Sedikit?

612 55 20
                                    


“Sayang, malam ini mau tidur lagi di rumah bunda ya?”

Panggilan sayang dari Mami untuk Abraham yang asik nontonin televisi, nayangin dokumenter singa sabana.

Bundanya itu untuk Mami, gak tau kenapa Abraham jadi sesuka hati merubah panggilan.

Bahkan panggil Papi aja jadi Ayah.

Wendy gak membiarkan kok, tapi memang anaknya ini susah dikasih tau. Untungnya Nenek dan Kakek suka.

“Kalau bisa, aku pengen tinggal disini aja sama bunda.”

Lho, Neneknya jadi punya pikiran aneh kan.

“Memangnya di rumah kenapa?” satu pertanyaan keluar dan usapan halus jemari si Mami berlanjut di kepala Abraham.

“Aku—”

Kalimat gantung, dan Mami masih menunggu jawaban dari cucunya.

Abraham memang fokus ke tontonan nya, tapi ingatan dia melalang buana jauh,

Dia ingat satu malam yang— oke ini lumayan mengagetkan untuk memori seorang anak kecil.

Abraham ingat sekali waktu tengah malam dia bangun karena hasrat pengen pipisnya, dan dia gak cukup berani untuk pergi ke kamar mandi sendirian.

Malam itu pure Abraham cuma ingin Mamanya bersedia anterin dia ke kamar mandi, dan apa yang pertama kali anak ganteng ini lihat waktu pintu kamar Wendy dan Irene dibuka tepat tengah malam?

“Kamu kenapa sayang?” ya bahkan pertanyaan Neneknya dibiarkan tanpa jawaban.

Abraham sedang rewind beberapa adegan tidak senonoh Mamanya dan Irene di dalam kepala.

Mungkin harusnya malam itu Abraham bisa jadi berani dulu, toh kamar mandi gak semenakutkan itu kan?

Anak kecil tetap anak kecil sayangnya, dan Wendy harus terima kenyataan kalau malam itu dia ada di pangkuan Irene dengan setengah tubuh telanjang bagian atasnya jadi objek mata jernih Abraham Kim.

Ini, ini yang jadi alasan Abraham minta tinggal bersama dengan Nenek Kakeknya.

Karena mergokin orang dewasa sedang bercumbu itu gak enak bro.

Harusnya orang-orang itu gak lupa kunci pintu untuk antisipasi dari ketukan anak kecil.

God,

Abraham bahkan masih ingat sekali adegan lain yang mungkin bisa ikutin dia ke masa depan sampai dewasa.

Gak bikin trauma tapi setiap ingat ya lumayan geli.

Dan kenapa Irene suka sekali memonopoli tubuh Mamanya setiap saat,

Gimana Irene peluk Mamanya dari belakang, sementara tangannya menelusup masuk kedalam baju, lalu ada remasan halus yang bergerak secara mencurigakan diantara dada Wendy.

Abraham ingat! Dan gak mungkin sekali cerita ini dia beberin ke Neneknya.

Sedangkan Wendy dan Irene ketika kepergok cuma cengengesan dan mencar seolah gak terjadi apapun.

Pengalaman baru yang sebenarnya Abraham sesali di dalam hati setengah mati.










;

Irene lihat arlojinya yang melingkar di pergelangan tangan, Seohyun perhtiin sambil masukin satu potong dagingnya ke dalam mulut.

“Jam berapa?”

“Setengah tujuh. Makannya di cepetin, Sere sendirian di rumah.”

“Ya bilang aja telat pulang karena lembur.”

“Dia gak suka aku ambil lemburan.”

Seohyun ngangguk dan kunyahan dagingnya dipercepat.

Sementara Irene mulai teguk airnya gak kalah cepat juga.

Harusnya manusia ini bisa makan di rumah, tapi karena restoran ini baru opening, jadi Irene mutusin ajak Seohyun makan disini.

“Enak gak?” tanya Irene yang lanjutin makannya.

“Enak, tapi ya menurutku dagingnya kurang ngesmoke.”

“Maklum mungkin bagian dapur orang trainingan semua.”

“Betul. Kamu harus ajak bu Sere sama Abraham makan disini nanti.”

Kepala Irene ngangguk dan makanannya habis. Seohyun masih sibuk potong dagingnya diatas piring, kalau kata Irene ya Seohyun ini gaya makannya seperti tuan putri inggris, slay sih tapi lama.

“Di rumah ada anak kecil seru gak sih?” pertanyaan iseng dari seorang Seo JooHyun yang masih asik sama potongan daging.

Irene tuangin alkohol kedalam gelas kecil dan buka dua kancing atasnya efek gerah.

“Seru gak seru sih, di nikmati aja.”

“Bohong, dari dulu juga kamu itu gak suka anak kecil.”

Irene terkekeh sekilas, “Ya mau gimana lagi, selama Abraham gak banyak ulah, aku gak masalah. Yang penting mamanya bisa nemenin aku tidur. Udah gitu doang.”

Berat,

Kalau ikutin hati nurani ya mungkin Irene gak pernah mau adanya anak-anak di dalam rumah, tapi ini Abraham datang seperti kiriman dari langit, dan selama itu bisa bikin istrinya bahagia ya kenapa harus dijadikan keluhan?

Irene cuma bingung gimana caranya mendidik anak,

Sementara Wendy yang terkesan memanjakan.

Kadang dia sendiri selalu terjebak dalam rasa bingung—karena Irene mau mental Abraham itu seperti dia, yang gak lembek dan manja. Tapi disisi lain, penerapan seperti itu apakah hanya ada di keluarganya atau tidak?

Karena Irene sadar bahwa Wendy lebih berhak untuk membentuk mental Abraham sedemikian rupa.

Kalau dia terlalu ikut campur, takutnya Wendy gak terima. Sedangkan Irene gak setuju kalau apapun yang Abraham minta itu selalu Wendy sanggupi detik itu juga.

“Mungkin kamu cocoknya childfree, soa—”

Kalimat Seohyun menggantung setelah Irene potong omongannya dengan kata-kata paling ugh.

“Lagi rame soal punya anak dan gak ingin punya anak. Maaf gak ikutan dulu, aku sama Sere lagi pusing gonta ganti gaya buat bikin anak.”

Ancrit,

Seohyun reflek tahan ngakaknya dan Irene yang terkekeh tanpa beban.

Irene itu memang pintar dan kritis, tapi ada bagian Irene yang idiot seperti ini yang mungkin gak banyak orang tau karena dianya sendiri memang susah untuk membuka diri dan di dekati.

Seohyun atur nafasnya karena gak mau ngakaknya keluar ditempat umum begini.

“Kasih tau ya kalau udah nemu gaya yang pas :) ”

Kali ini Irene yang tahan ngakaknya sendiri.

“Siap-siap download link.”

Pecah, keduanya berakhir ketawa dengan gaya masing-masing.

Watermelon Sugar (Wenrene) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang