◾ Chapter | 17

868 46 0
                                    

••••

Kay berjalan dengan gagahnya menuju aula dimana para kelompok itu di kumpulkan baik yang masih hidup atau sudah meninggal sekalipun

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Kay berjalan dengan gagahnya menuju aula dimana para kelompok itu di kumpulkan baik yang masih hidup atau sudah meninggal sekalipun. Aulanya sudah berubah menjadi lautan darah membuat Kay mengerutkan hidungnya karena bau anyir yang begitu menyengat.

Kay menghampiri Cleon yang terluka dengan darah mengalir dari kepalanya, “Obati kepalamu.” titah Kay seraya menepuk pundak pria itu.

Cleon menyentuh kepalanya yang terluka. Padahal dia tidak merasakan apapun, “Baik tuan.” Cleon berlalu sesuai permintaan tuannya.

“Dari mana mereka berasal?” tanya Kay pada Aebi.

Cosa Unita.”

Kay mengerutkan kening, “Sepertinya aku baru mendengar nama kelompok itu.” Kay mencoba mengingat apakah dia pernah bersinggungan dengan kelompok itu.

“Kelompok ini baru di bentuk tiga tahun yang lalu, sebelumnya mereka tidak pernah beroperasi secara terang-terangan. Tapi sepertinya ada seseorang yang memprovokasi mereka untuk menyerang kita.” jelas Aebi tanpa di perintah membuat Kay semakin berpikir keras.

“Ah, seperti itu rupanya.” Kay menganggukkan kepalanya begitu mengerti. Dia sudah bisa menebak siapa orangnya. Tidak ada yang berani melawannya selain orang itu.

Aebi melihat Kay yang berdiri dengan tenang, “Kita apakan mereka tuan?”

“Kubur yang mati, dan kirim ke Anathema untuk yang masih hidup.”

“Baik tuan.”

Anathema adalah sebuah penjara di bawah kastil yang terletak di tengah hutan. Tidak sembarangan orang yang bisa masuk kesana, bukan hanya menyeramkan tapi banyak rumor yang beredar tempat itu menyimpan banyak hantu jadi orang-orang tidak ada yang berani mendatanginya.

Bahkan Kay menerapkan sistem keamanan tak kasat mata yang sangat ketat untuk kastil itu.

Setelah selesai, Kay kembali ke tempat dimana Jillian berada. Saat membuka pintu Kay mendapati gadisnya yang tertidur meringkuk di sofa. Bahkan luka di wajahnya belum di obati membuat Kay mengambil kotak obat untuk mengobatinya. Tangan Kay dengan telaten mengobati pelipisnya yang terluka. Jillian tidak terganggu dan masih memejamkan matanya.

Jillian menuruti perintahnya untuk membersihkan darah dari tangannya. Lalu Kay membuka kain yang melilit tangan kiri gadisnya dan terlihatlah sayatan sepanjang sepuluh senti yang masih mengeluarkan darah. Karena lukanya tidak dalam jadi Kay tidak perlu menjahitnya.

Jillian terusik dan terbangun ketika Kay sedang membalut luka di tangannya dengan perban. Pria itu bergerak dengan teliti agar tidak ada yang salah.

“Kay.” Mendengar lirihan Jillian membuat Kay mendongak, “Kau kembali,” lanjutnya dengan tersenyum lega.

LABYRINTHINE [Editing]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang