Sebagai sahabat, ada kalanya perasaan tidak nyaman ketika orang yang kita pikir sahabat menyembunyikan masalahnya. Demikian yang selalu terjadi pada Narai setiap ada kesempatan menangkap kebisingan kepala Zale.
Mungkin karena terlalu ramai, Zale bisa tenggelam dalam lamunannya, pikir Narai.
"Ah. Tidak penting kok."
Begitu pula Zale mengelak setiap saat Narai coba menjadi pendengar. Ia sadar persahabatan mereka tidak selama itu, dan memanglah perlu adanya pembatas untuk keduanya. Tetapi tetap saja sedih, serupa tidak dianggap siapa-siapa.
Pemuda itu lama kelamaan semakin disukai banyak orang, dan kesibukannya beriringan dengan kehidupan sosial pada masyarakat.
Yah, terkadang mereka bisa ikut partisipasi acara kota bersama. Sehingga tidak sedikit waktu yang berjalan bersama-sama.
"Lora. Sebenarnya aku belum bisa memastikan. Jadi sekarang aku tidak akan membahasnya," terang Narai.
Kedua gadis itu telah duduk di sebuah cafe pesisir langganan. Menikmati duduk bernuansa pantai serta minuman ringan yang sudah tersedia.
"Begitu toh." Lora menyedot minumannya. "Padahal sebelumnya kau kelihatan seperti orang yang sangat yakin."
"Ada kejadian menarik, itu sedikit membawa anganku pergi."
"Kuharap kau tetap di sini kalau aku bisa menyuruhmu. Tapi nantinya tetap kau yang berkehendak kan."
Narai tertawa pelan, menegukan minumannya.
"Sudah bilang ke Zale?"
"Oh. Belum."
Meskipun sebenarnya pemuda itu tahu, Narai memanglah belum bilang mengenai rencananya. Toh, nanti malah akan semakin kemana-mana bila Lora bertanya-tanya kapan ia menyampaikan.
"Narai," Lora menghadap tepat ke wajahnya. "Sebaiknya kau tidak diam-diam saja kepada sahabat. Keputusan baik kau bilang padaku. Tapi Zale juga sahabatmu. Bahkan untuk orang yang baru bertemu setahun, ia sangat memperhatikanmu."
"Iya. aku paham."
Lora berpaling, keduanya diam sebentar.
"Membicaran soal Zale. Aku baru ingat tidak terlalu mengenal latar belakang hidupnya. Apalagi tentang keluarganya." Ia menggoyangkan gelasnya, menimbulkan suara es bertubrukan.
"Dan lagi, aku malah nyaman dengan sikap diamnya."
Memang benar, mereka bersahabat. Namun Zale tidak perlu menyampurkan kehidupan personalnya dalam kehidupannya di daratan.
Narai pulang melintasi jalan setapak yang biasanya dilewati orang sekitar, sebuah jalur jalan-jalan santai. Di sebelah, pemandangan pantai serta perairan membentang jauh, terlihat nelayan bersiap-siap berangkat melaut malam itu di perahu mesin masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
He's A Merman
Short StoryNarai hidup di kota kecil pesisir laut. Memiliki kehidupan damai yang begitu menyenangkan, sampai ia merasakan sakit hati. Desakan perasaan membuatnya berniat merantau, tapi di jeda waktu memikirkan dan mempersiapkan, ia malah menemukan rahasia sa...