O5. Nice to Meet You 🔞

871 54 2
                                    

Mereka sama-sama bergerak seakan sudah berpengalaman. Lumatan itu terasa sangat intens, mengeluarkan suara yang panas karena lidah mereka saling menyapa dan membelai satu sama lain.

"Mmhh–"

"Ngghh..."

Tangan Devon mengusap bahu Danu yang lebar. Sementara bibirnya terus membalas ciuman yang diberikan. Danu memagut bibirnya dengan lihai hingga semakin bengkak.

Tumit sepatu Devon menyentuh kaki meja, sehingga ia tidak dapat mundur lebih jauh lagi. Hanya menikmati gerakan tangan Danu yang membelai pinggul hingga pantatnya. Laki-laki itu turut menunduk supaya dapat mencium leher Devon.

"Uungh..."

Rintihan Devon terdengar serak dan kasar saat lidah Danu menjilat lehernya. Merasa perih juga panas saat Danu menggigit kulit lehernya.

Tangan Danu tidak bisa diam, bahkan sangat nakal ketika meremas-remas pantat Devon. Puas bermain dengan pantat itu, ia mengangkat tubuh Devon, membantunya duduk di atas meja.

Mata Danu tak lepas dari Devon. Ia menikmati pemandangan itu, bahwa wajah Devon memerah sampai pada telinganya. Ketika pandangannya sedikit turun, ia melihat bibir Devon sudah basah dan sangat bengkak. Warna bibir itu juga memerah.

"Such a nice lips," ujarnya sambil mengusap permukaan bibir Devon dengan ibu jari.

Gerakan mata Danu mengikuti jarinya, menatap tiap detail pada bibir juga wajah Devon. Pipinya sangat tirus, dan Danu baru sadar bahwa orang ini punya sekitar empat mole di wajahnya. Itu membuat Devon terlihat manis. Danu tidak dapat menahan diri lebih lama dan mencium pipi Devon.

"Gue ga bakal kena tonjok lagi kan?" bisik Danu tepat di sebelah telinga Devon.

"Just make it quick. Aku mau balik ke kelas."

Danu memutar bola matanya malas. Kesal karena Devon membahas tentang kelas di saat seperti ini. Ia segera mencium kembali bibir Devon, menghisap dengan kasar sembari tangannya membuka ikat pinggang juga celana Devon.

Kaki orang itu menggantung karena meja terlalu tinggi, jadi ia tidak perlu repot untuk melepas celananya. Lagipula celana yang masih tersangkut pada salah satu pergelangan kaki Devon bukan masalah yang besar.

"Kulit lo pucet banget," ucap Danu ketika pandangannya turun ke arah celana dan membuka celananya dengan cepat. Penis tegang miliknya menyembul keluar begitu celana yang ia pakai terjatuh.

Devon semakin memerah dan terkejut melihat penis mereka saling bergesekan. Ia baru sadar kalau ukuran serta warna penisnya dan Danu hampir sama, mendekati perunggu.

"Suka liatnya?" tanya Danu, dengan cepat menarik pinggang Devon mendekat ke arahnya. Punggung Devon bersandar pada dinding dan meja karena Danu semakin menghimpit tubuhnya.

.

"Mmh! Nhh! Hmmh..."

Pinggang Danu terus bergerak liar untuk memompa lubang Devon dengan penisnya yang luar biasa keras. Tangan miliknya terus meremas pinggul Devon, membuat lelaki itu semakin menggila di bawahnya.

Terhitung sampai saat ini, Devon sudah mencapai orgasme dua kali. Tubuhnya lemas, tapi tangannya masih bergerak untuk meraih sesuatu pada dinding. Keadaan yang sangat kacau dan sensual di satu waktu.

"Feels good, hm? Aghh– fuck ahh..."

Danu semakin terangsang melihat Devon. Laki-laki itu menikmati penisnya, terlihat mabuk bahkan matanya tidak fokus memandang ke depan. Raut wajah yang biasa ia lihat di film porno.

"Ahnn– aah– nnhhm..."

Tidak peduli pada deritan meja, Danu menghantam prostat Devon lebih keras. Suara benturan kulit mereka membuat ruangan itu semakin panas. Keinginannya untuk klimaks semakin tinggi karena rasa nikmat dan geli pada penisnya.

"Damn it– gue mau cum."

Devon tidak membalas karena mabuk akan dorongan di bawah. Lubangnya mungkin terasa seperti surga bagi Danu. Itu basah karena cairan penisnya, panas, juga sempit sehingga memijat penisnya dengan baik.

"Ughh! Arghh..."

"Nnh– Danuu... AHH!"

Kaki Devon bergetar hebat, begitupula dengan pinggulnya ketika ia kembali mencapai orgasme. Mani miliknya mengotori seragamnya dan Danu. Beruntung karena warnanya tidak sekeruh tadi. Sementara Danu, laki-laki itu menumpahkan mani di dalam Devon. Lupa menarik penisnya keluar.

"Sorry–"

Napas mereka memburu. Keadaan yang sangat kacau. Rambut dan seragam mereka basah karena keringat. Beberapa noda mani Devon juga ada pada seragam mereka.

Perlahan, Danu mengeluarkan penisnya dari lubang Devon. Ia menelan ludah saat melihat cairannya keluar dari anal laki-laki itu.

"Celanaku..."

Mata Danu kembali melihat Devon. Sangat lemas, bersandar pada dinding di belakangnya. Ia segera menunduk untuk meraih celana Devon dan memakaikan itu ke kaki Devon.

Kurang lebih setengah jam mereka ada di sana, gudang sekolahan. Itu mengejutkan ketika Devon tidak pingsan pada klimaks ketiga.

"Nanti sore aku gak belajar bareng dulu ya," ujar Devon sembari turun dari meja. Bermaksud mempermudah Danu untuk memasangkan celananya.

Ia tidak menyadari kerutan pada dahi Danu. Dan memutuskan untuk berbalik dan berjalan keluar.

"Tunggu– papan nama lo jatoh."

Danu buru-buru memakai celananya dan mengambil papan nama kecil milik Devon. Secara pelan membaca tulisan di sana.

"Devon."

Devon berhenti, lalu menoleh ke arah Danu. Ia menyentuh seragam bagian depan secara refleks.

"Oh, mana?"

"Lo melamun?" tanya Danu, sembari berjalan mendekat ke arah Devon. Mereka hanya berdua di sana dan butuh waktu yang terhitung cukup lama bagi Devon untuk merespon ucapannya tadi. Itu aneh.

Ketika Devon ingin meraih papan nama itu dari tangan Danu, Danu segera menolak. Ia mengulurkan dua tangan untuk memakaikan itu ke seragam Devon.

"Gue yang pasangin."

Cukup rapi. Gerakan yang cepat untuk memasang papan nama dengan peniti di belakangnya.

"Makasih."

"Sure."

Lalu Devon membuka kunci pintu dan keluar lebih dulu dari sana. Meninggalkan Danu sendirian di tempat itu. Suasana hatinya tidak bisa ditebak.

Danu mengeluarkan satu kotak rokok dari dalam saku celana. Sembari mengambil satu batang, ia mendekat ke meja tempat mereka bersanggama tadi. Duduk di atas meja itu ketika mengeluarkan korek api dari saku yang sama. Sekolah tidak cukup ketat dalam hal pemeriksaan.

"Devon," Danu menyebut nama itu dengan hati-hati. Punggungnya menyandar pada dinding. Satu tangan miliknya mengambil ponsel dari saku sebelah.

Pada tengah layar di bagian bawah, terdapat tombol putih dengan dua garis merah di tengahnya. Ia menekan itu bertepatan dengan mulutnya yang menghisap puntung rokok.

Garis bibirnya melengkung ke atas sesudah meniup asap keluar. Ia mencari tombol lain untuk memutar rekaman suara dengan durasi paling lama di daftar.

Suara desahan Devon keluar dari sana. Semuanya. Suara Devon juga Danu tadi. Itu memicu senyum Danu berubah menjadi seringai lebar, sebelum akhirnya ia terkekeh mendengar rintihan Devon yang sangat keras dan putus asa. Ia jadi terbayang permainan mereka tadi.

"Nice to meet you, Devon. Tapi lo salah tinju orang."

Danu kembali menikmati rokok miliknya sambil mendengar rekaman itu.

THE REAL DANU | HENXIAO ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang