Tiga hari. Haechan bebas. Tidak ada bentakan Jaemin yang menganggunya di siang ataupun malam. Sebenarnya, dia bertanya-tanya apa yang dilakukan oleh Jaemin sampai laki-laki bersurai hitam itu tidak pernah datang lagiHaechan menggelengkan kepala saat menyadari pikirannya yang terpusat pada Jaemin, lagipula untuk apa dia repot-repot memikirkan hal itu? bukan kah ini lebih baik karena tidak ada lagi yang menghakimi
"Apa karena kejadian itu, ya?" Guman Haechan, matanya fokus menelisik pemandangan di hadapannya
Hari kian gelap menggantikan kilauan matahari dengan sinar bulan, Haechan tebak tempat yang dia tinggali sekarang pasti jauh dari pemukiman penduduk, terbukti dari gelapnya jalanan yang biasa dilalui oleh beberapa penduduk
Mungkin saja laki-laki bersurai cokelat itu untuk kabur, namun Haechan tidak mau mendapatkan resiko. Bagaimana kalau dia tersesat dan berakhir mati mengenaskan karena dimakan binatang buas? memikirkan saja sudah ngeri
"Jangan sampai, aku masih punya kesadaran untuk menunggu ayah menjemput."
Lama Haechan merenung sampai sepasang lengan memeluk pinggangnya dari belakang dengan erat, Haechan tersentak dalam tempat dia berdiri. Pikirannya menyadari kalau itu Jaemin, laki-laki yang hilang entah kemana namun sekarang sedang memeluknya dengan erat
"Saya merindukanmu Hae."
Haechan mengernyit kala hidungnya membaui sesuatu yang sangat menyengat
"Bau darah, aku tidak suka."Balas Haechan tidak menghiraukan ucapan Jaemin
Sementara Jaemin hanya berdehem. Meletakkan dagunya di perpotongan leher laki-laki yang dirinya peluk, mengistirahatkan tubuh saat semuanya terasa sakit setelah semuanya selesai
Haechan membalikkan badan, mata hazel miliknya mengamati setiap lekuk tubuh Jaemin. Banyak goresan dan sayatan tapi Haechan tau kalau sosok yang masih berdiri dihadapannya biasa saja, tapi tetap saja mau bagaimana pun luka yang menghiasi tubuh Jaemin, dia akan selalu terlihat menarik
Jaemin ingin mencium bibir berbentuk hati tersebut tapi tertahan kala sebuah tangan menghalangi pergerakan dirinya
Raut tidak suka jelas terpancar dalam wajahnya, "Kenapa?"
Laki-laki yang masih berada dalam pelukannya hanya menggeleng membuat Jaemin geram setengah mati
"Aku sudah bilang, aku tidak suka bau darah. Sebelum kemari kau harusnya sudah tau kalau penampilanmu sangat berantakan." Kata Haechan sembari tangan tersebut melepas lengan Jaemin yang masih bertengger apik di pinggangnya
"Hak saya mau bagaimanapun penampilan saya sekarang." Balas Jaemin kembali membawa lengannya untuk memeluk pinggang si laki-laki manis
"Aku hanya mengingatkan, Awhh.. Sakit bodoh!" Haechan memberontak kala Jaemin menghisap dan menjilati lehernya dengan kuat
Sang dominant melepaskan hisapannya, melihat kissmark yang terlihat cantik di leher Haechan
"Saya mencintaimu sangat, apa kau merasakan hal sama?"
Jaemin mengatakan hal itu namun Haechan tidak nyaman, matanya menatap sosok laki-laki di hadapannya
Hanya terdapat sarat keinginan, Haechan tau sejak awal kalau Jaemin hanya obsesi dengan kehadiran dirinya
"Iya, aku tau."
Laki-laki manis tersebut pasrah kala bibirnya dicium kembali dengan lembut namun penuh tuntutan, seakan memberi tahu kalau Haechan adalah miliknya. Membiarkan air mata kembali mengaliri pipinya