05. HE

66 42 92
                                    


Pak Hen masuk dan mulai membacakan puisi seperti biasa. Tema puisi kali ini cukup sedih, apa karena dia tidak bisa melihat bu Monika lagi di sekolah? Ahahaha.

Aku hanya bercanda.

Selain puisi yang menyentuh tadi, tidak ada hal istimewa yang terjadi selama pembelajaran. Bel istirahat berbunyi dan kulihat May sudah berlari keluar. Sedangkan aku mengeluarkan headset hitam dan memasangkannya pada kedua telingaku.

Sekitar 15 menit berlalu, May akhirnya kembali ke kelas dengan sekantong kresek penuh dengan jajanan.

"Nih, pesanan kamu."

"Makasih."

Setelah menyerahkan sandwich padaku, dia duduk di bangkunya dengan lesu.

"Kenapa?"

"Gak ketemu Reza tadi."

"Astaga cuma gegara itu."

"Ih kamu mah!"

"Udah, makan dulu tuh. Ntar laper pas pelajaran."

"Gak mood!"

"Yaudah, buatku sini."

Aku berusaha meraih kresek jajanan yang ada di atas meja May.

Sret

May buru-buru menarik kresek itu dan mendekapnya erat.

"Iya iyaaa aku makan nih!"

Dia mengerucutkan bibirnya lucu. Aku hanya terkekeh menanggapi tingkah sahabatku ini.

Tinggal sesuap terakhir dan aku menghabiskan sandwich dengan rasa luar biasa ini. Sandwich kantin memang yang terbaik, seperti biasa.

Aku membereskan sisa makanku dan speaker sekolah berbunyi.

Zzttt

Pengumuman ditujukan untuk semua anggota OSIS dan perwakilan kelas masing-masing dimohon untuk segera menuju ke aula. Saya ulangi, pengumuman untuk semua anggota OSIS dan perwakilan kelas dimohon untuk segera ke aula. Terimakasih.

Mendengar pengumuman itu, aku lantas berdiri dan merapikan seragamku. Di tiap kelas, sudah ditunjuk 2 perwakilan sebagai penanggung jawab event-event sekolah.

Dari kelasku sendiri, yang terpilih adalah aku dan Raja. Aku menoleh ke bangku belakang dan melihat Raja sudah siap. Dia sadar dengan tatapanku dan langsung berjalan menghampiri.

"Yuk."

Dia berjalan mendahului ku, aku bergegas mengikuti di belakangnya.

Bertepatan dengan bel berbunyi, anak-anak berlarian masuk ke kelas masing-masing.

Jarak aula dan kelas ku lumayan jauh. Aku dan Raja menyusuri koridor sepi untuk ke aula. Tak ada obrolan yang terucap.

Aku mengamati sosok tinggi jangkung di hadapanku ini. Rambutnya yang coklat dia belah tengah. Tidak terlalu panjang, memang normalnya segitu. Kulitnya yang eksotis sangat menarik untuk dilihat. Jika dia diam, mungkin aura ketampanannya akan semakin terpancar. Tapi begitulah seorang Raja, Raja Mahendra untuk lengkapnya. Dia adalah ketua kelas 12 MIPA 3. Bertanggung jawab dan supel, hanya saja dia suka ribut dengan sahabatnya, Aldo. Walau begitu aku masih mengaguminya. Yah untuk seukurannya, dia sangat bisa diandalkan. Tak heran anak-anak memilihnya sebagai ketua kelas.

Sepertinya mataku tak bisa lepas darinya. Sepanjang jalan aku hanya menatapi punggung tegap itu.

Tiba-tiba saja dia berbalik.

Bruk

Aku menabrak dada bidangnya. Sakit juga ternyata. Aku duga sepertinya keningku merah menabrak dada beton ini. Aku mendengar tawa kecil keluar dari bibirnya. Suara khasnya yang dalam membuat telingaku geli.

LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang