Amy celingak-celinguk menatap siswa-siswi yang berlalu-lalang di kantin yang tengah ramai. Sebelah tangannya memangku dagu sedangkan kakinya dibawah meja tak berhenti bergetar.
Mikha yang duduk didepan Amy mengernyit bingung dengan tingkah gadis didepannya.
"Kamu kenapa?"
Karena terlanjur penasaran, Mikha akhirnya bertanya. Pandangan Amy beralih pada Mikha dan dengan kikuk dia menggaruk pipinya yang tidak gatal.
"Hanya... Mencari seseorang?" Balas Amy dengan ragu.
"Siapa?"
Amy melambaikan tangannya didepan Mikha menggeleng, "oh, tidak terlalu penting kok."
Setelahnya Amy kembali melanjutkan makan yang sempat ia hentikan mengabaikan Mikha yang masih menatapnya.
Seakan teringat sesuatu, Amy menatap Mikha kembali.
"Oh iya, Mikha. Aku perhatikan kamu selalu pakai rompi almamater ya.. Padahal yang lain lebih suka pake jas atau nggak kemejanya aja, itupun bajunya sengaja dikeluarin."
Mikha tersenyum tipis, "Lebih suka gini."
Amy mengangguk-nganggukkan kepalanya mengerti.
"Aku baru tau ada murid pake pakaian rapi kaya kamu, biasanya murid-murid tuh penampilannya urakan." Amy memegang dagunya sambil berpikir. "Bisa dibilang mereka itu ikut prinsip 'Aturan ada untuk dilanggar' semacam itulah."
Selama dia berada di dunia novel ini, dia telah memperhatikan orang-orang sekitar. Dan kesimpulannya murid-murid disini tidak ada yang berpakaian rapi. Entah dasinya yang tidak dipakai, jas almamater dipundak, bahkan ada yang ditaruh di pinggang.
Padahal di dunia Kana, berpakaian rapi merupakan keseharian. Kalau yang urakan bisa dihitung. Kenapa di dunia ini malah kebalik?
"Aku terlihat memalukan ya.." Mikha menunduk, menggigit bibirnya gelisah.
"Enggak kok Mikha!"
Amy gelagapan melihat raut muka sedih Mikha, diraupnya wajah Mikha menghadapnya. Mikha yang mendapati perlakuan tiba-tiba dari Amy seketika terkejut dan pipinya merona.
"Tidak ada yang melarang kamu berpakaian seperti apa, yang penting adalah kamu jadi diri sendiri bukan atas dasar seseorang. Setiap orang pasti punya pendapat sendiri, dan menurutku kamu yang seperti ini juga bagus. Terlihat apa adanya." Amy tersenyum tulus tepat di wajah Mikha. "Lagian kamu mengikuti aturan tata tertib sekolah kan, bukankah itu bagus!"
Ya, itu benar. Semua orang bebas berpakaian apapun. Terlepas dari pendapat orang, yang penting itu kita nyaman memakainya dan kita menyukainya. Mau orang berkomentar apa itu bukan urusan kita, toh bukan mereka yang membelikan pakaian untuk kita. Dan juga situasi dan kondisi juga harus dipertimbangkan.
Mikha menatap haru pada Amy, tangan besarnya meraih tangan Amy dipipinya dan menggenggamnya tanpa melepas dari pipinya.
"Amy, kamu baik banget sama aku.. Aku takut ini hanya mimpi dan ketika aku bangun ini semua lenyap." Suara Mikha seperti bisikan bagi Amy, dia tidak terlalu mendengarnya.
"Bolehkah aku egois untuk satu hal saja?" Suara Mikha terdengar menyakitkan membuat Amy menatap khawatir padanya.
"Apa yang kamu maksud Mikha?"
Mikha menunduk dan melepas genggamannya, kedua tangannya mengepal erat.
"Bolehkah aku berada disisimu?"
"..."
Amy menatap kaget Mikha sebelum akhirnya menutup mulutnya menahan tawa membuat pemuda itu bingung. Apa ada yang lucu?
KAMU SEDANG MEMBACA
I Haven't The Choice, But To Say 'Yes'
Random[Slow update] [Sesuai mood, wkwk] "aku menyukaimu, Amy." "Maukah kamu menjadi kekasihku?" tubuh Amy bergetar sebelum akhirnya mengangkat kepalanya perlahan dengan suara putus asa disertai buliran bening yang jatuh melewati pipinya. dia menjawab deng...