Prolog

100 17 0
                                    

Bersamamu... yang kumau.

Namun, kenyataannya tak sejalan.

Tuhan, bila masihku diberi kesempatan.

Izinkan aku untuk mencintanya....

.

.

Kinanti Biruni yang berumur 32 tahun, memasang raut sedih melihat ibunya tersedu-sedan. Sejak delapan bulan lalu, Nanti selalu membuat ibunya merana dan sekarang adalah puncaknya.

Mendengar ratapan Ibu bukan hanya membuat telinganya berdengung, tapi hatinya juga ikut remuk. Ia menyangka dengan meninggalkan harta itu cukup. Setelah dipikirkan lagi, ia tidak memberikan ibunya menantu, bahkan keturunan. Betapa dirinya merasa jadi anak paling durhaka sedunia.

Nanti mulai memikirkan, apa yang akan terjadi pada ibunya setelah ini? Selama ini ia yang menjadi tumpuan pencari nafkah. Ia juga menjadi teman mengobrol ibunya dari hal-hal tidak penting, sampai ke hal serius seperti merenovasi rumah.

Ayahnya juga telah tiada akibat badai corona yang menyerang di tahun 2020 lalu. Siapa sangka ia menyusul dua tahun kemudian? Ibu benar-benar akan sendirian. Ia tidak sanggup membayangkan.

Di depan sana, dokter sedang berusaha memberikan napas kedua, membuat Nanti menerima kesempatan hidup.

Terdengar suara mesin EKG yang statis dan begitu nyaring, Nanti memejamkan mata rapat-rapat karena di saat itu juga suara tangisan Ibu kian meninggi. Ternyata ia sudah benar-benar harus pergi....

Nanti berjengit melihat ada cahaya putih yang hadir di belakangnya. Haruskah ia masuk ke sana?

Nanti menghadap ibunya yang kini terduduk di lantai. Ia pun ikut merunduk, merengkuh dua bahu ibunya yang begitu payah. Tidak ada lagi yang bisa ia katakan untuk seorang ibu yang baru saja kehilangan anak dan harus memakamkannya dengan keikhlasan.

"Bu, aku pergi dulu ya. Aku udah nyiapin asuransi jiwa, asuransi kesehatan Ibu jangan lupa dibayar pakai uang itu. Biar nggak kesepian, Ibu sering-sering aja gabung ke pengajian ibu-ibu komplek."

Bibir Nanti mengerucut tidak ada respons apa pun dari ibunya. Tentu saja mereka yang sudah tiada tidak bisa dirasakan apa pun lagi baik kehadiran, hingga suara.

"Semoga kita bisa ketemu lagi, Bu." Nanti merengkuh bahu Ibu untuk terakhir kalinya. "Aku yang nanti jemput Ibu kalau memang udah waktunya. Jangan sedih lama-lama ya, Bu."

Kaki Nanti sudah berpijak di depan cahaya putih. Akan ada apakah di dalam sana? Ia tidak tahu pasti. Namun, ia tahu dirinya sudah tidak cocok berada di sini. Kakinya pun melangkah, semakin melangkah masuk ke jalan yang tujuannya membuat penasaran.

Namun, sebelum itu Nanti kembali menatap Ibu danmengucapkan, "Dah, Ibu. Dah, Senja." Ia terhenyak saat menyadari nama itudiucapkannya. Sosok yang menjadi orang asing sejak enam tahun lalu. "Ngapainmikirin Senja? Dia udah nggak peduli. Dia nggak pernah peduli. Baguslah nggakakan pernah ketemu dia lagi."

Sama Kamu Sekali LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang