"Pak Erik, kurasa aku ingin pindah divisi,"
Erik menatap Lisa tanpa berkedip dengan wajah penuh kekhawatiran. Perlahan ia melangkah mendekat ke arah gadis di depannya dan menghembuskan nafas pelan tanpa berani menyentuhnya. Lisa jelas terlihat ketakutan dan untuk beberapa alasan, Erik merasa gadis itu akan semakin takut jika ia sampai menyentuhnya. Meski saat ini Erik ingin sekali menarik Lisa ke dalam pelukannya, menenangkan gadis itu atas hal apapun yang membuatnya menangis seperti sekarang.
Rahang Erik mengeras. Ia akan melakukan apapun untuk mencari tahu apa yang telah membuat gadis ini menangis. Dan siapapun itu orangnya, ia akan merasakan akibat dari setiap air mata yang menetes di wajah Lisa. Itu janji Erik pada dirinya.
Menjaga jarak aman, Erik akhirnya meraih sapu tangan dari saku jasnya dan mengulurkannya pada Lisa. Jika saja Lisa masih memandangnya seperti biasanya, Erik pasti akan langsung mengusap air mata gadis itu sendiri. Adapun sekarang dia harus menahan diri.
Lisa menatap sapu tangan di depannya, lalu kembali menatap wajah Erik. Ia menggeleng.
Tanpa Erik sadari, ia mengepalkan tangannya kuat di dalam saku celana. Lisa tidak hanya terlihat sedih, sakit hati, dan menangis saat ini. Gadis itu bahkan kehilangan kepercayaan yang dimiliki pada dirinya sebelumnya. Lisa tidak memercayainya dan itu kenyataan pahit yang harus Erik rasakan hari ini.
"Aku hanya ingin pindah divisi,"
Hanya ingin pindah divisi, dan tidak butuh sapu tangan darinya, benak Erik kesal.
Pria itu mengangguk mengerti, lalu kembali mengulurkan sapu tangannya lebih dekat. "Aku akan mengurusnya. Apapun yang kau mau Lisa, tapi tolong jangan menangis lagi, dan hapuslah air matamu,"
Bukannya berhenti, Erik justru malah mendengar tangisan lirih gadis itu yang sebelumnya tidak ada menjadi jelas. "Lisa,"
Tanpa mengatakan apapun, Lisa kemudian meraih sapu tangan itu dan mengusap air matanya yang semakin tumpah. Beberapa saat kemudian lalu mengeluarkan ingusnya dan menenangkan diri, menatap Erik di depannya dengan wajah lebih tegar lalu mengulurkan sapu tangan itu kembali pada Erik.
"Terima kasih,"
Ekspresi Erik sejak tadi tidak berubah, ia masih sangat mengkhawatirkan gadis ini. "Simpan saja,"
Lisa tentu saja menolak. Ia tidak ingin terikat apapun dengan pria ini lagi meski hanya sebuah sapu tangan. "Tidak, terima kasih,"
"Apa yang terjadi, Lisa?" ujar Erik tanpa membuang waktu melihat Lisa sudah lebih baik.
Wajah Lisa berubah, gadis itu terlihat akan meledak di saat bersamaan juga memilih menutup rapat bibirnya seperti menolak menjelaskan.
"Tolong ambil kembali sapu tangan Pak Erik. Jika saya pindah divisi. Nanti pasti akan sulit bertemu untuk mengembalikan ini,"
Jawaban yang sangat Erik benci. Lisa tidak akan pergi lagi dari pandangannya sampai kapanpun. Ia akan memastikan terus melihat wajah gadis ini setiap hari.
"Pak Erik..,"
"Erik," potong pria di depannya cepat membuat Lisa mengangkat wajahnya dan menatap matanya. "Hanya Erik,"
Lisa mengerjap, menatap Erik dengan pikiran penuh. Pria ini mungkin salah satu penyebab mengapa ia sampai menangis, tapi Lisa tidak mungkin melupakan fakta bahwa dia tetaplah bosnya.
Dan Erik benar-benar menunjukkan posisinya tersebut dengan berujar, "Kau tidak akan pergi ke mana-mana sebelum menjelaskan apa yang terjadi,"
Lisa menelan ludah berat. Erik benar. Ini saatnya ia jujur tentang apa yang terjadi. Dia tidak bisa menilai Erik baik atau buruk secara sepihak sebelum memastikannya sendiri. Jika Erik memang peduli padanya, dia pasti akan membantunya apapun yang terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love in Language
FanfictionLisa diterima bekerja pada perusahaan penerbitan idamannya sejak kecil. Pada divisi kebanggaan yang sudah ia incar sejak masa intern. Tapi, ia tidak pernah membayangkan akan menjadi satu-satunya pegawai perempuan di antara kelima laki-laki di divisi...