Pulang

217 25 3
                                    

Pertarungan hidup mati melawan Jigen akhirnya dimenangkan oleh mereka - para pahlawan desa. Konoha no Eiyu - sebutan bagi Nanadaime-sama bersama dengan Boruto Uzumaki, Sarada Uchiha, Sasuke Uchiha dan Sakura Uchiha berhasil mengalahkan Jigen setelah 2 hari semalam bertarung. Kini dengan senyum lega, mereka berenam- dengan menghitung Kurama tentu saja- kembali ke Konoha. Kemenangan ini merupakan kali kedua mereka menang dari invasi Otsutsuki. 

"Jaa, Naruto-kun dan Boruto-chan kalian bisa mampir dulu ke rumah kami. Aku akan membuatkan makanan yang enak untuk mengisi kembali energi kita.", Sakura mengepalkan tangannya di udara. Ia begitu bahagia dapat kembali ke desa tercinta setelah pertempuran hidup-mati dengan si kurang ajar Jigen. 

Ajakan itu bagai lonceng kematian bagi Naruto, Boruto dan Sasuke. Bukan rahasia lagi bila masakan Sakura sangat bergizi tinggi, namun bercita rasa rendah. Namun tidak satupun dari mereka berani memprotes, bukan karena takut shanaro-nya Sakura. Sesederhana mereka ingin merasakan euforia kemenangan ini lebih lama bersama, lagipula Sakura berjasa banyak dalam pertarungan kali ini.

"Naruto, sebaiknya kita bergegas ke rumah. Hinata menunggumu.", ujar Kurama menyuarakan pendapat lain, tentunya hanya si Jincuriki yang bisa mendengarnya.
Tidak mau merusak suasana, ia juga menjawab melalui telepati, "Sebentar Kurama, kita ke rumah Sakura-can dan Teme dulu. Jarang-jarang bukan tim 7 berkumpul."
"Dasar oyaji, istrimu menunggumu di rumah!", sepertinya Kurama sedang dalam mode keras kepalanya - pikir Naruto.
Ia pun menanggapi tanpa pikir panjang."Bukankan memang selalu seperti itu? Hinata tidak akan keberatan menunggu lebih lama."
"Tanggung sendiri penyesalanmu nanti, bocah!", Kurama menggeram marah kemudian menutup telpati mereka.

Tidak biasanya Kurama ikut serta dalam urusan rumah tangganya, terakhir kali Kurama membicarakan Hinata adalah setelah penyerangan Momoshiki. Namun Naruto tidak mengingat jelas apa yang dibicarakan. Walau sudah menjadi Hokage, tidak membuat Naruto mampu mengingat hal-hal penting. Are, apakah yang ia lupakan hal yang penting?

"Dobe, ayo!", ajak Sasuke yang telah menggandeng anak sulungnya-Boruto yang memang dikenal sebagai fans nomor wahid sang sahabat. Di depannya, Sakura telah menggandeng Sarada.

Naruto menganggukkan kepala dan menepiskan firasat buruknya. Bukankah ini hari yang bahagia?

Tim 7 akan reuni setelah sekian tahun berlalu, pun ditambah lagi dengan tim 7 next generation-minus Mitsuki. Kebahagiaannya malam ini terasa lengkap.

Sesaat mereka menyusuri jalan, beberapa warga berpapasan dengannya lengkap dengan atribut hitam dan membawa bunga lavender. Mereka membungkukkan badan, sikap biasa atas segan padanya sebagai Nanadaime. Naruto hanya mengangguk sekilas membalasnya, memilih tidak berprasangka apapun. Ia hanya berpikir ada salah satu warga yang meninggal. Barangkali setelah makan, ia akan mengirim salah satu clone-nya untuk menyampaikan bela sungkawa.

Hingga ia melihat Sai menghampirinya dengan mata sembab dan aura yang sungguh gelap, barulah ia bertanya, "Apakah ada yang berduka?"
Sai menganggukkan kepalanya, "Hime Hyuga berpulang."
"Hanabi ka?", cernanya. 

Jika benar Hyuga sedang berduka, maka ia harus bergegas. Sudah cukup ia mangkir dari beberapa undangan Hyuga, kali ini dalam rona duka. Ia akan memastikan diri hadir dalam upacara kematian bagi sang adik ipar.

Tunggu..

Hime Hyuga adalah Hanabi Hyuga, bukan? 

Tidak mungkin istrinya bukan?

Hyuga Hinata telah menjadi Uzumaki Hinata sejak belasan tahun lalu.

Entah memang Naruto bodoh, atau kali ini ia memang membodohi dirinya sendiri.

"Kau bodoh? Panggilan hime hyuga hanya disematkan pada istrimu!", Sasuke gusar, ia berharap intuisinya salah kali ini.

 
Hanabi tidak pernah mendapat panggilan hime, karena sedari awal ia telah diplot sebagai penerus Hyuga. 

HER DEPARTUREDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang