LISA POV
"Ayo duduk disini." aku memapah Jennie dan membawanya untuk duduk di sofa. Wajahnya tidak terlalu pucat seperti beberapa hari yang lalu meskipun badannya masih sedikit lemas, namun kurasa sudah lebih baik.
"Dokter Choi tidak memberikan lagi resep obat karena demammu sudah turun. Dia bilang kau hanya perlu menghabiskan sisa vitaminnya saja." aku mengelus rambutnya dengan lembut.
Jennie menghela nafas, "Terimakasih, Lisa. Lagi-lagi aku merepotkanmu." aku berdecak mendengar ucapannya. Apa yang dia katakan? Sudah menjadi kewajibanku untuk mengurus segala keperluannya.
Namun aku tidak mau terlalu banyak berdebat dengan gadis ini. Dia sangat keras kepala jadi jika aku mengajaknya berdebat untuk hal sepele ini, aku yakin dia tidak mau kalah dan akan membuat energinya keluar untuk melawanku. Aku tidak mau itu terjadi, dia baru saja sembuh dari demamnya.
"Hari ini dan besok kau harus beristirahat penuh. Aku tidak mau mendengar kau mengeluh demam dan pusing lagi." ucapku dengan nada memerintah.
"Lisa, aku harus tetap pergi ke panti asuhan. Aku sudah tidak masuk selama 4 hari." benar kan apa yang aku katakan? Dia adalah gadis paling keras kepala yang pernah aku temui. Untung aku sudah mengantisipasinya jadi dia tidak akan bisa berkutik lagi.
"Aku sudah meminta izin pada Mrs. Jung agar kau bisa mengambil waktu istirahat 2 hari lagi dan dia setuju." aku tersenyum bangga karena dia tidak akan bisa membantahku sekarang.
"Kau tidak bisa seenaknya pada pekerjaanku, Lisa." dia menyapu rambutnya dengan jari jemarinya. Aku bisa menatap wajah frustasinya dari sini, namun aku tetap tidak mau dia pergi bekerja dulu.
Jennie bekerja di panti asuhan, dia menemani anak-anak panti untuk sekedar bermain, mendongeng dan bernyanyi bersama. Pekerjaannya ringan namun dia terlalu bodoh karena terkadang melupakan jam makan siangnya atau mungkin pulang ke rumah terlalu larut. Aku tidak suka dan sering memarahinya namun si kepala batu ini selalu bisa meluluhkan hatiku. Aku tidak akan pernah bisa marah terlalu lama padanya.
Sampai suatu ketika hari Senin kemarin badannya demam. Dia menelfonku mengatakan jika membutuhkan bantuanku untuk pergi ke dokter. Saat itu aku yang akan berangkat ke kantorku kemudian tanpa berpikir panjang bergegas ke rumahnya untuk melihat keadaannya. Demamnya 39,5 derajat dan aku melarikannya ke rumah sakit. Selama empat hari ini aku mengurusnya di rumahnya karena dia memang tinggal sendiri di rumah kecil peninggalan orangtuanya.
"Semua orang sayang padamu, Jennie. Bagaimana kau bisa bekerja dengan baik jika kau tidak cukup waktu untuk istrirahat dan memulihkan badanmu? Lagipula Mrs. Jung sudah mengizinkanmu." aku sudah berbicara dengan ibu pantinya, dia yang mempekerjakan Jennie sekaligus dia adalah pemilik panti itu.
Dia tidak menjawabku dan hanya diam saja dengan ekspresi yang sulit kubaca. Selain keras kepala, gadis di hadapanku ini adalah orang yang sangat pandai dalam menyembunyikan ekspresinya. Dia tahu bagaimana membuatku bingung saat aku tidak bisa membaca perasaannya.
Untuk memecahkan keheningan aku memeluknya dan menyandarkan daguku di pundaknya, "Berhenti menjadi keras kepala sekali saja, beristirahatlah dua hari ini agar hari Minggu nanti kita bisa pergi ke pertunjukan musiknya."
"Yha!" dia memukul pundakku. Aku meringis dan melepaskan pelukan kami walaupun aku tidak mau. Ini sakit sekali!
"Ini hanya akal-akalanmu saja! Kau membuatku libur bukan untuk beristirahat agar bisa kembali bekerja dengan baik, tapi agar hari Minggu aku bisa pergi denganmu!" ucapnya dengan marah. Kali ini aku bisa membaca wajahnya, dia terlihat kesal. Aku setengah tertawa karena dia hebat dalam menebakku. Instingnya selalu tepat sasaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
ONESHOT STORY COMPILATION - JENLISA
RomanceA taste that feels like a roller coaster JENLISA STORY (ONE-SHOT COMPILATION) GXG ID🇲🇨