitu, pamit kemudian menghempaskan kembali. Terlihat sosok remaja yang berjalan ke arah pantai, setelah sampai dia duduk menatap sang surya sambil melipat kaki da...