Chapter 1

955 148 21
                                    

Tas, sepatu, pakaian, dan riasan, lengkap. Lisa mengangguk mantap, menatap dirinya sekali lagi di depan cermin sebelum akhirnya melangkah keluar dari rumah kontrakannya.

Today is the day! Hari pertama Lisa bekerja di sebuah perusahaan penerbitan terbesar di kota tempat ia tinggal setelah lolos seleksi interviu dan mendapat telfon penerimaan memintanya agar masuk bekerja mulai hari ini.

Sejak memutuskan kuliah di bidang sastra, Lisa sudah lama mengidamkan ingin bekerja di perusahaan ini. Bahkan ketika magang pun, perusahaan ini adalah target utamanya. Lisa secinta itu pada sastra, buku, dan perusahaan ini.

Perusahaan penerbitan ini sudah berdiri sejak lama dan yang tertua di kota. Toko bukunya tersebar di segala penjuru daerah dan menjadi destinasi utama dan paling dipercaya para pecinta buku dalam hal kualitas tulisan, cetakan, dan juga harga. Para pesaing dalam bidang yang sama belum mampu mendekati seperempat dari kesuksesan yang dimiliki perusahaan ini. Adapun alasan utama Lisa memilih untuk melamar pekerjaan di perusahaan ini karena sejak kecil orang tuanya sudah mencekokinya dengan buku-buku dari penerbit tersebut. Hingga suatu waktu Lisa berpikir bahwa jika ia ingin membaca buku sepuasnya, maka pekerjaan yang harus dimilikinya adalah di tempat ini. Tidak ada pilihan lain.

Lisa mengalungkan ID Card-nya dengan bangga. Barusan ketika ia berfoto, ia menampilkan ekspresi terbaik agar hasilnya maksimal tidak seperti penampakan foto di KTP-nya. Lisa sering heran dengan hal tersebut, antara kualitas kamera yang buruk atau sumber daya manusianya yang berbeda level, ia tak tahu pasti. Ingin sekali ia mengganti foto burik di KTP-nya agar sedikit lebih enak dipandang, hanya saja baru membayangkan proses pengurusannya di Dukcapil saja ia sudah mundur duluan. Terlalu ribet kecuali ada bekingan dari orang dalam. Oops.

Lisa duduk di ruang konferensi yang dihadiri oleh semua pegawai baru. Semuanya terlihat segar menantikan suasana kerja baru yang akan menyambut mereka. Total pelamar ada ratusan, sedangkan yang lolos hanya 15 orang termasuk Lisa yang menggantikan pegawai pensiun atau keluar dari perusahaan. Semua orang mendambakan bekerja di sini. Jika pelamar perusahaan start-up didominasi oleh Google, maka untuk bidang penerbitan, maka tempat inilah jagonya. Prestasi dan popularitas unggul, sumber daya manusia yang mumpuni, serta kesejahteraan pegawai yang di atas rata-rata. Lisa tidak berlebih ketika ia membahas gaji kepada HRD kemarin, ia mendapatkan gaji yang sangat besar untuk ukuran pegawai baru pada divisi bahasa dan linguistik. Bagaimana seseorang tidak akan betah memiliki hobi sebagai pekerjaan dan mendapat gaji yang besar pula. Pokoknya Lisa tidak ingin keluar dari sini.

"Pekan lalu perusahaan resmi melantik CEO Perusahaan baru. Semoga dengan adanya pemimpin yang baru, perusahaan kita menjadi semakin lebih unggul dan jaya dalam menghasilkan karya literasi yang luar biasa."

Semuanya bertepuk tangan. Sambutan barusan diberikan oleh wakil direktur perusahaan sebagai representasi dari CEO yang kebetulan berhalangan hadir atau memang merasa tidak perlu untuk menyambut para pegawai baru. Seorang CEO pasti memiliki pekerjaan yang lebih penting untuk ia lakukan. CEO baru perusahaan ini pernah menjadi bagian dari para petinggi di New York Times dan menorehkan berbagai prestasi selama karirnya sebelum akhirnya dipilih dan diangkat menjadi CEO di perusahaan penerbitan ini.

Lisa tidak peduli dengan politik perusahaan selama mereka tetap mengedepankan kualitas sebuah karya dan bukan hanya sekedar bagaimana menghasilkan pundi-pundi uang. Lisa tidak akan terima jika sebuah buku diterbitkan hanya karena memiliki jutaan pembaca, akan tetapi memiliki plot hole, alur tidak jelas, bahasa dan penulisan yang membuat para penikmat buku sejati sakit kepala dan sakit mata. Tulisan yang hanya menyajikan adegan-adegan yang disukai pembaca tanpa mempertimbangkan keteraturan alur dari awal hingga akhir cerita. Oleh sebab itu, penerbit ini selalu menjadi yang terdepan akan kredibilitasnya karena mengutamakan kualitas dibandingkan aspek apapun termasuk masalah bisnis dengan kata lain: uang. Katanya, uang bisa dicari, tapi kepercayaan orang tidak mungkin bisa dibeli.

Love in LanguageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang