Pergi...

14 2 0
                                    

Beberapa hari berlalu....

gang sempit kontrakan kembali diguyur hujan deras, mungkin masih musimnya. tapi aku masih bersyukur karena wilayah ini tidak terendam banjir. setelah sholat magrib aku pergi ke tempat mbok Sumah sambil membawakan nasi tahu telor yang ku beli di penjual gerobak yang lewat depan kontrakan. alasan ku ke mbok sumah kali ini hanya ingin menengok saja bagaimana persiapan untuk besok Minggu mengantarnya ke gereja, dan besok juga adalah waktu dimana aku akan diwisuda. tidak ada persiapan khusus untuk acara itu pasalnya Ira sudah menyanggupi menjadi juru make up. yaah, kuterima saja tawaran itu meski artinya aku harus menjadi bahan percobaan make up olehnya.

aku mengetuk pintu mbok Sumah, beberapa kali tapi pintu masih tidak dibuka oleh pemilik rumah. jarang jarang aku menunggu begitu lama di depan pintu mbok sumah apalagi kontrakan ini kontrakan petak yang suara ketukan kecil pun pastilah terdengar.

dan terpaksa aku membuka knop pintu sendiri "assalammualaikum Mbok...???" sapa ku melangkahkan kaki masuk ke ruang tengah. berharap segera menemukan sosoknya. tapi ada yang aneh dirumah ini, mbok Sumah tidak ada di sisi mana pun, yang ada hanya terdengar gemericik air di kamar mandi. aku pun menuju ke kamar mandi itu sambil terus memanggil manggil mbok Sumah.

"tuk...tuk... tuk......" suara gayung dipukul pukul ke lantai kini juga ikut terdengar dari arah kamar mandi. dan benar saja setelah aku sampai diruang sempit itu.....

"yaaaa ampuuun mboook, astaghfiruulah" aku berseru panik melihat mbok terjatuh dikamar mandi yang lantai semennya sudah lumutan itu, si mbok terbaring di lantai sambil memukul mukulkan gayung memberi sinyal, belum lagi air dari bak kamar mandi yang luber ikut membasahi badannya.

sekuat mati aku membopong tubuh si Mbok menuju kamarnya, menahan tubuhnya melewati ruang ruang sempit yang menahan gerakan ku hingga beberapa perkakas usang terjatuh tersenggol badan ku.

setelah sampai di kamarnya, aku mengeringkan badannya dengan handuk, mengganti pakaiannya yang basah dengan pakaian baru di lemari reyot di sudut ruang. sedangkan mbok Sumah benar benar lemah, bahkan tidak bisa menjawab ketika ku tanya bagaimana awal mula jatuhnya, bagian mana yang terbentur, apakah kepala baik baik saja. mulutnya seakan tak mampu mengeluarkan kata kata, pandangannya linglung, kaki dan tangan gemetar.

"Jaja panggil Ira dulu ya mbok" kata ku pada mbok setelah kurasa badannya bisa kutinggal sebentar. segera ku berlari ke kontrakan meminta bantuan pada Ira bagaimana baiknya merawat si mbok yang baru saja jatuh di kamar mandi itu.

setelah itu kami kembali ke kamar si Mbok, Ira mengusap usap kepala mbok dan bertanya bagian mana yang sakit tapi mbok hanya menggeleng. lalu aku mengambil nasi tahu telor yang tadi ku bawa. lalu ku suapkan ke mbok Sumah. barangkali hal itu bisa membantu membuatnya lebih baik mengingat kondisinya yang belum makan malam, lalu terendam air di kamar mandi tadi.

"gimana Ra bisa ga dokternya?" tanya ku pada Ira yang sedari tadi sibuk dengan HP nya mencari alamat dokter terdekat tapi tiap kali menghubungi nomor yang tertera, jawaban penolakanlah yang kami dapat

"susah Za, hujan deras gini dokter pada ga mau nyamperin rumah pasien terutama di gang sempit kaya gini, klo mau langsung dibawa ke kliniknya" jelas Ira nadanya juga panik, sedangkan kami tidak bisa membayangkan bagaimana cara membawa mbok sumah ke klinik yang kini tak mampu menopang badannya sendiri belum lagi gang sempit kami tak bisa dilalui kendaraan roda empat.

keadaan kami semakin panik ketika suapan nasi tahu telor itu kini tak mampu masuk ke mulut mbok, beberapa kali dia terbatuk batuk ketika mencoba mengunyah. hingga akhirnya tangan mbok sumah menghalangi tangan ku ketika akan memberi suapan selanjutnya. aku tidak bisa memaksa dari pada malah beresiko. segera aku mengambil air putih untuk memberinya minum.

Pemulung Botol Kaca (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang