chap delapan

38 6 2
                                        


- - -
satria
- - -

Hembusan angin malam yang sejuk menerpa kulit dengan nyaman. Angin malam yang berpadu dengan ketenangan suasana di samping sungai yang tak jauh dari jembatan merah. Sebuah tempat di mana mereka pertama bertemu. Di saat Sabrina menyelamatkan Satya dari aksinya.

"Jadi oleh karena itu saat kemarin kau berkaca kaca saat aku bertanya berapa umurmu?" Tanya Sabrina

"Iya, kau benar itu membuatku teringat akan kakakku yang dulu pernah singgah di hidupku."

"Maafkan aku ya, seharusnya aku tidak asal bertanya."

"Tak apa, lagi pula setelah kau bertanya aku jadi teringat akan berapa usiamu sekarang?"

"Dua puluh tahun."

"Waaahhh, ternyata kau lebih muda satu tahun dariku ya."

"Ouh iya? Aku kira aku lebih tua? Karena kau lebih terlihat lebih muda. Tapi kau hebat juga ya sudah bekerja di perusahaan terkenal di usia yang cukup muda."

"Haha, tidak juga. Aku memang dulu sering lompat kelas, jadi oleh karena itu aku lulus cepat dan sudah bekerja di sana sudah dua tahun."

"Wahhh.. kau sangat pintar ya, aku jadi bangga punya teman sepertimu."

"Haha.. woiya jelaszz."

Setelahnya mereka kembali bercanda gurau dan tertawa lepas. Suasana menjadi lebih hangat. Kini Satya telah berusaha terbuka dengan orang di sampingnya. Seorang remaja cantik yang memiliki sikap lembut, santai, periang dan baik.

"Ouh iya Satya, sebelumya maaf ya aku ingin bertanya. Maaf kenapa kamu tak mau di panggil dengan sebutan Satria?"

"Alasannya cukup sederhana. Kau tahu bukan arti dari kata Satria adalah seseorang yang tangguh, kuat, dan pantang menyerah. Sedangkan aku.. aku hanyalah pemuda lemah dan mudah menyerah. Kau sendiri pertama bertemu denganku saat aku menyerah pada semesta bukan? Itu semua adalah bukti nyata."

"Hei jangan begitu. Kau bukanlah selemah yang kau lihat. Iya, memang benar saat pertama kita bertemu saat itu kau dalam kondisi lemah dan menyerah. Tapi aku rasa sekarang kau tidak selemah itu. Lihatlah perubahanmu sekarang, kau bisa bertahan bukan? Dan bahkan kita baru saja bisa tertawa lepas. Aku rasa itu artinya kau sudah mulai bisa bebas dari rasa takut dan masa lalumu, kau sudah berusaha berubah sedikit demi sedikit. Dan kau sudah sampai saat ini bahkan sudah tidak lagi menyerah bukan? Jadi jangan anggap dirimu sepeti itu lagi ya.."

Mendengarnya seketika perasaan Satya menghangat. Seluruh kalimat semangat itu membuat hatinya bergejolak. Ucapan orang disampingnya ini ada benarnya. Satya rasa ia sedikit sudah berubah. Belum lagi ia juga harus tetap kuat dan harus menepati janjinya dengan kakak dan ibunya. Sebuah janji harus bisa kuat menjalani hidup selanjutnya. Sebuah janji yang terjadi di sebuah mimpi yang merupakan pesan dari semesta.

"Oh iya ngomong-ngomong, bolehkah aku memanggilmu dengan nama Satria?"

Sang pemuda kemudian berdiam sejenak. Sedang menimbang nimbang akan jawaban. Namun kemudian akhirnya ia menganggukkan kepalanya. Memperbolehkan Sabrina memanggil nama aslinya.

"Nah baguss.. aku turut senang.. kau tahu namamu itu sangat indah Satria."

"Haha... Terimakasih, tapi aku rasa hanya kau saja yang ku perbolehkan memanggilku begitu. Untuk yang lain maaf aku masih kurang nyaman. Dan kadang aku sedikit merasa ..."

"Sebegitu bencinya ya kau dengan namamu sediri?"

"Ya kurasa begitu, bahkan karena itu aku jadi tak mau melihat namaku yang berada di gelang kado dari kakakku. Aku tak suka nama itu tapi aku juga tak bisa membuang kado berharga terakhir dari kakak. Jadi saat itu aku tutup nama itu dengan lakban, agar tak ada orang atau bahkan aku sendiri yang ingat jika nama asliku adalah Satria."

"Ah.. pantas saja saat aku menolongku aku tak pernah melihat nama itu di sana. Bahkan dokter menamaimu dengan pemuda x"

"Hmm ya begitulah, aku terus menutupinya, hingga suatu saat aku bermimpi bertemu ibu dan ia menyuruhku untuk membuka lakban itu."

"Nah kan.. sudah ku bilang, bahkan ibumu sendiri juga demikian. Satria.. kau bukanlah orang lemah, jadi tolong berbanggalah dengan namamu ya.. karena nama itu pasti memiliki doa yang menyertainya."

"Iya, akan kucoba Brina.. tapi tetap ya, aku mohon untuk beberapa saat kedepan hanya kau saja yang memanggilku Satria. Untuk orang lain aku masih tak terlalu suka."

"Hmm baiklah, eh tapi kau juga kenapa memanggilku Brina?"

"Kenapa? Apa tidak boleh? Bukankah dua temanmu itu memanggilmu begitu?"

"Yaa.. tapi memang mereka mengenalku sejak lama dan bahkan mereka memanggil itu tanpa sepersetujuanku."

"Nah, kau sendiri juga tak mau dipanggil lain bukan? Tapi aku rasa aku akan memanggilmu bri saja haha.. ya, bri.. aku rasa itu bagus."

"Huftttt.. iya terserah kau saja.."

_ ._ ._

Malam ini terasa begitu melegakan. Rasanya hangat dan bebas yang menjadi satu. Salah satu beban dan rahasia telah tersampaikan. Sebuah perbincangan akan sebuah kepercayaan yang tejadi di tepi sungai dekat jembatan merah.Ya, sebelumnya Sabrinalah yang mengajak Satria untuk berbicara di luar dari pada dikosan. Ia beralasan berbicara di luar akan lebih tenang dan menyejukkan.

Dan itu benar adanya. Sebuah tempat dimana mereka awal bertemu itu kini menjadi hangat. Menjadi saksi akan pertemanan mereka yang telah di mulai. Juga sebuah awal Satria untuk kembali membuka kepercayaan dan harapan.

"Aku harap kita akan berteman selamanya ya brina? seperti akan apa yang dikatakan semesta lewat pesannya." -Satria

_ ._ ._

TBC

Haha gimana?

Dan buat chap selanjutnya Satya bakal sedikit berkurang ya, bakal berganti ke Satria

Oke segitu dulu

And makasih.. ෆ

Vote dan komen ya..

terenzens_

HAPPY BIRTHDAY || SUNGSUNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang