Sehun's
Kalau aja tuhan bisa kasih gue satu kesempatan untuk kembali ke tahun dimana semua hal masih baik-baik aja, keluarga Wijaya masih utuh, Jeno kecil masih belum se—nyebelin sekarang, dan gue masih jadi Sean idola komplek yang selalu tebar senyum kapanpun dan dimanapun.
Kalau aja tuhan bisa kabulin permintaan gue untuk menjadi laki-laki pemberani dan nggak pengecut, pasti dua sahabat gue nggak akan pernah nangis in cowok brengsek yang bahkan nggak ada apa-apa nya di bandingkan gue.
Kalau aja...
"Minta apa kali ini?"
Gue membuka mata setelah sekian lama terpejam, menoleh pada sumber suara yang entah dari kapan sudah berdiri disana. Dia terkekeh melihat wajah kaget gue.
"Bintang jatuh! Lo pasti minta sesuatu lagi," ucap nya sembari menunjuk langit, yang membuat gue pun memandang langit sesaat.
"Masih ada satu permintaan lagi, tapi lo ganggu."
Dia terkekeh, mengulurkan tangan kearah gue yang sedang duduk di tepi balkon, gue menghampiri dia, memegang lengannya, agar dia nggak kehilangan keseimbangan ketika menyebrang untuk lompat ke balkon kamar gue.
"Gue juga mau minta sesuatu ah! Sini tangan lo."
Gue mengulurkan tangan, dan dia genggam tangan gue sembari memejamkan mata. Sesekali dia tersenyum, dan wajah nya kelihatan serius, gue pun ikut tersenyum juga memejamkan mata dengan tangan kami yang saling menggenggam.
"Mau tau permintaan gue nggak?"
Gue menggeleng, "Kalau di ucap nggak terkabul dong, bodoh." ucap gue sembari menyentil pelan dahi nya yang berhasil membuat dia meringis kesal.
"Ck!"
"Sean! Zee!" Gue dan Zee menoleh kebawah, mencari teriakan yang memanggil kami berdua, ternyata suara keras itu berasal dari Ireen yang sedang lompat-lompat dengan dua kantung plastik di tangan kanan dan kiri nya.
"Lama banget sih, ck!" titah Ireen ketika gue baru saja menggeser pagar untuk mempersilahkan dia masuk.
Gue hanya menghela nafas pasrah, berjalan gontai mengikuti Ireen dari belakang menuju balkon kamar gue yang dijadikan tempat santai bareng Suzee. Gue melirik ke arah dapur yang terdengar berisik.
"Lo duluan aja, gue mau ke dapur bentar." Ireen hanya mengangguk sebagai respon, gue pun berjalan menuju dapur dengan menggenggam handphone erat. Pasalnya dapur selalu sepi, sangat jarang ada aktifitas lebih di dapur jika menjelang tengah malam seperti ini.
"Astagfirullah!"
Kaget bukan main adalah reaksi gue saat ini ketika melihat Papa yang sedang berperang dengan wajan san spatula.
"Laper banget Papa, Yes, hehe." Papa terkekeh seolah melakukan hal konyol dan ketahuan oleh gue.
"Ck! kayak bisa masak aja, aku aja sini."
Papa hanya mengulum senyum malu, "Ikhlas nggak nih? Besok uang jajan Papa tambahin deh."
Nggak ada respon lain selain senyuman sumringah dari gue, "Kalau bohong iyes sumpahin duda terus."
Papa terkekeh, "Sialan ni anak, cepetan!"
♡
"Lo nggak ada niatan cari mama baru, Yes? Gue siap jadi mama lo," ujar Ireen asal.
"Nggak sudi, lo matre."
Lemparan botol baru saja mengenai pelipis gue dengan keras, siapa lagi pelaku nya kalau bukan Ireen, dan sial nya Suzee cuma ketawa lihat gue menderita kayak gini.
"Sialan."
♡
Sembari melihat sampah plastik berserakan karena ulah manusia ngeselin ini gue menghela nafas berat, mengambil satu persatu sampah dan mengumpulkan dalam sebuah box sampah untuk di buang besok sore. Zee keliatan murung, dan Ireen dengan wajah merah nya yang sebentar lagi menyamai tomat.
"Gue balik duluan ya." ucap Zee dengan senyuman tipis, juga lambaian tangan nya pada gue dan Ireen, Zee berjalan melangkah mendekati balkon untuk lompat membuat gue mendekati nya dengan memegang lengan serta pinggang Zee supaya dia nggak jatuh, sama seperti tadi. Tapi kali ini tangan gue di tepis, dengan wajah juteknya seolah marah sama gue.
"Lebay lo, gitu doang!"
Gue memandang Zee yang kini sudah berdiri di balkon kamar nya, berjalan masuk, dengan menutup pintu kaca kamar nya rapat.
"Zee kenapa deh?" tanya gue pada Ireen, cewek itu cuma menggeleng.
Gue mengangkat bahu seolah nggak terjadi apapun, mungkin Zee lagi datang bulan kali yaa? Makanya mood nya berubah drastis kayak gitu.
Gue memutuskan untuk mengangkat box sampah ke dalam, namun sebuah tangan dingin menyentuh tangan gue yang berhasil membuat seluruh atensi gue tertuju pada nya.
"Yes, gue mau ngomong."
"Yaudah ngomong aja, biasanya juga langsung kan?"
Gue melihat wajah murung Ireen seperti menimbang sesuatu.
"Ada apa?"
"Gue takut."
"Takut?"
Ireen mengangkat wajah nya, "Kalau gue ngomong hal ini, lo bakal mau jadi sahabat gue nggak ya?
"Yaelah, Reen. Kayak mau confess aja lo."
"Iya."
"Iya?"
"Gue suka lo, for a long time ago. Maaf, Yes."
Dan saat ini gue nggak tau harus merespon apa, yang gue lakuin cuma diam sembari memegang box sampah dengan wajah kaget luar biasa.
fin—
Senin, 6 maret 2023
KAMU SEDANG MEMBACA
Friendzone
FanfictionKetika 3 manusia yang memiliki pesona dan visual tanpa cela disatukan oleh ikatan persahabatan, melawan atmosfer perasaan memikat satu sama lain, menganggap bahwa mereka hanyalah sahabat tidak lebih. bayangkan ketika 2 Aries dan seorang Libra bersam...