Prolog

16 3 0
                                    

Laboratorium Dr. Ezra, adalah sebuah laboratorium yang selalu dipenuhi dengan suara dengungan mesin, aroma bahan kimia, dan hiruk-pikuk eksperimentasi. Ruangan itu begitu penuh dengan alat-alat aneh, tabung reaksi yang berisi cairan berwarna-warni, serta sketsa-sketsa proyek-proyek ilmiah yang tersebar di mana-mana.

Namun, lihatlah, di sudut ruangan, terlihat sebuah akuarium yang besar, dengan air jernih berdiri dengan begitu megah, menampung hanya seekor ikan cupang kecil yang sedang berenang dengan tenang di dalamnya. Ikan itu memiliki sisik-sisik berwarna ungu dengan siripnya yang memiliki gradasi warna merah, warnanya sungguh berkilau dan indah. Ekornya menjuntai lembut, dengan sirip yang bergerak amat anggun.

Linnea, itulah namanya. Nama itu diberikan oleh Dr. Ezra pada ikan cupang kesayangannya itu. Dr. Ezra telah tertarik sejak dia pertama kali melihat ikan itu di sebuah toko hewan. Dr. Ezra tahu, bahwa ada sesuatu yang istimewa pada ikan itu. Linnea tampak berbeda dari ikan cupang lainnya, ia seakan memiliki tatapan yang penuh kesadaran, seolah-olah dia mengamati dunia di sekitarnya dengan sadar, layaknya seperti seorang manusia.

Mengetahui hal itu, Dr. Ezra, ia sangat sering mengajak Linnea untuk berbicara dengannya saat bekerja. Mungkin, itu sebagai pelarian dari kesepian yang datang bersama dengan pekerjaannya yang intens dan tuntutan eksperimen yang tiada habisnya.

Suatu hari, ketika Dr. Ezra sedang mengerjakan salah satu eksperimennya yang paling ambisius, sesuatu yang tak terduga pun terjadi. Ketika ia sedang mengembangkan sebuah senyawa kimia baru, cairan yang ada di dalam tabung reaksi menjadi tidak stabil, sehingga sebuah ledakan kecil terjadi, dan hal itu membuat tabung reaksi tersebut pecah dan membuat serpihan kaca bertebaran di udara.

Ketika tabung reaksi tersebut pecah, cairan yang dihasilkan tersebut menguap dan menyebar ke seluruh ruangan. Beberapa tetes cairan misterius itu terpercik ke dalam akuarium di mana Linnea berada, membuat airnya menjadi keruh dalam sekejap. Dr. Ezra, yang terkejut oleh kejadian itu, segera bergegas memeriksa akuarium, tetapi semua sudah terlambat. Air yang ada di dalamnya mulai bergejolak, Linnea kini berenang dengan gelisah di dalamnya.

Linnea merasakan sesuatu yang aneh. Tubuhnya mulai terasa panas, seolah-olah ada energi baru yang merasuk ke dalam dirinya. Sisik-sisiknya yang biasanya lembut mulai terasa mengencang, dan siripnya tampak bergetar dengan cepat. Linnea merasakan adanya rasa sakit yang menyebar, dan itu begitu sakit, namun bersamaan dengan itu, ada juga rasa kekuatan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Ia mencoba berenang lebih cepat, namun air di sekitarnya semakin berat, seolah-olah menahannya di tempat.

Dr. Ezra hanya bisa tertegun, terpaku di tempatnya, menyaksikan transformasi yang terjadi di depan matanya. Tubuh Linnea mulai membesar dengan cepat, membentuk sosok yang jauh dari bentuk aslinya. Ekornya mulai memendek, berubah menjadi sepasang kaki manusia yang rapuh. Sirip-siripnya merosot, berubah menjadi lengan dengan jari-jari yang lemah. Sisik-sisiknya menghilang di beberapa tempat, tergantikan oleh kulit manusia yang pucat, sementara bagian lain tetap menampilkan kilauan sisik yang eksotis.

Ledakan pertumbuhan itu menyebabkan akuarium pecah, air tumpah deras di lantai laboratorium. Linnea, yang kini lebih mirip manusia daripada ikan, tergeletak di tengah-tengah air yang berhamburan, terengah-engah mencoba menghirup udara. Nafasnya pendek dan sesak, tubuhnya gemetar karena shock yang ia alami. Ia tak mengerti apa yang terjadi, namun instingnya menuntunnya untuk mengangkat tubuhnya yang sekarang terasa berat dan asing.

Dr. Ezra bergegas mendekat, matanya dipenuhi campuran antara ketakutan, penyesalan, dan keheranan. Linnea, yang tadinya hanya seekor ikan cupang biasa, kini duduk terdiam dengan kaki yang gemetar di lantai laboratorium. Matanya yang dulu hanya memancarkan keindahan alami ikan, kini memancarkan kesadaran manusia dan kebingungan yang sangat luar biasa.

Linnea mencoba menggerakkan tubuh barunya, tetapi semua terasa salah. Kakinya yang baru saja terbentuk tidak stabil, dan ia tidak tahu bagaimana caranya untuk berdiri. Tangannya bergetar saat ia mencoba menyentuh wajahnya sendiri, merasakan kulit dan sisik yang berbeda di bawah jari-jarinya. Suara Dr. Ezra memanggilnya terdengar jauh, seolah datang dari tempat yang jauh di balik kabut. Ia ingin menjawab, tetapi tidak ada kata-kata yang muncul, yang ada hanya erangan lemah dari bibirnya yang baru terbentuk.

Dalam keadaan panik dan tak berdaya, Linnea hanya bisa menatap Dr. Ezra dengan tatapan penuh permohonan. Dia merasakan dunia yang dulu begitu familiar, kini menjadi asing dan menakutkan. Dr. Ezra, yang awalnya hanya terpaku, akhirnya mengulurkan tangannya, mendekati Linnea dengan perlahan. Ia menyadari kesalahan fatal yang telah ia lakukan, oleh karena eksperimennya yang terlalu ambisius, ia telah mengubah makhluk hidup menjadi sesuatu yang sama sekali tak pernah ia bayangkan.

Dr. Ezra memandang Linnea dengan campuran perasaan yang sulit ia pahami. Dia tahu bahwa tidak ada jalan kembali. Yang tersisa sekarang hanyalah menghadapi konsekuensi dari apa yang telah terjadi, dan mencoba untuk menebus kesalahan yang telah dibuat. Linnea, di sisi lain, harus belajar hidup dengan tubuh barunya, dengan identitas barunya, dan dengan rasa lapar yang aneh untuk sesuatu yang lebih dari sekadar makanan.

Laboratorium yang tadinya sunyi, kini dipenuhi oleh suasana yang berat dan penuh ketidakpastian. Di sana, di tengah-tengah reruntuhan eksperimen yang gagal, dua makhluk, seorang ilmuwan dan makhluk setengah manusia, setengah ikan, akan memulai perjalanan baru mereka, perjalanan yang tak seorang pun bisa bayangkan akan terjadi.

Dari Kaca ke DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang