Hembusan angin senja ini menembus ke tulang rusukku. Namun bukan rasa dingin saja yang menyelimutiku. Ada rasa sakit yang tidak pernah bisa lepas dari sini. Di dalam dadaku.
Berapa lama lagi aku bisa menghentikan air mata ini. Kupikir sampai sisa umurku nanti, rasa sakit itu akan terus menggerogoti hatiku.
Tidak. Maksudku, hati kami.
Hari-hari aku melewatinya. Kupikir lama kelamaan aku bisa hidup tanpa kehadirannya. Namun, aku hanya membohongi diriku sendiri karena pada kenyataannya aku selalu membutuhkannya.
Tidak ada lagi candaannya, tidak ada lagi pelukan hangatnya, tidak ada lagi senyum menenangkannya.
Seperti senyuman pertama kali yang dia lemparkan padaku. Yang sampai detik ini tidak pernah bisa aku lupakan sedikitpun.
___
Aku berlarian kesana kemari dengan beberapa anak. Terkadang melelahkan namun itu menjadi obat bagiku disaat aku menghadapi hari-hari sulitku.
"Ahyeon, berhenti mengejar Ruka!" aku berteriak ketika dua gadis kecil itu tidak berhenti saling mengejar. Mereka hanya memperebutkan sebuah boneka namun jangan sampai setelah ini salah satunya akan ada yang menangis.
"Biarkan mereka berlari. Aku senang mendengar tawa mereka." aku menatap ke asal suara yang menimpaliku. Saat aku menoleh, seseorang dengan rambut panjang terurai dan senyum khas yang dia lemparkan kepadaku, berdiri di belakangku dengan kedua lengannya di silangkan di dadanya.
Dia berjalan sehingga tubuhnya berada di sampingku. "Kau sering kesini?" tanyanya lagi.
Karena aku tidak terlalu mengenal dia, aku tidak ingin berbicara banyak. Aku hanya mengangguk dan tersenyum tanpa menjawab ucapannya.
"Setiap ulang tahunku, aku selalu berdoa agar mereka memiliki umur panjang." tarikan nafasnya membuatku merasakan ketulusan dari ucapannya.
Gadis itu memejamkan matanya sambil terus tersenyum, entah karena apa. Namun aku tidak mau terlalu memperhatikannya.
"Aku baru melihatmu disini." ucapnya lagi. Dia terlalu banyak bicara.
"Hm. Aku hanya mengunjungi mereka setiap hari Senin karena itu jadwal liburku." jawabku kali ini. Namun aku tetap memperhatikan anak-anak itu. Tidak boleh ada yang kelelahan atau mereka akan pingsan.
"Lisa.." dia mengulurkan tangannya mengajakku berjabat tangan. Aku menatapnya heran karena kami baru berbicara tidak sampai lima menit tapi dia dengan percaya dirinya mengajakku berkenalan.
"Aku juga sering kemari setiap hari Sabtu dan Minggu." aku tidak menerima jabatan tangannya. Melainkan aku pergi menuju Ruka karena anak kecil itu terjatuh. Lihat, sekarang dia menangis dengan keras.
Aku menggendong Ruka dan akan membawanya untuk membersihkan tubuhnya. Namun gadis tinggi itu menahanku.
"Kau tidak mau menyebutkan namamu? Itu membuatku terluka." ucapnya kekanak-kanakan.
Aku ingin tertawa namun aku menahannya. Dia lucu. Entah mengapa aku ingin tersenyum sekarang.
Aku hanya meninggalkannya, "Baiklah! Aku akan datang setiap hari Senin mulai minggu depan agar kau mau menyebutkan namamu!" dia berteriak sementara aku dan Ruka yang masih dalam gendonganku meninggalkannya.
Aku terkekeh pelan sementara Ruka memperhatikanku. Baru kali ini aku bertemu dengan orang asing yang aneh seperti itu.
Tapi entah mengapa, senyumnya membuatku merasa lega.

KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOT STORY COMPILATION - JENLISA
RomanceA taste that feels like a roller coaster JENLISA STORY (ONE-SHOT COMPILATION) GXG ID🇲🇨