.
.
Reminder!
Ini hanyalah sebuah cerita fiksi belaka. Terinspirasi dari sebuah trailer music video dengan berbagai kombinasi imaji. Cerita ini murni dari imajinasi dan pemikiran penulis.
Selamat membaca!
┌⌯━━━━━━━━━━⊰⍣⊱━━━━━━━━━⌯┐
.
"It's okay, you're not alone."
.
[2 : Brian]
Pukul 11 siang, Brian tak kunjung bangkit dari tidurnya. Posisinya tengkurap di atas ranjang berantakan masih berjaket hitam. Agaknya ia tak sempat membetulkan posisi ngawur tidurnya karena terlanjur lelah. Padahal jika dilihat, kerjaannya tak lebih dari menunggu.
Seperti yang dikatakan Jehan, remaja SMA tahun akhir itu baru pulang pukul 4 pagi. Ia tidak mabuk, ia tidak balap motor liar, atau tawuran dini hari. Ia hanya duduk di bangku tunggu stasiun. Sekadar info, yang dilakukannya hanya duduk melamun, memandangi kereta yang datang dan pergi, mengabsen populasi manusia yang sedang sibuk disana dalam bisu. Hal itu dilakukannya hampir setiap pulang sekolah dan akhir pekan, seperti saat ini. Beruntung ia tertidur pulas di hari minggu, kalau tidak Saka harus repot-repot membangunkannya dengan segala gaya karena harus sekolah.
Ruangannya perlahan dipenuhi wangi makanan yang hangat. Mata lelaki itu mengerjap seiring dengan peregangan kecil yang reflek ia lakukan. Hidungnya mengendus arah wangi makanan yang bisa ia tebak baru saja matang itu. Rasa lapar memaksanya mau tidak mau turun dari ranjangnya. Dapur adalah sasaran tujuannya menyinggahkan pantat lalu menyantap kudapan. Rupanya Kala selesai membuat nasi goreng mentega kesukaan Brian.
"Masih ngantuk?"
Brian mengangguk lemah. Muka bantalnya yang dihiasi kantung mata hitam memperkuat kondisinya. Perutnya berbunyi agak keras saat melihat Kala mengambilkannya sepiring nasi goreng mentega buatannya.
"Tadi malam gak makan, Bri?" tanya Kala.
"Enggak, Kak. Warung sekitar stasiun tutup." jawabnya.
Seporsi nasi goreng mentega yang terlihat menggiurkan itu berhasil memancing Brian bangun dan makan. Kala menaruh piring itu di depan si lelaki. Brian tidak akan pernah menolak soal makanan. Terkadang dia membawa beberapa roti dan susu kotak ke stasiun. "Makan dulu. Nanti kalau mau tambah, ambil sendiri, ya?" Brian kembali mengangguk.
Kala menatap pemuda itu sejenak dalam diam. Brian terlihat lahap sekali memasukkan satu-dua suap ke mulutnya. Kala yang melihat itu pun mengulas senyum tipis.
"Setidaknya ini lebih baik daripada kamu yang dulu, Bri."
Kala teringat saat Brian masih anak SMA baru. Brian adalah adik kelasnya yang saat itu Kala sedang berada di kelas 12 SMA. Brian yang ceria, Brian anak SMA yang jahil, Brian yang Ketika tertawa suaranya nyaring sekali. Kala masih ingat saat-saat itu, hingga suatu kejadian membuat keceriaan Brian hilang dalam sekejap.
"Kak Kala, mama sama papaku kok ga sampai-sampai, sih? Katanya keretanya sampai di sini jam 9 malem, kok sampai jam 10 belum dateng?"
Kalimat itu awal kepiluan Brian. Kala saat itu ikut mengantar Brian menjemput orang tuanya yang melakukan perjalanan jauh dari luar kota. Saat itu, keduanya cemas karena kereta yang ditunggu tak kunjung datang. Tak hanya mereka berdua yang mondar-mandir bertanya pada pihak stasiun perihal kedatangan kereta yang dimaksud. Seluruh keluarga penumpang pun cemas menantikan kedatangan kereta.
Nahas, kereta tersebut tidak akan pernah datang. Tidak ada satupun manusia yang dapat menyerukan syukur dalam setiap gerbongnya. Mereka semua tewas mengenaskan tidak terbentuk rupa akibat tabrakan yang terjadi pada kereta. Berita itu tersampaikan begitu pihak stasiun menerima radar. Jerit pilu seketika terdengar dari segala sisi. Bahkan Kala saat itu berusaha keras menahan air matanya hingga proses evakuasi.
Brian hanya menatap kantong jenazah orang tuanya tanpa berniat membukanya untuk terakhir kali. Sedari mendengar pengumuman bahwa terjadi kecelakaan kereta, Brian hanya diam. Wajahnya tidak menunjukkan kesedihan, melainkan datar. Kala melihat Brian yang demikian saat itu menangisinya. Namun, si lelaki malah berkata, "Engga, Kak. Ini bukan mama sama papa.".
Sebut saja laki-laki itu enggan menerima keadaan bahwa orang tuanya telah meninggalkan alam semesta selamanya. Brian bersikukuh bahwa orang tuanya pasti akan datang di stasiun itu. Brian masih yakin akan janji ibunya yang akan membawakan aneka jajanan untuknya. Brian masih yakin ayahnya juga menjanjikannya tas baru.
"Kak, kenapa melamun?" tanya Brian yang berhasil menyadarkan Kala dari lamunan.
"Ah, engga. Kamu udah besar ternyata." jawabnya.
Brian menyunggingkan senyumnya. Pria manis itu kemudian mengambil sisa nasi goreng mentega buatan Kala. "Iya, sebentar lagi lulus SMA."
"Belajar yang bener. Kalau sekolah harus tidur cukup, jangan kelamaan main malem-malem." sambung Kala.
Brian terkekeh kecil mendengarnya. Ia memandang orang yang telah ia anggap kakak kandungnya selama ini dengan tatapan yang kian teduh. "Aku nunggu mama sama papa, Kak. Siapa tahu kalau aku ketiduran di sana, aku ketemu mereka lagi.".
Brian...anak yang malang.
"Iya, tapi ingat, jangan terlalu malam. Harus sekolah biar mama papamu makin bangga punya kamu."
Anggukan kecil darinya menandakan Brian yang sekarang mulai bersahabat dengan kebiasaannya tanpa sosok ayah dan ibu. Senyumannya terlihat semakin tulus walau tak lagi secerewet dulu. Setidaknya lukisan sabit di wajahnya kini telah kembali.
"Gak ada mama sama papa pun masih ada kalian. Rumah ini kan gak pernah sepi. Mama sama papa juga sering mampir di mimpi kok.".
.
.
.
To Be Continued

KAMU SEDANG MEMBACA
No Way - TBZ
Fanfiction"Semua manusia punya cerita 'kan? Semua manusia tokoh utama di dalam ceritanya 'kan? Kami semua juga punya kisah dimana kami adalah tokoh utama dari masing-masing milik kami." - Arsaka Abhimana Written in Bahasa Indonesia The Boyz au