Uno

16 1 0
                                    

-How are u? i mean.. ur heart, gwenchana?- hari ini

●●●

Sebut saja dia, Nasya Nadhila. Gadis itu kini berusia 18 tahun dengan tinggi 162cm. Memiliki ciri ciri rambut panjang bergelombang berwarna hitam, alis tipis, bola mata berwarna coklat terang, bulu mata lentik, hidung mancung serta bibir agak tebal berwarna merah muda.

Satu hal yang harus kalian tau, Nasya itu suka merokok.

Iya, dia. Gadis yang kerap di sapa Nana memiliki kebiasaan buruk yaitu merokok entah saat frustasi ataupun tidak. Nana mulai merokok sejak ia berumur 17 tahun.

Saat ini Nana tengah sarapan bersama keluarga--em bisakah Nana menyebut mereka sebagai meluarga?

Nana jarang di perhatikan apalagi di beri perhatian, jarang ikut weekend di luar bersama, jarang di ajak pergi menemui kolega kolega bisnis kedua orang tuanya dan tentunya jarang di ekspos.

Sebenarnya ada sisi baik dan buruk bila dirinya jarang di sorot publik. Namun, dengan begitu sangat jarang ada yang mengenalnya berasal dari keluarga itu. Maksudnya keluarga Fernandez. Bahkan nama belaakangnya tidak diberi nama ayahnya sendiri. Tidak seperti kembarannya, Nayyara Fernandez.

Naya, dia gadis cantik, pintar, tutur katanya halus, sikapnya baik, senyumnya manis, serta selalu berpenampilan elegan. Dia sangat positif bukan?

Entahlah, Nana bahkan tidak sanggup menjabarkan sosok sang adik yang begitu memesona di matanya.

Menurutnya, Naya memang cocok mendapatkan itu semua, termasuk seluruh kasih sayang kedua orang tuanya. Mereka jarang sekali bertengkar. Naya menyayangi Nana sebagai kakak begitupun sebaliknya. Keduanya tulus menyayangi satu sama lain.

Meskipun hatinya sering kali iri melihat kemesraan sang adik dengan orang tuanya, Nana sudah biasa, sebut saja begitu.

Karena Naya memiliki suatu penyakit ganas di tubuhnya lebih tepatnya di otak. Tumor otak. Naya mengidap penyakit itu sejak ia berumur 15 tahun. Penyakit yang secara tiba tiba menyerang adiknya padahal di dalam silsilah keluarga tidak pernah ada yang mengidap penyakit tumor otak. Hanya Naya. Dan itu sudah takdirnya.

Sejak saat itu lah perlahan kasih sayang orang tuanya mulai menyurut dan menghilang hingga kini ia bahkan lupa bagaimana rasanya.

"Na?" sebuah tepukan pelan di bahu berhasil menyadarkan kembali diri Nana dari lamunannya.

"Eh iya? apa Ya?" sadar Nana lalu kepalanya menoleh ke samping menatap Naya yang kini mengerutkan dahinya.

"Ngelamun lagi? mikir apa sih Na?" tegur Naya dengan lembut.

"Enggak ada, udah siap?" Nana mengalihkan pembicaraan lalu bangkit dan memakai tas slempangnya dan siap untuk pergi sekolah.

Melihat itu Naya hanya bisa mendengus pasrah karena tak mendapat jawaban lalu mengangguk tanda sudah siap.

"Ayo pamit dulu ke ayah bunda." ajak Nana pada adiknya.

Namun ketika berbalik badan ternyata Ayah dan Bunda tengah melangkah mendekati mereka.

Bunda dengan cepat memeluk putri tercintanya disusul dengan Ayah yang ikut memeluk kedua perempuan kesayangannya.

"Sayangnya bunda..." tutur Bunda dengan penuh ketulusan seraya mengelus surai lembut anaknya.

Naya yang mendengar itu semakin mengeratkan pelukannya tanpa menyadari kakaknya yang tentunya tersiksa dengan pemandangan tersebut.

Nana mengalihkan pandangannya sembari bersidekap dada. Pemandangan ini bukan sekali dua kali ia lihat namun kenapa rasanya tetap sakit?

AKU NASYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang