Hari yang kutunggu akhirnya tiba. Dari jam enam pagi, aku sudah sangat antusias mengantisipasi acara jalan-jalanku.Setelah mandi, aku turun ke dapur. Aku berniat untuk sarapan sambil menonton acara kartun di televisi.
Sekitar jam delapan pagi, aku melihat kedua orang tua ku sudah berpakaian rapi. Sepertinya weekend ini mereka juga akan menghabiskan waktu di luar rumah. Bukan hal aneh bagiku.
"Azka, kamu ada rencana hari ini?"
"Iya. Aku mau beli baju sama bang Satriya."
Bunda yang bertanya. Mendengar jawabanku, suasana hening sesaat. Aku lihat ayah sudah berlalu mengambil kunci mobil di gantungan. Sepertinya dia tidak mau aku ikut.
"Bagaimana kalau ikut ayah bunda ke nenek kamu aja? Udah lama kan ga kesana?"
Mendengar bunda seakan membujuk ku harus ikut dengannya, aku hanya bisa mengernyitkan dahi.
"Udah aku bilang, aku ada rencana sama abang."
Tanpa kusadari, aku menjawab dengan nada sedikit dinaikkan.
"Tapi-"
"Wulan."
Ayah kembali masuk ke ruang keluarga. Sepertinya dia berniat menjemput bunda yang tak keluar-keluar.
Bunda yang mendengar suaminya memanggil seketika terdiam.
Ayah melingkarkan tangannya mesra di pinggul ramping bunda. Walau sudah berkepala empat, aku akui bundaku ini masih sangat cantik.
Ayah seakan mengisyaratkan untuk berhenti membujukku. Dia menatap lembut ke mata coklat bunda. Bunda yang mendapat perlakuan seperti itu dari lelaki yang dicintainya, tentu saja langsung luluh. Dia memejamkan matanya sejenak.
"Azka, kami akan menginap di rumah nenekmu sampai besok."
Ayah beralih kepadaku, masih dengan perlakuannya yang setia menenangkan bunda.
"Iya."
"Berhati-hatilah saat di rumah."
"Iya, ga bakal ada barang yang hilang."
Mendengar jawaban ketus ku, ayah hanya diam. Dia menatapku sebentar. Lalu berlenggang pergi dengan bunda.
Hari ini seharusnya aku bersenang-senang sepuasnya, tapi moodku sudah hancur karena kejadian ini. Apa boleh buat, sepertinya aku harus menambah waktu jalan-jalanku dengan abangsat dua sampai tiga jam lagi.
...
Saat jam menunjukkan pukul sembilan pagi, aku dan abang berangkat ke mall terdekat untuk membeli baju baruku.
Bang Satriya mengeluarkan moge kesayangannya. Tangannya mengulur membukakan pijakan kaki untukku. Aku dengan hati-hati naik sambil berpegangan pada bahu abang.
"Udah?"
"Dah."
"Turun kalo udah."
Bang Satriya tersenyum usil. Aku yang melihat tingkahnya langsung mencubit pinggangnya. Dia mengaduh kesakitan.
Akhirnya dia menjalankan motornya juga. Cukup lama perjalanan untuk sampai ke mall terdekat. Sekitar setengah jam.
Udara hari itu seperti biasa, panas. Untungnya Bang Satriya menerjang jalanan dengan cukup cepat, sehingga hembusan angin sejuk dapat mendinginkan ku.
Sepanjang perjalanan aku hanya memperhatikan suasana sekitar, bang Satriya juga fokus mengemudi.
Aku mengeratkan pelukku pada pengemudi di depan. Nyaman. Entah mengapa pengalaman kecil seperti ini bisa sangat menyenangkan hatiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIES
Teen FictionGadis itu berbohong lagi. Entah sudah berapa kali ia membangun tembok yang memisahkan diantara keduanya. Tidak bisa. Dia tidak sanggup menampakkan sisi lemahnya pada siapapun. Dunia ini terlalu kejam untuk kelinci yang hanya bisa meringkuk di pojok...