Quattro

5 1 0
                                    

"Dan pada akhirnya aku sadar bahwa aku hanya punya diri ku sendiri." -kata.ude

●●●

"A-ayah?" tutur Nana tak percaya.

"Bawa Naya ke kamarnya bun" perintah Ayah dengan ekspresi dingin.

"Iya yah" angguk Bunda lalu segera membawa putrinya menuju kamarnya.

"Tapi bun Nana--"

"Kamu mau ayah marah sama kamu?" ancam Bunda.

Selepas kepergian Bunda dan Naya, Ayah kembali memfokuskan pandangannya pada putri sulungnya.

"Ayah tampar aku? kenapa yah.." lirih Nana bertanya. Satu air mata lolos dari mata cantiknya.

"Kenapa kamu telat jemput adik kamu?"

"ADIK KAMU SENDIRIAN DISANA NUNGGUIN KAMU NASYA! JAWAB AYAH!" bentak ayahnya.

"Jadi karena dia" Nana berucap pelan namun masih bisa di dengar Ayah.

"Kenapa memangnya? dia kembaran kamu Nasya! Jangan lupa diri." tanya Ayah emosi.

"Naya, Naya dan lagi lagi Naya" tutur Nana berulang ulang.

"Ayah, aku capek. Kapan ayah perhatiin aku?" ucap Nana dengan putus asa.

"Sampe kapan ayah bunda kayak gini? aku iri, liat bunda sama ayah manjain Naya sedangkan aku selalu kalian lupain" Nana menatap manik ayahnya yang masih terlihat kesal.

"APA AKU EMANG GAK SEPENTING ITU BUAT KALIAN?! AKU PUTRI KALIAN JUGA! TAPI KENAPA AKU NGERASA AKU ANAK BUANGAN DISINI!!" teriak Nana dengan marah.

"SAMPE KAPAN AYAH ?! SAMPE AKU MATI? ATAU NAYA YANG MATI?!"

BRAKK

Tubuh Nana terdorong ke belakang akibat tendangan yang Ayahnya berikan ke perutnya.

Tangan Nana gemetar menyentuh ubin lantai yang terasa dingin menusuk kulitnya, air matanya kian meluruh disertai rintihan pelan yang keluar.

"A-yah--" panggilan Nana terhenti ketika sesuatu sekaan ingin menerobos keluar dari mulutnya.

Cairan kental berwarna merah keluar bersamaan dengan Nana yang terbatuk batuk.

"Uhukk--"

"Uhukkk-uhukk" Nana menatap tak percaya darah itu keluar dari mulutnya. Kini mulutnya terasa asin akibat darah itu.

Meski sedikit kaget dengan anaknya yang tiba tiba batuk berdarah, Ayah tetap menghiraukannya.

"BIBIII!" teriak Tuan Fernandez itu dengan kencang.

Bibi Ela dateng dengan sedikit tergopoh gopoh menghampiri Ayah.

"Iya tuan?" tanya bi Ela takut takut.

"Bawa dia ke kamarnya, kunci pintunya dan jangan kasih dia makan sampai besok." perintah Ayah dengan kejam lalu pergi.

"Yaampun non" kage bi Ela yang langsung menghampiri Nana.

"Non diapain sama tuan" tanya bi Ela sedikit berbisik dengan khawatir.

"Ayo non, bibi bantu" bi Ela mulai membangunkan tubuh Nana dan memapahnya.

"Perut Nana sakit bi" rintih Nana memegangi perutnya yang terasa nyeri dan ngilu.

"Ayah nendang Nana karena Naya. Ayah jahat kan bi?" tutur Nana sambil meringis kesakitan.

"Iya non, tuan emang jahat. Masa sama putrinya begini sih" bi Ela menitikkan air matanya merasa kasihan dengan nasib Nana.

Sesampainya di depan pintu kamar, Nana melirik ke arah kanan tepat di kamar adiknya. Disana, adiknya hanya berdiam diri menatapnya tanpa melakukan apapun.

"Maaf Na, tapi Naya suka begini."

"Ayo non" ajak bi Ela memapah Nana masuk ke kamarnya.

"Ganti baju dulu non, bajunya basah", Nana mengangguk mengiyakan.

Selesai berganti baju, Nana merebahkan dirinya di kasur yang langsung di selimuti oleh bi Ela.

"Non belum makan ya tadi?" tanya bi Ela menatap wajah Nana yang semakin pucat.

"Maaf non, bibi--"

"Gapapa bi, ikutin aja perintah ayah"

"Coba kalau bibi lagi gak butuh uang, bibi gapapa ngelawan tuan non" tutur bi Ela dengan air mata yang terus keluar.

"Bibi tinggal ya non? sekali lagi maafin bibi"

"Iya bi, gapapa" bi Ela dengan setengah hati pergi keluar lalu mengunci pintu kamar itu.

"Bunda jahat. Ayah juga jahat. Tapi lo yang lebih jahat Naya, diem aja tanpa ngelakuin apapun disaat gue lagi sekarat kayak gini"


AKU NASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang